Berharganya Ucapan

Selamat pagi, selamat memasuki hari baru bapak-ibu, mas-mbak, kakek-nenek serta Saudara-saudaraku yang baik. Istirahat malam telah kita jalani. Kini, hari jumat telah datang, terpujilah Tuhan. Refleksi kita akan memaknai berharganya ucapan.

Landasan Firman Tuhan di pagi hari ini, “Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya. (21) Bibir orang benar menggembalakan banyak orang, tetapi orang bodoh mati karena kurang akal budi”.

Amsal 10:20-21

Saudaraku, pernahkah diingatkan bahwa ucapan yang dilontarkan bisa mengubah hidup seseorang. Lidah kita ini bukan semata-mata organ tubuh yang berfungsi untuk menciptakan kata-kata. Ternyata efeknya jauh, mampu mempengaruhi pembentukan corak kehidupan seseorang.

Saya mengantongi sebuah nama. Hidupnya sulit, tanpa ayah dan ibu kandung. Dia dilahirkan di penjara wanita, ibunya saat hamil tengah menjalani hukuman. Hidupnya berat. Orang itu bernama Antwone Fischer. Dia punya masalah dengan emosi. Dia sangat sulit menahan luapan emosinya, sehingga dia kerap kali terlibat keributan dan perkelahian.

Masa kecil dan remaja Fischer menjadi sepenggal waktu yang penuh pengalaman kegetiran. Dia korban kekerasan. Seorang penyintas atau survivor. Orang tua angkatnya menjadikan Antwone Fisher sebagai obyek bentuk kekerasan fisik dan pelecehan verbal. Mereka sering memukul, menghina dan merendahkan Fischer. Orang yang punya pengalaman demikian menjadi minder. Merasa hidupnya tidak berharga. Hidupnya kesepian. Pendeknya jalan hidup Fischer berat sekali.

Nama Antwone Fischer ini kurang akrab di telinga kita. Dialah penulis film-film bagus edisi Holywood. Para bintang film, sutrada, kru film pasti akrab betul dengannya. Penulis skenario hebat. Di tangannya lahir film-film bermutu keluaran Hollywood.

Di tengah kehidupan yang berat, siapa yang menduga ada orang yang memberi perhatian khusus yang ikut mengubah hidup Fischer. Dia adalah gurunya. Jika di rumah Fisher dihina dan dilecehkan, maka di sekolah ia menemukan mata air yang menyirami jiwanya yang gersang. Suara gurunya. Itulah penguat jiwanya. Fisher bersaksi, ada hal yang tidak akan pernah dilupakan dari budi baik gurunya. Yakni kata-katanya. Ucapannya. Gurunya mengatakan bahwa dia bangga atas dirinya. Dan sang guru meyakini dalam diri Fischer tersimpan kemampuan besar. Inilah yang memercikkan semangat hidupnya.

Saudaraku, kata-kata yang kuat dan menyejukkan bisa mengubah perjalanan hidup manusia. Dalam bahasa Amsal “menggembalakan”. Dalam arti bersifat menuntun seseorang menjadi kuat dan terhibur. Menguatkan batin. Menumbuhkan kuncup-kuncup sikap percaya diri. Karena itu, betapa berharganya lidah yang melahirkan ucapan-ucapan yang menghibur yang susah, menuntun ke jalan yang benar dan membesarkan jiwa. Ia diumpamakan perak. Perak itu perhiasan berharga. Jadi, betapa berharganya ucapan yang menggembalakan.

Sebaliknya, hindarilah produksi kata-kata kasar, merendahkan, menghina atas diri orang lain. Ucapan-ucapan jenis itu dilahirkan dari orang-orang yang tidak menghargai Allah dan sesama. Anda, saya, kita semua bukan orang fasik. Kita adalah orang-orang yang mencintai Allah dan sesama. Untuk itu, kita patut menghindari penggunaan kata-kata yang membuat orang lain terpuruk dan terhina.

Karakter orang yang mencintai adalah berupaya lewat ucapannya membuat orang lain bisa tersenyum. Bukan membuat orang lain terluka. Menangis. Kata-kata kita utarakan untuk membangun bukan merusak jiwa dan batin orang lain.

Marilah, di hari Jumat ini, suara kita melahirkan hal yang berkenan kepada Tuhan. Itu yang pertama dan utama. Dan yang sama dengan itu, kita menggunakan kata-kata bernada rasa respek atau hormat atas orang lain. Sehingga ucapan kita membangun pribadi yang punya kebanggaan sehat atas dirinya (self-esteem). Sapalah orang tua kita dengan kata yang manis dan tulus. Sapalah saudara-saudara kita dengan kata yang membuatnya suka cita. Sapalah sesama kita sehingga mereka bangga menyatakan kita adalah sahabatnya. Jika kita punya anak, punya cucu, sapalah mereka, sehingga mereka menempatkan kita sebagai sosok yang membanggakannya. Kita dimampukan untuk mengingat kembali betapa berharganya ucapan yang kita samapaikan.

Kita berdoa, “ya, Allah. Karuniakan kemampuan agar kami dapat memproduksi ucapan yang membuat sesama kami bersuka cita dan bahagia. Agar barang siapa mendengarnya mereka tercerahkan dan terberkati. Mampu kami menjaga lidah kami supaya tidak membuat luka perasaan orang tua, anak, pasangan hidup, saudara dan sesama kami.

Kami berdoa untuk ibu-bapak, para lansia dan anak-anak. Semoga Tuhan Yang Maha Baik melindungi dari berbagai ancaman bahaya. Kasih-Nya menuntun ke jalan yang benar.

Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno