oleh Weinata Sairin
A mistake doesn’t become a mistake until you
O.A. Batista
refuse to correct it
Dalam menjalani kehidupan yang mahaluas, besar, dan rumit, manusia tak pernah lepas dari berbuat kesalahan. Kesalahan itu bisa terjadi karena banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Bahkan, tanpa sengaja atau tanpa disadari kesalahan itu bisa saja terjadi. ”Kesalahan” adalah sesuatu yang biasa terjadi dalam bidang apa pun dan di mana pun, terutama sekali pada tahap-tahap awal. Itulah sebabnya dalam dunia kerja kita mengenal ”masa magang”, atau ”masa percobaan”.
Pada masa-masa itu para calon pegawai dilengkapi berbagai ilmu baik teori maupun praktik, dan pada masa-masa itu juga kesalahan yang sempat terjadi bisa diperbaiki. Pembimbingan secara efektif dilakukan pada masa-masa magang dan/atau masa persiapan.
Istilah ”kesalahan” adalah istilah umum, biasa, dan sekuler. Ada istilah yang lebih dalam dari ”kesalahan”, yaitu istilah ”dosa”, yang biasanya digunakan dalam konteks agama. Setiap orang, dalam kapasitas apa pun, entah memiliki kompetensi apa pun, tak pernah lepas dari kesalahan. Kesalahan itu bisa kecil dan ringan,
misalnya salah menyebut nama dan gelar seseorang pada saat berpidato di depan publik, atau salah mengetik nama dan jabatan seseorang tatkala membuat Surat Keputusan. Namun, ada juga kesalahan yang cukup besar, misalnya menurunkan jabatan seseorang (demosi) berdasarkan informasi yang salah. Biasanya kesalahan yang dianggap besar dan merugikan publik berujung pada proses hukum. Hal ini membuktikan makin tingginya kesadaran hukum warga masyarakat yang patut diapresiasi.
Kita bersyukur bahwa masyarakat kita memiliki tradisi kuat yang berbasis keagamaan, yaitu tradisi saling memaafkan. Setiap seseorang melakukan
kesalahan baik kepada pribadi, komunitas, maupun institusi, ia langsung memohon maaf. Dengan tradisi seperti itu, relasi yang diwarnai dendam, atau dendam kesumat, tidak pernah mewujud atau mendapat ruang.
Pada hari raya keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri ucapan mohon maaf lahir batin dinyatakan sebagai bagian dari kegembiraan hari raya. Di lingkup umat kristiani, peringatan dan ibadah akhir tahun, perayaan Tahun Baru acap digunakan juga untuk saling memohon maaf di antara anggota keluarga dan umat. Walaupun kita tidak menafikan juga bahwa setiap kali melakukan kesalahan, seseorang bisa langsung memohon maaf.
Sebagai umat beragama kita telah memahami benar bagaimana agama kita telah mengajarkan agar kita hidup dengan saling memaafkan, saling
mengampuni. Kita diingatkan juga bahwa kita bisa memohon pengampunan dari Tuhan Yang Maha Esa, jika kita bersedia mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita. Tidak mungkin kita memohon pengampunan kepada Tuhan, jika kita sendiri tidak bersedia mengampuni orang yang bersalah kepada kita.
Sama seperti Tuhan yang tidak pernah terbatas dalam mengampuni manusia, manusia dalam mengampuni sesamanya pun tidak pernah mengenal batas waktu.
Pepatah yang dikutip di atas menyatakan bahwa ”kesalahan tidak akan melahirkan kesalahan kecuali jika kita menolak untuk mengoreksinya”. Kita harus segera memperbaiki setiap kesalahan yang kita buat agar tidak muncul kesalahan baru. Kita harus segera bertobat dari dosa-dosa yang kita perbuat dan jangan kita tinggal didalam dosa atau mengulang-ulang dosa yang sama.
Dalam praktik kehidupan kita acap membaca bahwa seseorang beberapa kali keluar masuk penjara dengan jenis kesalahan yang sama. Realitas ini membuktikan bahwa, orang tidak bertobat dari kesalahannya. Kita harus terus belajar bagaimana kita cermat dan cerdas dalam mengerjakan sesuatu. Kita cermat menulis nama, gelar, jabatan seseorang, kita cermat dalam menggunakan istilah agama, apalagi itu bukan agama yang kita anut, kita cermat mengucapkan dan atau menulis istilah bahasa asing, dan sebagainya. Berbuat kesalahan pada bidang-bidang tertentu bisa berakibat fatal dan dapat berujung pada pidana.
Mari terus menjalani kehidupan, mereduksi terjadinya kesalahan dan menabur kebaikan di lorong-lorong sejarah.
Selamat Berjuang. God Bless.