Selamat pagi, opa-oma, ibu- bapak dan saudaraku yang baik. Malam berlalu, pagi baru telah tiba. Puji syukur kepada Allah, yang mengaruniakan kepercayaan untuk melanjutkan kehidupan. Refleksi kita saat inj mengenai Tuhan meneguhkan hidup kita.
Adapun firman Tuhan yang menjadi rujukan refleksi pagi ini, ”Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus.”
1 Korintus 1:9
Saudaraku. Semalam kami berbincang-bincang tentang topik kesetiaan di masa pandemi. Kesimpulan kami, warga jemaat tetap setia mengikuti ibadah lewat daring maupun luring. Terlihat dari jumlah yang mengikutinya, yang mudah diketahui karena ada petunjuk berapa yang mengikuti siaran via youtube.
Tidak hanya itu, dorongan semangat memberi persembahan pun tidak mengalami penurunan berarti (signifikan). Siapapun tahu, masa pandemi ikut menurunkan kemampuan ekonomi warga jemaat. Sehingga tentu berimbas dari situasi eksternal ke dalam kehidupan bergereja. Ini tidak. Jelas, logika ekonomi tidak berjalan.
Jika seseorang yang menghayati kesetiaan, tanggung jawab dan kecintaan pada gereja, pandemi tidak bisa menghentikannya untuk berbuat sesuatu bagi gereja. Dengan kata lain, kesetiaan dan tanggung jawab bisa melampaui hambatan kesukaran. Sekali lagi, Warga jemaat yang setia, bertanggung jawan dan cinta gereja mampu melintasi rintangan kesulitan.
Sungguh, natal tahun ini pasti sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Banyak yang bertanya-tanya berkisar mengenai bentuk ibadah dan perayaan natal. Adakah aspek tatap muka dan bersifat luring (on site) atau tidak? Pertanyaan kebingungan pun muncul. Tentu, bila ingin corak natal seperti era sebelum pandemi, pasti sulit direalisasi.
Kini, tidak ada latihan persiapan drama, paduan suara secara bersama, tidak ada silaturahmi dengan cipika-cipiki. Agenda rutin setelah ibadah lalu dilanjutkan foto-foto, dengan pilihan lokasi special di depan pohon natal, mungkin tidak ada.
Namun, yang pasti tidak boleh menimbulkan kegoyahan iman. Memang kejenuhan tidak bisa dihindari. Ruang lingkup yang terbatas, apalagi buat oma-opa. Tidak bisa dan tidak boleh kemana-mana. Anak-anak yang suka bergerak karena kebutuhan psikomotorik, tidak mempunyai ruang untuk itu. Memang, kita bersyukur berbagai kreativitas muncul. Terutama didukung oleh kemajuan teknologi. Namun, tidak semua punya perangkat itu.
Di sinilah, betapa penting kehadiran Tuhan meneguhkan kita. Tanpa keteguhan kita oleng. Goyah. Pijakannya rapuh. Akhirnya, kita lelah, putus asa dan kesetiaan berhenti. Tanggung jawab macet dan rasa cinta memudar. Firman Tuhan menegaskan, Tuhan meneguhkan kita bukan cuma sesaat. Bukan cuma momen tertentu. Bahkan tindakan Allah berlaku hingga hari Tuhan.
Jadi, di saat sekarang ini, saat menyambut kedatangan natal di masa pandemi, kita tetap punya pengharapan. Allah yang dekat itu sumber kekuatan kita. Saya yakin, mengapa di masa pandemi orang beriman tetap setia, bertanggung jawab dan cinta gereja. Karena di masa pandemi tetap ada pengharapan (hope).
Kita berdoa, Tuhan, menyiapkan diri untuk menyambut natal di masa pandemi, kiranya Engkau tetap menguatkan kami. Tetap kokoh. Tidak goyah iman, kesetiaan dan cinta kami kepada-Mu. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno