MENGINGAT-INGAT ORANG KUAT

Oleh Weinata Sairin

”Vir fortis neque praemiis vinci potest.

Orang kuat tidak bisa dikalahkan (dengan senjata) atau dengan hadiah-hadiah.”


Dalam kehidupan sehari-hari kita bertemu dengan istilah ”orang
kuat”. Pada tiap daerah dan/atau lembaga selalu ada yang dijuluki
”orang kuat”. ”Orang kuat” ini amat berpengaruh di komunitasnya.
Orang kuat ada di berbagai bidang. Ia ada di bidang politik, ekonomi,
sosial-budaya, militer, hukum, dan sebagainya. Ia disebut ”orang kuat”
karena banyak faktor: punya dana berlimpah, intelektualitasnya oke,
pengaruhnya besar, berdarah ”biru”, punya akses yang amat luas, dan pandai melobi.

Dalam sebuah organisasi, pengaruh orang kuat amat terasa. Waktu
rapat organisasi biasanya disesuaikan dengan keluangan waktu sang orang
kuat. Walaupun sudah saatnya rapat dimulai sesuai peraturan organisasi,
rapat bisa ditunda sampai sang orang kuat yang masih berada di luar negeri datang-kecuali ia mempersilakan organisasi berapat tanpa kehadirannya.

Pengaruh ”orang kuat” tidak sekadar itu. Ia bisa saja membatalkan
sebuah keputusan yang sudah ditetapkan dengan susah payah melalui debat dan diskusi panjang, apabila keputusan itu merugikan dirinya dan/atau diputuskan pada saat ia tidak ikut rapat. Dalam kasus tertentu, bisa terjadi orang kuat” itu akan mengusulkan sesuatu hal untuk dibahas dan diputuskan dalam rapat walaupun itu bukan tupoksi organisasi.
Dari banyak pengalaman, ternyata istilah ”orang kuat” cenderung
berkonotasi negatif karena perilaku orang tersebut sering menabrak UU
atau peraturan baku.

Meski begitu, ada juga orang yang terpelajar, kaya, dan berpengaruh,
tetapi tetap rendah hati, kita jumpai dalam komunitas-komunitas tertentu.
Ia tidak otoriter, tidak memaksakan kehendak, dan konsisten dalam men￾jalankan peraturan yang ada. Ia disebut sebagai tokoh yang berintegritas, berpengaruh, dan berkarisma. Wibawa dan karisma yang dimilikinya membawa kekuatan dan nama baik bagi organisasi komunitas itu. Orang dengan tipikal seperti itu masih cukup banyak kita jumpai dalam berbagai organisasi atau komunitas. Mereka biasanya low profile, ikut terlibat dalam aktivitas organisasi, dan tidak eksklusif.

Orang kuat juga ada di negeri lain, misalnya sosok seperti Margaret
Thatcher, Mandela, Lincoln, dan Castro—untuk menyebut beberapa
nama. Kita sebagai umat beragama bisa juga dijuluki ”orang kuat”, dalam arti orang yang taat beragama dan kuat menghadapi berbagai godaan. Pepatah yang dikutip di bagian awal tulisan ini menarik karena menyatakan bahwa ”orang kuat tak bisa dikalahkan dengan senjata atau dengan hadiah-hadiah”.

Kuat di sini adalah kuat dalam prinsip, orang yang tidak mudah tergiur atau tergoda oleh hal-hal negatif yang melawan hukum, yang bertentangan
dengan agama dan nirmoral. Sebagai bangsa yang beragama dan ber-Tuhan, kita pasti adalah orang kuat, tak bisa disuap dan disogok. Walau dibunuh oleh senjata atau dengan cara apa pun kita tak akan pernah berubah dari prinsip dan keyakinan kita akan suatu ide dan kebenaran.

Mari menjadi orang kuat: kuat beribadah, kuat beriman, kuat ber-Pancasila, kuat dan bertahan dari rayuan menyogok dan menyuap, kuat sebagai umat religius.

Selamat Berjuang. God bless!