Selamat pagi, seluruh Saudaraku yang baik. Pagi yang baru ini, mari kita awali dengan bersyukur kepada Allah. Kita berterima kasih bahwa kita umat yang selalu diberkati oleh-Nya, sepanjang malam Tuhan melindungi kita. Refleksi hari ini kita diajak memaknai dan melakukan tindakan mulia dalam hidup kita.
Firman Tuhan pagi hari ini, “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu.”
Amsal 3:9
Saudaraku, sesuatu yang dilekati kata “mulia”, pasti punya nilai sangat berharga. Emas disebut logam mulia. Kita tahu dari dulu hingga kini emas adalah tanda kemakmuran. Sekaligus kemilaunya menyimpan keindahan dan warna kuningnya tidak berubah. Perhiasan tampak lebih indah terbuat dari emas daripada tembaga atau perak. Begitu juga, sapaan kepada raja atau presiden, menggunakan kata mulia, “Yang mulia, bapak presiden…”. Hal itu untuk memperlihatkan sapaan rasa hormat atas kebesaran jabatan yang disandangnya.
Tindakan yang baik. Yang bertujuan menciptakan pihak lain senang dan berbahagia juga dinilai sebagai “perbuatan mulia”. Seorang supir taksi menemukan dompet penumpang yang tertinggal di jok kursi mobilnya. Isi dompet itu berisi uang cukup besar. Ia kemudian tidak mengambil untuk dirinya sendiri, malah menyerahkan ke kantornya untuk dikembalikan ke pemiliknya. Tindakan itu jelas-jelas tindakan terpuji dan mulia.
Pagi ini, kita diajak untuk melakukan tindakan mulia. Yakni, memuliakan Tuhan dengan harta kita. Artinya, kita diminta berbuat hal-hal yang indah, agung dan terpuji di mata Tuhan. Tentu, Tuhan pasti tidak butuh harta. Demikian pula Tuhan tidak kemaruk harta. Ia Maha Kaya. Melainkan, harta itu dikelola menjadi berkat bagi kehidupan yang diperkenan Tuhan. Bisa untuk mendukung pembiayaan kehidupan keagamaan. Termasuk harta itu bisa dinikmati untuk orang yang membutuhkan.
Kini, sering perbuatan memberi untuk kemuliaan Tuhan suka ditafsirkan secara sempit. Ada yang menafsirkannya bahwa itu sama dengan memberi kepada pendeta. Sehingga ada oknum tergoda memelintir ajakan ini untuk mengisi pundi-pundi hartanya sendiri. Padahal untuk kemuliaan Tuhan artinya untuk apapun yang dianggap terpuji di mata Allah. Indah di mata Allah. Demikian juga persembahan kepada gereja adalah salah satu memuliakan Allah dengan harta kita, bukan satu-satunya. Banyak lagi tindakan mulia lain yang bersifat memuliakan Allah dengan harta.(bandingkan Matius 25:35-40).
Kita tahu suster bernama alm. bunda Theresa. Setiap pagi, setelah doa pagi, dia mulai ke luar susteran. Dia cari, temukan, hampiri dan kasihi orang sakit yang terlantar. Suatu hari, dia memeluk dan membersihkan seorang pria yang hampir mati. Pria itu berkata, “selama ini aku berkesimpulan bahwa hidup di dunia ini tidak ada kasih. Ternyata sebelum aku mati penilaianku berubah. Dengan tindakanmu atas aku hari ini, aku kini berkeyakinan ternyata dalam dunia ini ada cinta kasih”.
Saudaraku, tindakan bunda Theresa itu jelas memuliakan Tuhan. Perbuatannya melebihi kata-kata pujian kepada Allah.
Amsal mengajak kita agar harta kita sesedikit apapun, melahirkan tindakan mulia. Orang tua yang menabung uang sedikit-demi sedikit demi persiapan masa depan pendidikan anak, itu tidak kalah mulianya di hadapan Allah. Atau menyantuni anak asuh yang telah kehilangan orang tua. Jadi, harta bukan semata-mata dihabiskan untuk hura-hura, belanja dan berbagai kesenangan diri sendiri. Harta yang dihabiskan dengan cara demikian tidak digolongkan tindakan mulia.
Dan Amsal mengajak pula, agar itu dilakukan mulai kita mendapatkan penghasilan pertama. Kebiasaan yang mudah ditemukan adalah penghasilan pertama atau gaji pertama untuk mentraktir teman, saudara atau orang tua. Itu tidak salah atau keliru. Asal kita ingat bahwa ada ajakan melakukan persembahan yang sangat mulia, mulia, mulia di hadapan Tuhan. Yaitu, mendukung pekerjaan Tuhan dan buat mereka yang sangat-sangat membutuhkan pertolongan.
Kita berdoa, “ Tuhan Engkau memberi kami harta dan penghasilan. Kiranya dengan itu, kami berbuat hal mulia di hadapan-Mu.
Tuhan, semoga hari ini karena kami berlindung dalam lindungan cinta kasih-Mu. Kiranya kami mengecap suka cita dan bahagia. Dan kami punya kemampuan membahagiakan keluarga kami dengan harta sesederhana apapun.
Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno