Refleksi Harian: Kejadian 6:6

Alat Menata Kehidupan

Selamat pagi, bapak-ibu, mas-mbak, eyang kung-eyang putri dan Saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, pagi yang baru kita masuki. Semoga tidur dan istirahat malam menyegarkan kita. Bahan refleksi harian: Kejadian 6:6

Maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya

Kejadian 6:6

Saudaraku, pernah mendengar seorang mengungungkapkan hatinya kepada anaknya, dan berkata, ”aku menyesal melahirkanmu ke dunia ini”.

Meski belum pernah Anda mendengar dan jika Anda dalam posisi ibu tidak pernah sekalipun mengutarakan demikian. Tapi, jika ada di antara miliaran ibu di dunia ini yang mengatakan demikian pada anaknya. Saya yakin karena anak itu “sudah kebangetan sekali”.

Dalam arti perilaku, sikap dan tindakannya anaknya sudah melampaui batas. Bisa tindakannya jahat sekali. Sudah tidak bisa mendengar nasihat, serta berulang-ulang melakukan kejahatan.

Sungguh itulah yang kita baca dari Firman Tuhan pagi ini. Allah menyesal bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hati-Nya merasa pilu. Mengapa Alkitab menggambarkan Allah dengan ungkapan demikian?

Tentu ada dasarnya. Pertama, manusia setelah jatuh dalam dosa merusak relasi antara laki-laki dan perempuan. Kedua, merusak relasi manusia dengan alam. Ketiga, manusia merusak relasi persaudaraan. Kain membunuh Habil. Keempat, dalam hidup sehari-hari berbuat jahat.

Itulah, Saudaraku, latar belakangnya. Dan sekaligus itulah yang menyebabkan Allah menurunkan air bah yang dashyat. Allah ‘membersihkan’ bumi dari kejahatan manusia. Sekaligus Ia menata ulang bumi dan manusia secara baru.

Karena itulah Allah berjanji, ”sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi” Hukuman cukup sekali dan penataannya tidak lagi menghancurkan kehidupan ini.

Tanda dari janji Allah itu kita tahu adalah pelangi di langit dengan keragaman warna. Pelangi tidak sekedar fenomena alam. Tetapi, Allah memakainya untuk mengingatkan manusia atas kesetiaan janji-Nya.

Saudaraku, jangan lupa. Dalam rangka menata ulang kehidupan di bumi, kita harus ingat keluarga Nuh. Di antara manusia yang membuat Allah menyesal menjadikannya di bumi. Keluarga ini, lengkap: orang tua, anak, menantu. Bukan hanya diselamatkan melainkan juga menjadi keluarga yang dipakai Allah menbangun masa depan baru manusia.

Alkitab bersaksi, “Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sejamannya”. Saudaraku, kualitas hidup kita bisa saja tidak selevel dengan Nuh. Namun kita diingatkan, jika kita bisa hidup benar di tengah ketidak benaran di sekeliling kita. Niscaya, Allah bisa memakai kita untuk menata kehidupan. Hidup kita dan juga dalam ruang lingkup lebih luas.

Kita berdoa: Tuhan, kejahatan dan ketidak benaran tetap hadir di tengah-tengah kehidupan. Kiranya kami tidak terjerat ke dalamnya, melainkan Tuhan memakai kami sebagai alat menata kehidupan

Berilah kami semua merayakan kebaikan-Mu setiap hari dengan ucapan syukur. Kiranya dengan perjalanan waktu yang indah bersama-Mu, kami merasa suka cita dan optimis menjalani hari-hari kami. Karuniakan apa yang didambakan di masa depan agar terpenuhi.

Semua doa ini kami mohon dalam Kristus, kami berdoa. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Kejadian 6:6