Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: Yeremia 24:7
Selamat pagi, Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus. Selama kita bernafas kiranya kita terus bersyukur kepada Allah yang Pengasih. Pagi ini pun kita patut bersyukur kepada Allah.
Firman Tuhan bagi kita hari ini, “Aku akan memberi mereka suatu hati untuk mengenal Aku, yaitu bahwa Akulah TUHAN. Mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku ini akan menjadi Allah mereka, sebab mereka akan bertobat kepada-Ku dengan segenap hatinya.”
Yeremia 24:7
Saudara-saudaraku, seorang anak remaja berkata pada ibu-Nya, “ibu, kelak jika aku telah menyelesaikan sekolahku. Aku ingin segera bekerja. Dan aku akan membelikan ibu pakaian yang indah“. Ungkapan ini tentu kita tahu, itu sebuah janji seorang anak buat ibunya. Betapa seringnya kita berjanji kepada orang lain, atau sebaliknya, orang yang berjanji pada kita. Sebuah janji bersifat rencana. Karena itu banyak menggunakan kata “akan”, “bila”. Pemenuhannya berlangsung membutuhkan waktu. Contoh lain,” aku akan melayani Tuhan tahun depan”.
Sebuah janji terasa menyenangkan bagi yang sang penerimanya. Betapa berbunga-bunga hati dan perasaan ibu yang mendengar janji anaknya di atas. Ia senang bahwa kelak ia akan mengecap ungkapan kasih putrinya. Itu, baru janji dengan kategori yang tidak terlalu sulit pemenuhannya. Apalagi sebuah janji bernada muluk-muluk, seperti, ” nanti, deh. Mama aku belikan mobil kalau aku sudah kerja”. Tentu hati sang ibu makin melambung suka cita. Ibunya senang meski ada nada ragu.
Selain, hal di atas. Sebuah janji diutarakan terutama kepada orang yang kita kasihi, teman dekat, kerabat yang dianggap istimewa. Kini, para elit tengah berpolemik mengenai apakah PILKADA diselenggarakan tahun ini atau ditunda.
Jika tetap diselenggarakan nanti kita bisa lihat. Pada masa kampanye PILKADA akan meluncur dari mulut para Calon Pemimpin sekian banyak janji-janji . Entah tulus atau tidak, janji-janji mereka kepada kita seakan-akan menempatkan kita istimewa. Kita berharga di mata para calon-calon itu. Sehingga janji-janjinya semua manis. Ada yang berjanji ” membuat harga murah”, “Ini atau itu gratis “, “Bantuan pendidikan”. Janji itu hendak memperlihatkan betapa kita diperhatikan kebutuhan-kebutuhan kita, dan mereka akan memenuhinya kelak jika kita pilih.
Saudara, Allah juga berjanji. Kepada Abraham Ia berjanji akan mengaruniakan keturunan yang banyak bagai bintang-bintang di langit. Kepada Israel, Allah berjanji akan membawa keluar dari Mesir dan membawa mereka masuk tanah perjanjian. Perhatikan, Allah berjanji karena Allah mengasihi Abraham, sama Ia juga menyayangi Israel. Dan semua janji-janji-Nya dipenuhi. Allah setia menepati-Nya.
Firman Tuhan pagi ini pun bersifat janji. Ia akan memberikan hati yang membuat kita mengenal-Nya. Apakah janji ini direalisasi? Jelas, ya. Roh Kudus memampukan kita mengenal dan mengimani-Nya. Menurut Alkitab, Dia menjadi Allah kita dan kita umat-Nya semata-mata realisasi janji Allah. Dengan demikian, kehidupan keimanan kita merupakan inisiatif Allah. Allah menempatkan Saudara dan Saya berharga. Ya, kita istimewa di hadapan-Nya. Maka, iman kita juga berharga karena merupakan pemberian-Nya.
Saudara, kita suka mendengar ungkapan “janji palsu”, “ah, janji doang”. Ungkapan demikian hendak menyatakan bahwa ternyata janji itu enak didengar namun tidak seindah realisasinya. Bisa saja yang direalisasi berbeda dengan yang dijanjikan. Atau janji itu sama sekali tidak menjadi kenyataan. Karena itu, banyak orang mengalami dikecewakan oleh sebab sebuah janji. Kita bersyukur bahwa Allah yang kita imani adalah yang berjanji sekaligus yang menepati janji-Nya dengan indah. Termasuk Yesus yang bangkit dari maut, itu juga sudah dijanjikan Allah.
Kita hidup kerap sarat atau penuh pernyataan berisikan janji. Saat kita Sidi atau menyatakan iman secara dewasa, kita berjanji kepada Tuhan akan setia. Ketika melangsungkan perkawinan, kita berdiri di depan Jemaat menyatakan janji setia dalam perkawinan. Begitupun kita berjanji menjadi ayah atau ibu yang baik bagi anak-anak saat mereka hadir di dunia ini. Kita berjanji menjadi pegawai yang berintegritas saat dilantik sebagai pegawai atau karyawan. Kita berjanji membahagiakan orang tua kita, saat kita melihat dan merenungkan perjuangan mereka. Dan banyak lagi.
Dari sekian janji yang kita utarakan, sudahkah menjadi kenyataan? Berapa kali kita gagal, sebab tidak mudah mewujudkannya? Ya, dalam konteks janji, Allah melakukan dan telah mewujudkannya. Maka, baiklah kita memohon kuasa-Nya menguatkan kami memenuhi janji-janji kita.
Kita berdoa, “Tuhan mampu kami merealisasikan janji-janji yang pernah dan akan kami utarakan. Agar membuat Engkau dan sesama kami bersuka cita.”
Biarlah hari ini, atas perkenan Tuhan dalam keluarga dan rumah kami masing-masing, kami mengecap janji-Mu yang manis. Dalam Yesus, semua permohonan ini kami panjatkan. Amin.