Oleh Pdt. Supriatno
Bacaan: Hakim-hakim 7:7
Selamat pagi, ibu-bapak, mbak-mas, oma-opa dan Saudaraku yang baik. Semoga pagi ini, kita menghirup udara hari baru seraya mengucap syukur kepada Allah. Karena Dia-lah, kita dan keluarga kita masih dipercaya Tuhan untuk menjalani kehidupan.
Firman Tuhan yang hendak kita renungan adalah “Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: “Dengan ketiga ratus orang yang menghirup itu akan Kuselamatkan kamu: Aku akan menyerahkan orang Midian ke dalam tanganmu; tetapi yang lain dari rakyat itu semuanya boleh pergi, masing-masing ke tempat kediamannya.”
Hakim-hakim 7:7
Saudaraku, jika ada anggapan untuk mengatasi sebuah kesulitan besar, maka cara pemecahan terbaiknya dengan merekrut orang sebanyak-banyaknya. Itu namanya pendekatan kuantitas. Sebuah pilihan yang mengutamakan faktor jumlah.
Dalam hal biasapun, orang terpaku pada pola pikir seberapa banyak yang kita miliki itu penting. Sering saya mendapat pertanyaan, “pak pendeta, berapa jumlah anggota jemaat di sini?”. Barangkali di antara kita pun pernah bertanya model demikian, “berapa banyak populasi kristen di Indonesia.” Jarang, malah rasanya belum pernah, saya menerima pertanyaan, “pak pendeta, bagaimana kualitas anggota jemaat di Gereja ini?”.
Kuantitas atau kualitas yang Anda pilih? Bila bicara uang, tentu orang puas jika jumlah banyak yang dimiliki. Jika berkaitan dengan anak, mending punya anak banyak atau cukup punya satu-dua yang berkualitas?
Saudaraku, Israel tengah menghadapi musuh berat. Perlengkapan perangnya lebih hebat. Terlebih lagi Bangsa Midian punya tentara 135.000 prajurit. Jumlah yang fantastik waktu itu. Jumlah yang membuat hati Gideon dan jiwanya gentar.
Di mata Tuhan. Pola pikir dan strategi serta pendekatan kuantitas bukan jawaban, agar bisa meredam kekuatan bangsa Midian. Buat apa punya banyak prajurit, sementara itu pengalaman, keahlian dan keberanian perang tidak dimiliki. Lagi pula, Israel tidak punya jumlah tentara sebanyak itu.
Saudaraku. Tuhan meminta Gideon menyeleksi prajurit-prajuritnya. Seleksi dilakukan. Kemudian, yang terbaik yang dikirimkan ke medan perang, bukan jumlah yang sebanyak-banyaknya. Yang terpilih 300 orang, yang jadi tumpuan harapan. Dan itu jelas tentara pilihan.
Saudaraku, bagaimana 300 orang menghadapi ratusan ribu tentara musuh? Dari segi jumlah sudah kalah. Jumlah prajurit Israel hanya 0,5 persen dari jumlah prajurit Midian. Percaya atau tidak Israel menjadi pemenang.
Koq bisa? Kuncinya, pertama, pendampingan Allah. Kedua, tentara yang kualitasnya luar biasa. Berani. Cakap. Mampu mengendalikan diri. Tuhan faktor nomor satu, lalu dilengkapi tentara yang bermutu, itulah modal utama Israel.
Dalam kehidupan masyarakat atau gerejawi, di kalangan keluarga milenial, mereka lebih gandrung punya anak cukup satu-dua saja. Tapi, berkualitas. Di sekolahkan di sekolah yang baik. Dalam hal konsumsi, disediakan makanan memenuhi kriteria empat sehat-lima sempurna. Busana yang dikenakan modis dan indah. Sulit para keluarga muda ini merancang mau punya anak lima atau enam. Alamak! Pasti, itu tidak populer buat mereka.
Saudaraku, kita juga ingin gereja kita lebih berkonsentrasi pada pendekatan kualitas. Menjadikan anggotanya bermutu. Sekaligus punya program dan kegiatan yang berkualitas pula. Tidak apa-apa sedikit tapi mampu memenuhi panggilan Allah. Program yang membuat pertumbuhan iman. Daripada banyak program dan kegiatan, tapi hanya show of force (unjuk kekuatan) bahwa dirinya gereja besar.
Begitupun, dalam hal kehidupan keluarga. Betapa kita musti tinggalkan pendekatan punya anak banyak. Kita tidak ingin anak-anak duduk di sekolah tingkat lanjutan pun tidak selesai. Makanan pun tak bergizi. Dan anak-anak itu tidak mendapat porsi perhatian dan kasih yang memadai dari orang tuanya.
Kita perlu menjadi orang kristen yang ilmu pengetahuan memadai, mentalnya tahan bantingan, disiplin, berorientasi pengembangan diri ke depan, mampu bekerja sama dengan siapapun untuk menciptakan kemajuan, dan punya kehidupan spiritualitas baik.
Semoga kita, para anak-cucu, adik, keponakan, menjadi orang kristen yang bermutu. Kecil tapi cabe rawit, orang bilang. Kecil tapi berkontribusi besar bagi gereja dan masyarakat. Buat apa kuantitasnya banyak tapi lebih menyumbang masalah bagi masyarakat. Semoga demikianlah kita dan gereja kita. Semoga Tuhan mengapresiasi pendekatan ini.
Kita berdoa, Tuhan, kami bersyukur atas kebaikan-Mu menjadi bagian sehari-hari hidup kami. Kami adalah kawanan kecil namun kiranya menjadi murid-Mu yang berkualitas.
Kami berdoa agar yang kami alami hari ini dan kami jalani bersama-Mu mendatangkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kedekatan dengan kebenaran-Mu. Yang sakit disembuhkan. Yang bergumul, dikuatkan. Kiranya kami menikmati kebaikan yang tak kenal ujung di sepanjang hari ini. Berikan berkat agar kami mampu menjadi berkat.
Seluruh doa dan harapan kami ini kami panjatkan dalam nama Yesus, Tuhan kami. Amin.