Refleksi Harian: 2 Korintus 12:9

Tegar Dan Sabar

Selamat pagi, ibu-bapak, kakek-nenek dan saudara-saudaraku yang baik. Waktu terus bergulir. Perjalanan hidup kita berlanjut. Ada yang sehat, ada yang sembuh dari sakit, ada pula yang tengah menantikan pemulihan dan kesehatan. Dalam keragaman itu, kita tetap bersyukur. Bahan refleksi harian: 2 Korintus 12:9.

Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku

2 Korintus 12:9

Saudaraku, setiap orang yang mengajukan permintaan harapannya satu, dikabulkan. Keinginannya terpenuhi sesuai dambaan. Jawaban “ya” atas sebuah permintaan melahirkan kelegaan dan suka cita. Sebaliknya, orang tidak siap jika permohonannya mendapat penolakan. Kata “tidak” adalah kata yang paling tidak ingin didengar.

Orang tidak siap menerima kenyataan bahwa permintaannya tidak dikabulkan. Seorang anak yang permintaannya tidak dipenuhi orang tua, bisa langsung menangis. Kesal dan kecewa. Demikian pun sebaliknya, jika orang tua mengajukan permohonan kepada anaknya. Hanya berbeda ekspresi atau ungkapan kekecewaannya.

Rasul Paulus, imannya besar, pengikut Kristus yang setia dan pekabar Injil yang gigih. Tiga kali ia memohon Tuhan mengambil “ duri dalam daging”, tiga kali pula ia ditolak. Ia mendapat jawaban “tidak” dari Allah. “Duri” itu masih terus ada dalam dirinya. “Duri” yang dimaksud penyakit yang menghambat aktivitasnya.

Saudaraku, ditolak sebenarnya hal lazim dalam kehidupan. Akan tetapi, berdampak rasa kecewa, marah, jengkel bila penolakan itu lahir dari pihak yang diasumsikan akan memberi. Ketidaksiapan menerima kata “tidak” dari anak, orang tua, apalagi Allah lebih besar. Ketimbang ditolak oleh orang yang tidak kenal.

Rasul Paulus sendiri pernah meminta kepada Allah buat kesembuhan buat orang lain yang lumpuh. Allah kabulkan. Namun, ketika Rasul Paulus meminta buat dirinya sendiri jawaban Allah adalah “tidak”. Dengan menyatakan “cukuplah kasih karunia-Ku kepadamu”. Allah menolak permohonan hamba-Nya yang setia. Sehingga kemana pun Rasul Paulus pergi, penyakit itu tetap mendekam dalam tubuhnya.

Bagaimanakah Rasul Paulus menyikapi penolakan Allah? Apakah kemudian dia meragukan kebaikan Allah? Atau merasa kecewa berat lalu menghentikan aktivitas mengabarkan Injil, ia mogok?

Saudaraku, sekali-kali rasul Paulus tidak berpikir untuk berhenti setia setelah permohonannya ditolak Allah. Tak terlintas pada pikirannya hendak bermalas-malasan. Ia pun tidak memutuskan untuk berhenti mengabarkan Injil. Ia menempatkan penolakan itu dengan pernyataan “aku bermegah dalam kekuranganku supaya kuasa Kristus menaungiku”.

Justru dengan rasul Paulus dalam kondisi tetap sakit, ia makin mengandalkan Allah. Karena itu, ia tetap setia, kegigihannya tidak berkurang.

Saudaraku, sikap Rasul Paulus menyikapi penolakan Allah dengan sikap positif. Ia tidak berpaling dari Allah karena perasaan kecewa. Beda sekali, dengan orang yang melupakan gereja. Persekutuan ditinggalkannya. Dan itu dilakukan dengan dalih Allah tidak menjawab doa-doanya.

Saudaraku, Beethoven, seorang komposer lagu terkenal. Salah satu karyanya sangat disukai mantan presiden kita, alm. Gus Dur. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya telinganya menjadi tuli. Tidak bisa mendengar apa-apa. Padahal modal komposer harus mampu mendengar karyanya.

Dengan hati yang hancur ia berkata, “seandainya saya dibebaskan dari penderitaan ini seluruh dunia akan saya peluk”. Keinginan hatinya yang berapi-api itu juga tidak mengalami kesembuhan. Ahli musik terkenal itu tidak menyerah. Ia berkata, “ saya akan mati-matian melawan nasib saya. Betapapun ketulian saya ini takkan bisa mematahkan saya”.

Saudara, kita meminta kepada Allah tentu dengan harapan dikabulkan. Jika tidak bukan berarti kehidupan berhenti dan kasih Tuhan berhenti pula. Dalam situasi itu, kita dididik untuk tegar. Tidak cepat menyerah. Dan terus semangat berjalan bersama Allah.

Kita berdoa: Tuhan, kiranya kami mampu menanamkan pentingnya ketegaran dan kesabaran. Sehingga kami tetap setia jika permohonan kami di mata Tuhan tidak berkenan dan ditolak.

Kami mendoakan buat Saudara kami yang sakit, tubuhnya lemah dan mendambakan uluran kebaikan-Mu. Tuhan kiranya hadir di tengah-tengah kerinduan mereka.

Tuhan, bagi Saudara kami yang berulang tahun. Tuhan, karuniakan hidupnya penuh arti. Momen ini dikecap dengan penuh keceriaan. Di tengah suka cita dan bahagia, dia menjadikan hidupnya terus sebagai garam dan terang. Berikan kebahagiaan dan panjang umur.

Kami berdoa agar anak-anak kami yang mengikuti Ulangan Tengah Semester diberi kemampuan dan ketekunan. Sehingga hasil yang dicaoai membawa suka cita.

Tuhan, berkenanlah berada dekat dengan mereka yang mengalami pergumulan pribadi dan keluarga. Semoga Tuhan memberi solusi bagi mereka.

Dalam nama Yesus, doa ini kami panjatkan. Amin

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: 2 Korintus 12:9