Refleksi Harian: Keluaran 15:23,27

Ada Waktunya

Selamat pagi, ibu-bapak, opa-oma dan Saudara-saudaraku yang baik. Puji Tuhan, kita memasuki hari baru. Kiranya kita yang sehat tetap terjaga dan sedangkan yang sakit memperoleh kesegaran dan pemulihan. Bahan refleksi harian: Keluaran 15:23,27

Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya… Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu.

Keluaran 15:23,27

Saudaraku, hidup itu tidak berwajah tunggal. Dalam arti hidup itu beragam. Berbagai suasana datang dan pergi. Tidak kita temukan hidup seseorang yang senang dan gembira terus. Adanya saatnya, suasana kepedihan datang mewarnai. Demikian juga, tidak ada hidup seseorang sedih terus dari masa kecil hingga tua. Tentu kegembiraan pun menghampirinya juga.

Suatu hari almarhum Bunda Theresa dalam pelayanannya di antara orang miskin dan sakit, berjumpa dengan seorang terkapar sakit. Orang itu tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Seolah-olah cuma seonggok manusia yang tidak artinya. Bunda Theresa menghampirinya. Ia memeluk dan membersihkan tubuh orang itu. Dengan kasih sayang dirawatnya orang tersebut.

Pria yang mendapat sentuhan kasih tulus itu berkata padanya. Bahwa selama ini ia meyakini bahwa hidup di dunia ini tidak ada kasih sayang. Namun, perjumpaannya dengan Bunda Theresa menggugurkan keyakinannya yang keliru. Ternyata di dunia ini ada kasih sayang yang sejati.

Saudaraku, dalam perjalanan umat Tuhan keluar dari negeri Mesir ke negeri perjanjian. Dari negeri di mana mereka diperlakukan sebagai budak dan ditindas. Masuk ke negeri di mana mereka menjadi orang merdeka. Dan seiring dengan itu lepas dari penindasan. Mereka mengecap beragam pengalaman dan suasana.

Keragaman suasana itu terlihat saat mereka tiba di Mara. Suatu tempat yang airnya pahit. Sebuah tempat di mana mereka mengalami kekurangan air. Padahal air sumber vitalitas dan kehidupan. Tetapi juga, mereka tiba di Elim. Di sana terdapat 12 mata air dan 70 pohon korma.

Dua suasana kontras. Di Mara, umat Tuhan mengecap kepahitan. Kekurangan dan kejecewaan. Sedangkan di Elim, umat Tuhan mengecap kecukupan, bahkan kelimpahan. Dua suasana yang semuanya dialami dalam perjalanan umat Tuhan.

Saudaraku, potret kehidupan di Mara dan Elim, bisa juga menjadi gambaran hidup kita. Menurut kitab Pengkotbah segala sesuatu ada masanya. Anda dan saya dan semua manusia ada masanya mengalami hidup yang bagaikan di Mara. Kesulitan dan kepahitan serta kekecewaan kita alami. Bisa dalam bentuk sakit, kesulitan ekonomi, hidup perkawinan yang penuh konflik, dsb.

Pada sisi lain, kita mengecap arti manis dan indahnya kehidupan. Kita dilimpahi hidup kecukupan. Anak kita berhasil dalam studi. Kesehatan yang baik. Dan banyak macam bentuk berkat yang lain.

Yang utama, seperti pengalaman Israel. Saat kekurangan, kepahitan kecewa, Tuhan menolong mengubahnya menjadi manis. Dan saat kelimpahan, suka cita, iman dan hati tetap terpaut pada Tuhan. Dengan demikian, dengan beragam suasana hidup, langkah kita tetap bersama Tuhan. Termasuk hari ini.

Kita berdoa: Tuhan, dalam suasana apapun kiranya kami tetap bersama-Mu. Susah tetap beriman kepada-Mu dan saat senang tetap percaya dan berakar pada-Mu.

Berkati saudara kami yang berulang tahun. Karuniakan hati yang penuh suka cita, rasa syukur dan panjang umur. Dan sebagai orang yang tua berbahagia.

Tuhan, kami mengandalkan perlindungan-Mu buat keluarga kami masing-masing, yang kami kasihi. Hari ini, kami dan keluarga kami berlindung di bawah kepak sayap-Mu.

Dalam nama Tuhan Yesus, kabulkanlah doa-doa kami. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Keluaran 15:23,27