Merindukan Pembenaran Allah

Oleh Pdt. Supriatno

Bahan: Lukas 28:11-14

Selamat pagi, ibu-bapak, mbak-mas, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Semoga pagi ini, kita menyongsong hari baru seraya mengucap syukur kepada Allah. Sebab, karena Dia-lah, kita dan keluarga kita masih diberi umur kehidupan.

Firman Tuhan hari inj, Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; (12) aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. (13) Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. (14) Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Lukas 28:11-14

Saudaraku, ada dua sikap manusia di hadapan Tuhan. Pertama, tipe manusia yang merasa punya prestasi keagamaan. Dia merasa semua tuntunan agama sudah diikuti. Semua kewajiban agama telah dipenuhi. Sehingga perjumpaan dengan Tuhan lebih bersifat laporan keberhasilan. Dia membeberkan segala hal yang berhasil dicapainya. Orang seperti ini, datang kepada Tuhan dengan kepala tegak dan dada penuh kebanggaan.

Orang Farisi termasuk tipe itu pada jaman Tuhan Yesus. Orang tipe seperti itulah, doa pun bukan momen perjumpaan yang diisi kerendahan hati. Doa lebih pada mengagungkan diri sendiri, merendahkan orang lain. Doa itu pameran kesuksesan. Dengan demikian, orang Farisi tidak butuh pembenaran dari Allah. Mereka merasa sudah benar. Tidak butuh dibasuh dosanya, merasa sudah suci. Bagi mereka seakan-akan ketentuan agama telah tuntas dijalani.

Lain hal profil pemungut cukai. Ia merasa hidupnya sarat kesalahan. Hidupnya penuh kegagalan mewujudkan bimbingan dan nasihat keagamaan. Ia merasa kecil. Dosa terlalu berat. Tidak heran ia tidak mempunyai keberanian mendekatkan diri pada Tuhan. Ia merasa terlalu kotor di hadapan Tuhan yang suci. Sikapnya penuh sesal. Sesal bahwa ia telah gagal memberikan sikap terbaik pada Tuhan.

Saudaraku, di mata Tuhan orang Farisi tidak memerlukan pembenaran Tuhan. Sudah merasa benar. Tipe manusia seperti ini bisa jadi kita temukan saat kini. Kewajiban agama yang dipenuhi jadi pameran. Akhirnya, sikap kesombongan yang menonjol. Dia merasa lebih saleh, suci dan benar. Bahkan bagaikan polisi spiritual. Mengontrol ketat sikap keagamaan sesuai versinya dilaksanakan umat, atau diabaikan.

Lain halnya, orang Farisi. Dia merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan. Sehingga jika dia diterima Tuhan dengan segala cacat cela perilakunya, oh itu anugerah terbesar. Pemberian tak ternilai. Pemberian yang betul-betul sangat berharga. Doanya bukan laporan prestasi, melainkan mencerminkan kerinduan terdalam. Doa ketukan hati Tuhan agar diterima. Doa merupakan wujud kerinduan untuk diterima dan dipeluk Allah. Lewat doa mereka berharap penerimaan Tuhan menjadi nyata.

Saudaraku, Yesus datang bukan untuk tipe orang Farisi. Tuhan Yesus datang sebagai tabib. Sedangkan yang membutuhkan tabib adalah orang sakit. Mereka yang merasa tidak layak. Kotor. Menatap Allah pun tidak berani. Kepada mereka itulah, Dia datang ke dunia. Dia membuka hati-Nya menerima orang-orang yang tidak sempurna. Dia meninggikan orang sungguh rendah hati di hadapan Tuhan. Mereka yang tidak mengecam orang lain. Karena merasa dirinyalah yang layak dikecam. Mereka yang tidak pameran prestasi keagamaan. Karena mereka merasa Allah begitu agung. Dan mereka debu di hadapan-Nya.

Saudaraku, mari kita mengisi hari-hari di mana sebagian dari kita menyiapkan hati mengikuti sakramen Perjamuan Kudus. Mari kita penuhi undangan-Nya dengan pengakuan jujur dan rendah hati. Bahwa benarlah kita orang bersalah. Dosa kerap kita lakukan. Kita merindukan pembenaran Allah. Dialah telaga pengampunan kita. Puji syukur, Allah datang ke dunia. Dia mengulurkan tangan kepada kita. Kita dijadikan layak. Kita menjadi anak-anak-Nya. Dalam ketidak layakan kita berbenah diri. Semoga Allah saja yang menguatkan kita. Kita berlindung pada karya Allah yang menyelamatkan dalam peristiwa salib.

Kita berdoa. “ Tuhan, membawa ke hadirat-Mu kehidupan hari ini dan seterusnya kepada Engkau Maha Pengampun. Agar kami tidak tinggi hati, melainkan memptaktikkan hidup yang rendah hati (humble).

Kami berdoa untuk keluarga dan orang-orang yang kami kasihi. Semoga Tuhan memberi hidup suka cita serta sejahtera menyertainya. Berkati mereka dengan kebahagiaan di hari ini. Kiranya berkat terbaik ia kecap dalam perjalanan pribadi.

Tuhan, kasihani mereka yang tengah berjuang dalam kesulitan di masa pandemik. Ulurkanlah kasih-Mu dan ringankan beban mereka.

Inilah, doa kami Tuhan. Dengarlah dan kabulkanlah. Amin.