Api Dilawan Oleh Air

Oleh Pdt. Supriatno

Selamat pagi, bapak-ibu, mas-mbak, eyang kung-eyang putri dan Saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, pagi yang baru kita masuki. Semoga tidur dan istirahat malam menyegarkan kita.

Saudaraku, olah raga adalah aktivitas untuk menyehatkan tubuh. Seorang dokter suka menganjurkan agar sesederhana apapun bentuk olah raganya, kita sebaiknya berolah raga. Bisa jalan kaki. Senam ringan. Atau jenis olah raga yang lainnya. Dengan olah ragalah fungsi tubuh kita bisa terjaga baik dan fisik kita tetap segar.

Firman Tuhan untuk direnungkan, “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan.” Roma 12:21

Dari olah raga selain kita memetik manfaat positifnya untuk tubuh, tetapi kita bisa juga belajar falsafah kehidupan. Dari catur kita belajar tentang strategi dan ketenangan. Dari sepak bola kita belajar saling ketergantungan dan kekompakan. Dari olah raga pula kita belajar sportivitas. Siap menang, siap kalah jika bertanding. Sebuah pelajaran mental yang berharga.

Ada satu jenis olah raga yang menarik dan juga kita bisa memperoleh hikmahnya. Olah raga yang bernama peselancar (surfing). Atlitnya menggunakan papan lalu berlomba cepat dengan gulungan ombak. Olahragawannya mengikuti arus ombak yang besar dan cepat serta harus bisa keluar dari gulungan ombak dengan tetap berdiri.

Beberapa waktu lalu, saya menonton olah raga ini, tentu lewat televisi. Seorang atlit perempuan peselancar yang hebat menyatakan kesaksiannya. Dia berkata, untuk bisa mengalahkan ombak, pertama-tama ia harus meyakinkan diri bahwa dia mampu. Jika tidak, bayang-bayang kegagalan akan membuatnya benar-benar gagal. Selain itu, dikatakannya pula, “ jangan cepat menyerah”. Olah raga ini pasti membuat atlitnya jatuh dan gagal. Tapi, menurutnya, penting untuk tetap mencoba terus sampai berhasil. Jangan jatuh pada sikap menyerah kalah.

Asyik, menegangkan dan cukup berbahaya. Atlit yang gagal dan dinyatakan kalah adalah atlit yang jatuh. Hempasan ombak bukan saja bisa membuat atlitnya jatuh, tetapi juga jika tidak hati-hati bisa menghantam tubuh atlitnya, sehingga membuat atlitnya terluka. Buat peselancar yang hebat semakin besar gulungan ombak, semakin disukai. Sebab buat mereka semakin besar tantangan untuk mengalahkan ombak itu. Ya, buat mereka ombaklah yang harus ditaklukkan bukan mereka yang ditaklukan ombak.

Saudaraku, kita bukan atlit, apalagi atlit peselancar. Tapi selama masih hidup di bawah kolong langit ini, kita menghadapi ombak dan gelombang, yakni ombak dan gelombang kehidupan. Dan ombak yang paling ganas adalah godaan memperlakukan sesama kita dengan tidak pantas. Bisa berupa ucapan kasar, hinaan, fitnah sampai perbuatan nyata yang menyakitkan hati orang lain. Orang lain jadi terluka fisik dan hatinya.

Kita yang kalah atas ombak dan gelombang kehidupan, akan digulung dan jatuh pada perbuatan yang tidak direstui Allah. Nah, supaya Anda dan saya bisa menaklukan godaan untuk berbuat tidak sesuai etika. Maka, kita memproduksi perbuatan baik. Semakin banyak berbuat baik, semakin besar kemampuan kita menaklukkan godaan berbuat jahat. Dengan singkat firman tadi menyatakan “mengalahkan kejahatan dengan kebaikan”.

Susah? Pasti. Sulit? Tentu sulit. Apalagi berbuat baik kepada seseorang yang memusuhi kita. Wah, berat. Laksana kejahatan itu api, maka kebaikan itu air. Kebaikan kita harus menyirami api kejahatan. Pasti api itu, kelak padam.

Tapi juga kita belajar dari atlit peselancar. Betapa penting menanamkan pada diri sendiri bahwa “saya bisa”. Dan “tidak cepat menyerah”.

Saudaraku, dalam hidup ada orang yang bersahabat dengan kita. Tapi entah karena apa, ada saja orang yang memusuhi kita. Tanpa kita ketahui penyebabnya, orang itu memproduksi tindakan atau ucapan yang membuat kita terluka.

Menurut firman Tuhan, kita bisa memaknai memusuhi itu pun perbuatan jahat. Lalu apa yang patut kita perbuat? Kita harus kalahkan musuh kita. Kita harus taklukan kejahatan. Dan kita punya potensi bisa. Tapi bukan dengan senjata. Bukan dengan pukulan fisik, melainkan perbuatan baik. Bukan gigi ganti gigi. Melainkan dengan kasih dan kebaikan. Dengan kekuatan Roh Kudus menjadi tumpuan kemampuan kita.

Kita berdoa, Tuhan, kiranya kami hidup bersahabat dengan siapapun. Namun jika kami dimusuhi, mampukan kami membalasnya dengan kasih dan kebaikan.

Semoga hari ini, kami bisa menikmati kebersamaan dengan keluarga. Kami dapat bergiat dengan aktivitas yang bermanfaat. Dalam Kristus, kami berdoa. Amin.

Selamat bergiat dalam kebaikan di tengah kehidupan.