Refleksi Harian: Pengkotbah 3:11a

Butuh Waktu

Selamat pagi, ibu-bapak, oma-opa, dan saudara-saudara yang baik. Kita berterima kasih kepada Tuhan, kini kita memasuki hari baru. Seiring dengan itu, kasih-Nya sudah menanti kita. Inil adalah modal penting kita menjalani aktivitas di hari Senin ini. Bahan refleksi harian: Pengkotbah 3:11a

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya…

Pengkotbah 3:11a

Saudaraku, entah mengapa dalam kisah kisah legenda atau mitos mengenai penciptaan tempat tertentu berlangsung hanya satu malam. Kita ingat kisah asal mula terbentuknya gunung tangkuban perahu. Sangkuriang yang jatuh cinta kepada ibunya sendiri, Dayang Sumbi, diminta membuat perahu sesuai permintaan ibunya Dayang Sumbi.

Ternyata Sangkuriang mampu memenuhinya dalam satu malam. Dayang Sumbi mengakali seolah-olah Sangkuriang telah gagal, sebab ayam berkokok lebih dahulu. Sangkuriang naik pitam. Ia menendang perahu itu, dan perahu terbalik itu yang kini konon kita kenal bernama Tangkuban Perahu.

Selain itu, kisah penciptaan Candi Sewu (candi seribu). Bandung Bondowoso terkenal sakti. Ia jatuh cinta kepada Loro Jonggrang yang cantik. Sayang, ia bertepuk sebelah tangan, Lorong Jonggrang menolaknya. Namun kuatir penolakannya berefek buruk. Ia menerima cinta Bandung Bondowoso dengan mengajukan syarat yang berat. Loro Jonggrang minta dibuatkan candi berjumlah seribu.

Batas akhir waktunya (timeline) yaitu ayam berkokok di pagi hari. Lagi-lagi satu malam. Saat Bandung Bondowoso sudah menyelesaikan 999 candi, Lorong Jonggrang ketakutan. Ia merekayasa seolah waktunya habis, ayam telah berkokok. Bandung Bondowoso marah, ia merasa diperdayai. Maka, dengan kesaktiannya ia mengubah sosok Loro Jongrang menjadi candi. Dan itu candi yang keseribu.

Kedua karya dalam legenda itu sama-sama memakan waktu satu malam. Singkat sekali membuat maha karya. Hal tersebut berbeda dengan karya-karya yang ada dalam Alkitab.

Nuh: menunggu 120 tahun sebelum hujan yang dinubuatkan itu tiba.
Abraham: menunggu 25 tahun untuk kehadiran bayi perjanjian.
Yusuf: menunggu 14 tahun dalam penjara karena kejahatan yang tidak diperbuatnya. Ayub: menunggu 60-70 tahun untuk keadilan Allah.

Betapa bedanya legenda dengan kehidupan nyata. Legenda serba cepat. Instan. Tidak butuh waktu lebih dari 1x 24 jam. Tetapi pengalaman tokoh Alkitab menanti terjadinya yang diinginkannya perlu waktu panjang.

Saudaraku. Alkitab mengajarkan cara hidup yang realistis. Bahwa, keinginan meraih sesuatu butuh waktu. Bukan instan. Hal itu membuat kita sabar. Kita dilatih ketekunan. Kegigihan. Dan lewat waktu itulah, insan beriman ditempa. Bahwa meraih sesuatu itu tidak gampang. Karena itu musti menghargai pencapaiannya. Terlebih dari itu, melibatkan Tuhan dalam prosesnya.

Di hari Senin ini, kita hidup dalam sikap realistis. Bahwa untuk meraih hal yang diidamkan perlu waktu. Lewat proses itulah kita bisa melihat keindahan kasih Tuhan.

Saudaraku. Kita bisa memenuhi keinginan meraih hal tertentu bukan bagaikan menggosok lampu aladin. Begitu raksasa baik itu hadir, kita minta dan langsung dipenuhi. Mudah dan cepat. Hidup yang nyata tidak seperti itu, melainkan melewati proses jatuh bangun. Trial and error. Lama memang. Tapi dalam proses waktu lama itu, Nuh, Abraham, Yusuf dan Ayub berkatakter kuat. Tidak cepat menyerah. Sekaligus justru dimatangkan dan didewasakan.

Kita berdoa: Tuhan, nyalakan api semangat untuk melakukan hal yang memberi manfaat kepada-sesama kami meski membutuhkan waktu.

Kami berdoa kiranya Tuhan memberi penghiburan dan kekuatan bagi keluarga yang anggotanya ada yang sakit. Karuniakan pula pemulihan dan kesembuhan.

Kami mendoakan Saudara kami yang berulang tahun. Kiranya hari ini bersuka cita dan dikaruniai panjang umur. Semoga penyertaan Tuhan melahirkan sikap bersyukur atas berkat-berkat Tuhan yang telah diterima.

Doa ini, kami naikkan dalam nama Yesus. Amin.

Happy monday.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Pengkotbah 3:11a