Membawa Pembaruan
Selamat pagi, bapak-ibu, opa-oma dan Saudara-saudaraku yang baik. Saat bangun di pagi ini, semoga tubuh kita lebih bugar dan perasaan kita lebih segar. Kita menyongsong hari baru dengan kehadiran Allah yang memimpin hidup kita. Mari mengawalinya dengan terima kasih dan rasa syukur. Bahan refleksi harian: Roma 12:2.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Roma 12:2
Saudaraku, tentu tahu binatang bunglon. Satu kebiasaan dan kepiwaiannya mengubah diri sama dengan lingkungannya. Jika lingkungannya dominan coklat, tubuhnya berubah kecoklatan. Ia mampu menyamakan dirinya.
Ternyata, yang senang mempunyai kesamaan dengan lingkungannya adalah juga manusia. Tidak heran, muncul naluri untuk bersahabat atau membangun persekutuan dengan pihak yang punya kesamaan. Ada kenyamanan tersendiri bergaul dengan pihak yang punya kesamaan.
Sekarang, muncul WhatsApp group berdasarkan kesamaan. Ada yang sama almamater sekolahnya, ada WA grup berdasarkan sama tempat tinggal, profesi, hobby, dsb. Bagaimanapun, kesamaan itu memberi dorongan saling mendekatkan diri. Menciptakan rasa tenang. Sekaligus menjadikan hal-hal tertentu lebih mudah dilakukan. Sebaliknya, betapa repotnya bergaul dengan yang berbeda.
Firman Tuhan mengajar tentang panggilan untuk berbeda. Kita diminta untuk berbeda. Keperbedaan yang melekat karena identitas kita. Tentang apa gerangan? Orang kristen hadir dengan keimanan kepada Yesus Kristus. Dalam kaitan itu, orang kristen harus bersikap, berperilaku dan bermental sesuai keimanannya.
Tegasnya, karena iman orang kristen di Roma berbeda iman kepercayaannya dengan orang Roma pada umumnya. Maka, mereka musti berbeda pula dalam sikap dan perbuatannya. Jika orang Roma menyembah dewa. Orang kristen menjauhinya. Jika orang Roma senang memelihara budak, Orang kristen jangan punya praktik yang sama.
Pendeknya, antara orang kristen dan orang Roma pada waktu itu justru harus berbeda. Tidak boleh sama. Apa artinya sudah jadi orang kristen, sedangkan gaya hidupnya tidak memperlihatkan perubahan dan perbedaan? Wajah fisik orang kristen memang tetap sama, namun sikap, perilaku moral sudah semestinya tidak boleh sama.
Saudaraku, menyandang panggilan untuk berbeda dengan lingkungan suatu hal yang tidak mudah. Kita bisa diasingkan. Tidak nyaman. Pihak lain menatap kita dengan ekspresi dahi memgernyit. Tidak senang.
Saudaraku, apa artinya kita menjadi kristen jika hidup kita tidak berbeda? Apa artinya orang lain punya kehidupan penuh kurang pantas ternyata orang kristen juga sama saja?
Saudaraku, pasti tidak semua harus berbeda. Kita punya kesamaan dengan lingkungan kita. Kesukaan kulinernya bisa sama. Jenis olah raga yang ditekuni sama. Selera busana yang disukai, sama. Ada banyak hal yang sama. Tetapi, jangan lupa kita punya keperbedaan berdasarkan semangat, ajaran serta etika kristiani. Tanpa kesediaan berbeda dan berubah, jelas kekristenan kita tidak bermakna. Dan bisa menimbulkan komentar sinis, “Lho, orang kristen, koq begitu.”
Kita berdoa, “ya, Tuhan, kiranya ucapan, pikiran dan perbuatan kami selalu baru sesuai dengan iman kami kepada-Mu.
Kami ingin membawa doa kepada-Mu agar gereja-Mu hidup dalam pembaruan budi. Sehingga kehadiran gereja menjadi teladan di tengah dunia, bukan sama dengan dunia.
Kami berdoa kepada-Mu, Tuhan buat Ibu-bapak, saudara yang sedang menghadapi pergumulan. Curahkanlah karunia kebaikan-Mu. Tuhan melegakan hati mereka, bahkan kegembiraan meluap dalam diri mereka. Ucapan syukur ada dalam bibir mereka. Kesehatan dan kekuatan semoga beserta mereka.
Kiranya Engkau berkenan bersama keragaman kegiatan kami sepanjang hari ini. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno