Tuhan Mengasihi Seluruh Manusia

Oleh Pdt. Supriatno

Bahan: Kisah Para Rasul 10:35

Selamat pagi, bapak-ibu, mas-mbak, eyang kung-eyang putri dan Saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, pagi yang baru kita masuki. Semoga tidur dan istirahat malam menyegarkan kita. Kiranya kita bisa melihat dan mengalami kasih Tuhan di sepanjang hari ini.

Firman Tuhan untuk direnungkan, “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang.”

Kisah Para Rasul 10:35

Saudaraku, diperlakukan secara berbeda bisa menyakitkan hati. Terutama diperlakukan lebih buruk. Seorang anak diperlakukan tidak sebaik saudaranya. Seorang karyawan tidak diberikan hak yang sama dibanding karyawan lainnya. Seorang warga negara tidak sama dan setara. Ketika kita mengalami pengalaman demikian, satu atau dua kali kita bisa bertahan. Kita hanya menyimpannya dalam hati. Namun, jika berkepanjangan perlakuan atas kita akan menimbulkan ledakan protes atau kemarahan.

Konflik di tengah keluarga bisa diawali karena ada yang tidak puas. Mengapa tidak puas? Karena bisa jadi, dalam keluarga itu diterapkan sengaja atau tidak sengaja praktik pembedaan. Istilah “anak emas” merupakan ungkapan bernada negatif. Yakni ada anak yang diperlakukan istimewa. Seiring dengan itu berarti, ada anak yang diperlakukan biasanya saja.

Saudaraku, Tuhan itu tidak memandang muka atau istilah lain tidak memandang bulu. Siapapun manusia di hadapan-Nya, Ia melihatnya sama dan setara. Setiap manusia yang mempraktikkan rasa takut kepada Tuhan, melakukan kebenaran dan berbuat welas asih kepada sesama, Tuhan menyayanginya. Tuhan itu tidak diskriminatif hanya karena suku yang berbeda: status sosial, ketampanan/kecantikan, kecerdasan, bangsa bahkan agama yang berbeda.

Banyak orang yang tidak siap ketika tahu Tuhan mengasihi seluruh manusia tanpa dibeda-bedakan. Ada manusia yang inginnya dan mencoba Tuhan dibatasi cinta-Nya. Seolah-olah hanya untuk dirinya, keluarganya, komunitas agamanya bahkan bagi kalangan kristen hanya pada Jemaatnya. Sadarkah bahwa ketika ada pola pikir demikian, kita memposisikan Tuhan telah membeda-bedakan manusia. Sekaligus membatasi kehadiran kasih Allah. Tuhan terkungkung.

Saudaraku. Kita ingat kisah Yunus. Tipe Yunus adalah orang yang tidak siap bahwa Tuhan mencintai siapapun. Keyakinan bahwa Tuhan mencintai semua manusia di luar kita, justru itulah Tuhan yang adil. Tuhan tidak mau ada sama-sama ciptaan-Nya terluka hatinya gara-gara Tuhan membeda-bedakan.

Di balik pemikiran bahwa Tuhan mencintai dirinya atau kelompoknya dan bahkan agamanya, tersimpan kesombongan cuma dirinya yang takut akan Tuhan, mengamalkan kebenaran dan bertindak welas asih. Padahal, dalam kelompoknya tidak sedikit ada yang tidak takut Tuhan, tidak mengamalkan kebenaran dan perbuatannya sadis serta tidak berperi kemanusiaan.

Saudaraku. Tidak hanya di keluarga. Pengalaman diperlakukan secara berbeda kerap terjadi di tengah masyarakat. Karena punya koneksi dengan pemegang kekuasaan, urusan dimudahkan. Berbeda dengan tidak punya koneksi, urusan bisa serba lama. Dipingpong ke sana kemari. Atau, ada tanda “K” di identitas KTP, lalu mengalami pembedaan. Karier dipersulit. Di masa pandemik ini, bisa saja muncul kekecewaan dari orang yang tidak mendapat bantuan, sedangkan tetangganya dapat. Perlakuan berbeda itu menyakitkan. Pengalaman pahit.

Syukurlah Tuhan Maha adil. Ia menghargai seluruh manusia ciptaan-Nya. Tidak memandang muka. Dan Dia mengampuni dan mengasihi mereka semua yang takut akan Tuhan, mengamalkan kebenaran dan bertindak penuh kasih kepada sesama (bandingkan Matius 7:21). Kita bersyukur mempunyai Tuhan yang demikian. Maka, kita musti menghindarkan mempunyai sikap diskriminatif. Memutuskan tindakan dengan tidak setara.

Kita berdoa, “Tuhan, hari demi hari berlalu. Kiranya Tangan tuntunan-Mu tetap bersama kami. Beserta para orang tua kami. Anak-anak kami. Cucu-cucu kami. Saudara sekandung kami serta para sahabat kami. Serta beserta semua sesama kami. Sehingga kami semua terpelihara dan aman bersama-Mu. Dalam Kristus, kami berdoa. Amin.