Oleh Pdt Supriatno
Selamat pagi, seluruh Saudaraku yang baik. Kita bersyukur dan berterima kasih pada Allah, jantung kita masih berdetak, paru-paru kita masih bernafas, panca indra kita masih bekerja dan organ tubuh yang lain tetap berfungsi. Itu tanda nyata, betapa baiknya Tuhan. Sekaligus kita masih dipercaya Tuhan melanjutkan kehidupan.
Firman Tuhan yang hendak kita renungkan berbunyi, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Yohanes 14:2
Saudaraku, gelisah adalah salah satu gejolak perasaan. Ditandai dengan adanya rasa hati yang tidak tentram. Ketika tidur malam, kualitas tidur tidak lelap. Bahkan, bila terbangun tiba-tiba di malam hari dan sulit memejamkan mata kembali. Pikiran menerawang kemana-mana. Ada suasana lesu. Kurang bergairah melakukan aktivitas. Orang yang dilanda kegelisahan mengalami “tidur tak nyenyak, makan tak enak.”
Setiap gejolak perasaan pasti ada sebabnya. Tidak ujug-ujug. Orang yang tidak mempunyai kepastian atas masa depannya bisa gelisah. Lihat, orang menjelang pensiun tak lepas dari sergapan kegelisahan. Terutama, buat orang yang belum punya gambaran bagaimana mengisi hari-pensiun ke depan.
Konon juga, buat perempuan yang menjelang usia 50 tahun, suka gelisah. Disebabkan ada hal terbaik dari dirinya, dirasanya mulai menurun. Sesekali menghitung kerutan kulit wajahnya sambil bercermin. Atau menatapi uban satu persatu yang mulai mewarnai rambut kepala. Sambil bertanya dalam hati, “masihkah aku menarik dan dicintai pasanganku?”
Saudaraku, banyak faktor penyebab ketidak tentraman hati. Dan orang yang mengalami bisa siapa saja. Bisa dari buruh kecil sampai pejabat tinggi. Dari orang yang serba kekurangan sampai orang yang hidupnya serba kelimpahan. Termasuk apapun agamanya. Atau bisa juga Anda dan saya. Sesungguhnya, semua orang bisa dihinggapi kegelisahan diri. Tidak ada seorangpun yang kebal atau imun dari kegelisahan.
Termasuk para murid Tuhan. Mereka pun gelisah, sebab mereka sadar kelak akan ada perpisahan fisik dengan Guru mereka, Yesus Kristus. Mereka takut dan kuatir apabila hal itu menjadi kenyataan. Bagaimanakah nasib masa depan kelak? Apakah nasib mereka berjalan di rute kehidupan yang baik, apabila Tuhan Yesus meninggalkan mereka? Atau justru nasib buruk telah menanti mereka? Pertanyaan-pertanyaan demikian bisa saja muncul, lalu mengusik ketentraman hati mereka.
Saudaraku, Tuhan Yesus menangkap suasana hati mereka. Hati yang tidak tenang dan tentram. Ada keraguan dalam diri para murid-Nya memasuki masa depan. Rasa ragu yang menumbuhkan rasa takut. Tuhan Yesus melihat bahwa para murid-Nya musti diyakinkan agar mereka tidak takut maupun kuatir. Untuk itu, Tuhan Yesus meminta mereka percaya kepada-Nya. Ya, kata kunci menangkal kegelisahan adalah percaya. Dalam hal ini percaya kepada Allah dan percaya pada Tuhan Yesus.
Percaya di sini mengandung arti menyerahkan hidup dan masa depan mereka kepada-Nya. Bukankah Tuhan Yesus Pemilik masa kini, sekaligus mada depan? Pemilik artinya Ia punya kuasa mencipta dan mengubah kehidupan masa kini maupun masa depan. Dengan menghargai pilihan bebas kita, Ia berkuasa merancang hidup kita kini dan nanti.
Dengan demikian, Yesus meminta para murid percaya kepada-Nya itu saran dan solusi tepat serta terbaik. Seumpama pengobatan, itu terapi termanjur. Betul. Kegelisahan akan terobati dengan memasrahkan nasib kepada Tuhan saja. Banyak orang tetap gelisah sebab beban kekuatirannya tidak dilepaskan. Seharusnya, biarkan Tuhan yang memimpin hidup kita ke depan. Serahkan masa depan kita kepada-Nya.
Saudaraku. Tatkala kini kita tengah didera kegelisahan. Entah karena pergumulan ekonomi yang tak kunjung usai, entah relasi perkawinan yang kehilangan harmoni, entah sakit yang masih mendera, atapun yang jadi sumber kegelisahan dan beban pikiran serta hati. Jelas, anjuran dan permintaan Tuhan Yesus agar percaya kepada-Nya, kita tidak punya dasar mengabaikannya. Memang yang terbaik arah ke sanalah kita musti berpaling.
Mengapa? Sekali lagi, bagaimanapun, Dia paling tahu hal terbaik buat kita. Kita sudah dan akan mengalami, rancangan-Nya atas hidup kita bernuansa damai sejahtera bukan kemalangan. Bukan nestapa tapi rancangan berpengharapan. Niscaya, dengan percaya kepada-Nya, kelak Dia akan melepaskan beban kegelisahan kita. Bukankah kita ingat dan meyakini kebenaran firman Tuhan, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” ( 1Petrus 5:7).