Refleksi Harian: Bilangan 27: 6-7

Hukum Yang Adil

Selamat pagi, ibu-bapak, mbak-mas, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Semoga pagi ini, kita menyongsong tengah pekan dengan mengucap syukur kepada Allah. Karena Dia-lah, kita dan keluarga kita masih diberi degup kehidupan. Bahan refleksi harian: Bilangan 27: 6-7

Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (7) “Perkataan anak-anak perempuan Zelafehad itu benar; memang engkau harus memberikan tanah milik pusaka kepadanya di tengah-tengah saudara-saudara ayahnya; engkau harus memindahkan kepadanya hak atas milik pusaka ayahnya

Bilangan 27: 6-7

Saudaraku, hidup di sebuah masyarakat pasti ada hukum yang berfungsi mengatur perilaku. Mana yang boleh dan mana yang tidak. Sekaligus tersedia sangsi bagi pelanggarnya. Begitu kita diketahui membawa kendaraan dalam keadaan mabuk. Pasti kita distop polisi dan kena hukuman.

Begitu juga, hukum ada untuk melindungi hak yang dimiliki seseorang. Ada undang-undang kekerasan dalam rumah tangga. Itu berlaku buat melindungi hak seseorang terlindungi dari bentuk kekerasan. Jangan coba-coba kita bertindak kekerasan atas anggota keluarga yang lain. Kita bisa ditangkap dan diadili.

Di jaman Musa ada hukum waris. Yang mengatur jika orang tua sudah mati, siapakah yang berhak mewarisi harta yang ditinggalkan orang tuanya. Ternyata hanya anak laki-laki yang dapat. Sedangkan anak perempuan tidak memperoleh. Jika anak-anaknya semua perempuan, maka seluruh harta itu jatuh ke saudara-saudara lelaki dari pihak ayah.

Saudaraku, ada 5 perempuan yang tidak mau begitu saja menerima hukum itu. Karena hukum itu justru membuat mereka kehilangan haknya. Lima perempuan itu anak-anak dari Zelafehad yang tidak punya anak laki- laki.

Mereka dengan gigih memperjuangkan agar dapat mewarisi milik pusaka ayah mereka yang telah meninggal. Mereka mengutarakan kepada Musa dan imam Eleazar. Tuntutan mereka mendorong Musa berkonsultasi dengan Tuhan tentang perkara ini.

Apa yang terjadi? Tuhan menyetujui tuntutan lima perempuan itu. Tuhan mengabulkannya agar milik pusaka Zelafehad diberikan kepada mereka.

Saudaraku, sebuah hukum ternyata tidak selalu sesuai fungsinya, melindungi hak-hak manusia. Jika kita menemukan yang demikian, hukum harus diperbarui. Allah memberikan hukum itu supaya jangan ada pihak yang leluasa menikmati ketidak adilan.

Sikap yang gigih perempuan-perempuan itu dan keterbukaan Musa merupakan sikap terpuji. Ternyata Tuhan menghargainya. Artinya, hukum yang bersifat tidak adil bisa ada. Dan itu kewajiban kita untuk mengubahnya. Aturan itu musti bersifat adil buat semua.

Saya ingat di sebuah daerah dekat kota Jakarta menerapkan peraturan daerah anti pelacuran. Suatu hari seorang perempuan ditangkap petugas tramtib karena berjalan sendiri di malam hari menunggu angkot. Dia dituduh melanggar peraturan daerah anti pelacuran itu. Perempuan itu sebenanya pegawai restoran yang pulang malam. Tapi karena tanpa saksi, dia ditangkap dan dijatuhi hukuman 8 hari penjara dan denda 300 ribu. Peraturan Daerah itu akhirnya banyak dikritik.

Kita harus patuh pada hukum, tapi hukum harus terbuka dirubah jika ditemukan kekurangannya. Dan orang beriman berani dan gigih untuk memperbaiki.

Kita berdoa: Tuhan, kiranya dalam menjalani hidup bersama dengan orang lain. Kami bisa hidup di bawah hukum yang bersifat adil bagi siapapun.

Kami bersyukur buat saudara yang hari ini bertambah usia. Kiranya kebaikan Tuhan yang dikecapnya membawa rasa syukur, suka cita dan kebahagiaan.

Inilah, doa kami Tuhan. Dengarlah dan kabulkanlah. Amin.

Tetap memelihara kesehatan dan semangat.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Bilangan 27: 6-7