Jangan Salah Pilih

Oleh Pdt. Supriatno

Selamat pagi, seluruh Saudaraku yang baik, yang saya kasihi dan hormati. Kita bersyukur, bahwa Allah senantiasa memungkinkan kita dengan perjalanan hidup yang di dalamnya kita mengecap kasih Allah. Puji Tuhan.

Saudaraku. Saya mengajak kita merenungkan firman Tuhan dari, “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” Amsal 27:17

Saudaraku, baik binatang maupun manusia digolongkan sebagai makhluk hidup. Sosok makhluk hidup itu secara bertahap berkembang. Mari kita lihat, begitu seekor bayi sapi lahir ke dunia dari rahim ibunya. Pada awalnya, beberapa saat bayi sapi itu agak susah berdiri. Tapi, dalam hitungan waktu satu-dua jam dia berkembang begitu cepat. Semula untuk berdiri saja masih gontai. Kurang stabil, agak goyang. Tapi, setelah itu dia berdiri lebih kuat dan akhirnya dalam hitungan jam dia berdiri sempurna. Demikian juga ia kemudian mampu berjalan secara sempurna juga.

Bukankah dalam keperbedaannya, manusia pun hadir di dunia tidak langsung sebagai sosok yang sudah jadi dengan sempurna? Bahkan tahap perkembangan manusia lebih jelas lagi, proses perkembangannya kelihatan membutuhkan waktu. Begitu lahir, seorang bayi manusia sudah bisa membuka mata. Namun, Dia belum bisa bisa melihat. Seorang bayi memiliki kemampuan melihat harus menunggu dulu berapa hari. Agar bisa berdiri butuh waktu sekitar 7-8 bulan. Seorang bayi yang bisa berteriak atau menirukan suara ayah atau ibunya, itu juga sama, harus menanti berbulan-bulan, bahkan tahunan.

Saudaraku. Semua makhluk hidup, terutama yang mau kita perhatikan adalah manusia, bagaimanapun bisa berkembang memerlukan proses dan waktu. Saya, dan bisa jadi juga Anda, tentu belum pernah melihat seorang bayi yang lahir ke dunia sudah jadi. Dalam arti sudah bisa melakukan apa yang lazimnya manusia lakukan. Tidak pernah bukan, ada anak bayi langsung bisa berdiri, bisa jalan, bisa berkata-kata, bisa makan sendiri, bisa panggil papa-mama, bisa menyanyi, dsb? Sedangkan menurut kitab suci Al’quran, dalam surat Mariam, ada yang seorang bayi yang langsung bisa bicara. Bayi itu bernama Isa, Allaihi salam, atau Yesus Kristus.

Poin ini yang mau kita angkat. Pertama, bahwa manusia itu datang tidak langsung jadi. Melainkan terus berkembang. Bahkan, hal yang berkembang itu pun tidak semata-mata terbatas fisiknya, namun menyeluruh. Kepintarannya berkembang, imannya berkembang, kepribadiannya berkembang, ketrampilannya tentang hal tertentu berkembang, dll. Dari sejak lahir manusia itu terus berkembang tanpa henti. Secara fisik bisa saja manusia begitu memasuki masa tua organ tubuhnya tidak lagi berkembang, tapi sikap bijak, kematangan, kedewasaannya tidak berhenti perkembangannya.

Lihat saja, begitu jumlah gigi kita sudah tumbuh semua, tidak ada lagi gigi baru nyusul. Yang ada, makin tua makin banyak yang rapuh dan tanggal. Dan tidak ada gantinya. Sebaliknya, keberimanan ataupun kematangan kepribadian, itu tidak seperti gigi. Keberimanan dan kepribadian tidak berlaku setelah mencapai tahap perkembangan tertentu, lalu imannya merotoli, atau copot satu demi satu. Melainkan iman dan kepribadian seseorang terus berproses makin dewasa dan matang.

Poin kedua, selain manusia itu terus berproses (dalam istilah filsafat manusia itu menjadi), ada kenyataan yang tidak bisa dihindari, yaitu dia bisa berkembang memerlukan orang lain. Seorang manusia berkembang semata-mata karena ada sumbangsih orang di luar dirinya. Anak atau cucu kita bisa berjalan juga tidak terlepas dari bantuan kita. Kita pegang tangannya, lalu kita melatihnya bisa berdiri. Setelah cukup mantap bisa berdiri, selanjutnya melatih agar dia bisa belajar melangkah. Dengan sabar kita menemani dan melatih agar dia dapat melangkah satu demi satu, sampai akhirnya bisa berdiri dan berjalan mandiri setelah bayi itu mencapai usia tertentu.

Saudaraku. Tidak ada manusia pintar, trampil, sehat, dan mampu melakukan berbagai kegiatan tanpa topangan yang lain. Tidak bisa, malah mustahil. Konon, sekarang orang bisa pintar tanpa memerlukan guru di kelas. Orang bisa pintar cukup belajar dari mbah google. Memang bisa saja, tapi kita ingat di balik mbah google ada manusia yang memprogramnya.

Jadi, tanpa manusia yang lain kita tidak akan maju dan berkembang. Kita bisa trampil berkendara karena ada orang lain yang mengajari. Kita bisa mengembangkan kesetiaan kepada Tuhan karena ada pemimpin agama. Dalam hal apa saja, kehadiran dan peran orang lain itu dibutuhkan untuk kita bisa maju, berkembang, bijaksana, punya watak terpuji, dsb. Itulah yang dalam bahasa Amsal di atas, ” besi menajamkan besi. Orang menajamkan sesamanya”.

Jelas, kita butuh orang lain. Untuk itu tanpa berkomunikasi dengan orang kain kita tidak akan berkembang. Tanpa interaksi dengan sesama kita tidak akan maju. Hanya, ini perlu juga kita tegaskan, yaitu kita butuh orang yang bisa membawa kemajuan dan perkembangan yang sehat secara jasmani dan rohani. Kita juga musti seleksi atau saring siapa sesama kita.

Saudaraku. Besi bisa menajamkan besi yang lain, tapi ada juga besi yang mematahkan atau merusak besi yang lain. Jika kita berkomunikasi dengan orang yang bergajul, maka tingkah polah dan pikiran kita bukan makin bijak melainkan ikut bergajul. Jika kita punya pendirian lemah, sebaiknya hindari pergaulan dengan orang yang korup. Yakinlah, jika kita abaikan pesan itu, maka cepat atau lambat perilaku korup akan menulari kita. Karena itu ada nasihat, “jika ingin sukses, bergaulah dengan orang sukses”. Mengapa? Kita akan terinspirasi semangatnya, visinya, keuletannya, kecerdasannya, dsb. Jika kita punya jiwa yang kuat, bolehlah kita bergaul dengan orang yang salah jalan dalam hidupnya. Supaya orang itu terpengaruh enerji positif kita. Tapi, seandainya jiwa kita lemah jangan berteman dengan yang salah jalan, karena kita akan terpapar energi negatifnya. Akhirnya, kita ikut salah jalan juga. Hindari salah gaul dan salah jalan pula.