Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: Kejadian 6:13
Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, Sang Pencipta kehidupan yang mengaruniakan kita pagi di hari yang baru. Seiring dengan itu, kami mengucapkan selamat pagi Saudara-saudaraku yang baik.
Firman Tuhan, “Berfirmanlah Allah kepada Nuh: “Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi.”
Kejadian 6:13
Saudaraku. Manusia suka meniru. Apa yang dilakukan orang lain itu juga yang ingin dilakukannya. Dalam hal busana, misalnya, pilihan kita sangat dipengaruhi oleh busana yang dikenakan oleh tetangga, teman atau selebritis. Presiden kita pak Jokowi dalam tugas kepresidenan yang bersifat turun ke lapangan suka memakai sepatu olah raga.
Saya yakin, jika ada yang sempat memfoto merek sepatu itu dan memviralkannya lewat media sosial, wow.. merek sepatu dan modelnya akan laku keras. Itulah, sifat imitatif atau suka meniru yang ada pada diri manusia.
Keinginan untuk sama atau dipakai istilah sifat meniru, tidak semata-mata pada busana, sepatu tetapi mencakup pula perilaku. Saya ingat, sebuah keluarga bercerita tentang perubahan mendadak perilaku anak laki-lakinya. Tanpa ada hujan atau angin, anak itu berteriak menirukan suara dan gerakan seorang pesilat, sambil kakinya menendang adik perempuannya. Tentu saja keluarga itu terkaget-kaget. Mengapa tiba-tiba anak lelakinya melakukan kekerasan. Dan korbannya adalah adiknya sendiri.
Apa sumber penyebabnya? Malam sebelumnya, anak lelaki keluarga itu nonton film. Film yang ditayangkan bertema kekerasan, ada adegan pukul-memukul. Oh, rupanya si anak meniru adegan dari film yang terekam dalam pikirannya. Ketika dia marah kepada adiknya, ia mempraktikkan kekerasan seperti dalam film itu.
Saudara, tiru-meniru merupakan hal yang lazim. Yang patut kita sadari dan waspadai adalah hal apa yang ditirunya. Kita meniru karakter presiden kita dan istrinya yang amat sederhana, tidak glamour, jujur, dekat dengan rakyat, tentu itu bagus. Tapi, kalau kita meniru membuat berita hoax atau ujar kebencian (hate speech) seperti yang sekarang banyak beredar dengan isi penuh kebohongan dan fitnah, itu jangan. Sebab itu meniru harus disertai juga hati nurani dan dikawal Roh Kudus supaya jangan asal meniru.
Contoh keluarga yang berani beda adalah Nuh beserta istri dan ketiga anaknya, Sem, Ham serta Yafet. Allah melihat bumi telah rusak dan kekerasan meraja lela. Keluarga Nuh tidak meniru dan menjadi bagian di dalamnya.
Bumi tidak nyaman dihuni dan manusia kehilangan masa depannya. Marak terjadi apa yang disebut budaya kekerasan. Kejahatan menjadi praktek hidup sehari-hari. Dan tindakan merusak itu telah melanda bumi.
Akhirnya, Allah mendatangkan air bah. Allah memutuskan memusnahkan bumi, sekaligus menghentikan budaya kekerasan dan generasi manusia yang suka meniru kekerasan.
Saudara, cuma Nuh dan keluarganya yang masih waras. Waras dalam beriman dan berperilaku. Bertahan untuk tetap berbeda dengan corak kehidupan di sekelilingnya. Keluarga ini bagaikan bunga teratai tetap hidup dan berbunga di atas air yang kotor. Tanpa mereka harus ikut-ikutan kotor.
Kini, kita pun menemui kehidupan yang kental dengan perilaku kekerasan. Perbedaan pendapat tidak bisa diselesaikan dengan dewasa dan penuh cinta kasih. Cara penanganannya dengan menggunakan cara menang-kalah. Kuat-kuatan. Terutama dengan cara penggunaan dan bentuk kekerasan.
Akibatnya, yang kuat secara fisik dan punya kekuasaan bertahan dan yang lebih lemah harus jadi korban kekerasan. Hidup antar manusia saling bersaing, bukan saling membantu.
Saudaraku. Bulu kuduk kita berdiri membayangkan pola kehidupan seperti itu. Pola hidup demikian pasti sangat memprihatinkan Allah.
Meminjam istilah pujangga bernama Ronggowarsito, jaman Nuh saya kira jaman edan, gila. Namun, kita melihat keteladanan keluarga Nuh. Justru dengan tidak ikut edan, Tuhan menyelamatkan mereka. Kewarasan mereka yang membuat Allah berkenan atas keluarga ini.
Kita berdoa, “Ya, Allah. Engkau meminta kami untuk bersaksi di tengah dunia ini. Kiranya kami bisa menjalankan kesaksian ini dengan berperilaku yang benar, waras, di tengah ketidak warasan yang kami lihat, dengar dan bisa saja kami pernah ikut lakukan. Kuasai hidup kami dengan Roh Kudus, supaya kami tahu dan mampu membedakan mana yang salah dan benar. Dan kami dimampukan berjalan di jalan yang benar dan sehat secara iman.
Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.