Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: 1 Raja- Raja 17:5-6
Selamat pagi, bapak-ibu, Opa-oma, mas-mbak. Selamat memasuki hari baru seluruh Saudaraku yang selalu dicintai Allah. Puji syukur, Allah tetap di samping kita memasuki akhir pekan ini. Dan kita patut memuji nama-Nya.
Firman Tuhan hari ini, “Lalu ia pergi dan ia melakukan seperti firman TUHAN; ia pergi dan diam di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan. (6) Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu.”
1 Raja- Raja 17:5-6
Saudaraku, meluruskan yang bengkok dan mengkoreksi yang salah itulah tugas utama seorang nabi. Tuhan memberi mandat kepada seorang nabi agar mendampingi umat Allah, sehingga jalan hidup mereka lurus dan setia. Tugas mulia. Karena mengemban amanat dari Tuhan. Sekaligus terpuji karena bersifat membimbing agar umat hidupnya tidak tergelincir. Seorang nabi sungguh merupakan jabatan mulia dan terpuji.
Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, maka seorang nabi bisa menegur, mengingatkan bahkan mengecam. Tujuannya satu, semua itu diarahkan agar umat Tuhan sadar jika khilaf dan bertobat bila salah. Namun, sayangnya, ada sifat manusia yang meski berbuat salah tidak bersedia menerima nasihat, teguran atau pengingatan. Sudah berbuat salah malah protes bila diingatkan. Sudah jelas berbuat keliru tersinggung saat diajak berbenah diri. Niat baik, mulia dan terpuji dari seorang nabi bernama Elia disikapi dengan amarah dan ketersinggungan dari pihak raja Ahab.
Memang, seorang yang merasa punya jabatan dan kedudukan tinggi. Seolah-olah merasa hidupnya kebal kesalahan. Ada istilah, pimpinan tidak pernah salah. Tidak heran, ketika nabi Elia menjalankan tugas kenabiannya kepada Ahab, Elia malah terancam hidupnya. Ahab tidak terima bahkan bermaksud membunuhnya. Wow..Padahal, Elia hendak mengajak Ahab kembali ke jalan benar. Kesalahan Ahab teramat fatal. Dia melakukan perubahan keyakinan, tidak lagi beriman kepada Allah Israel. Justru Dewa Baal yang diimani dan dipuja.
Alih-alih mendapat apresiasi dari raja Ahab karena telah mengingatkannya untuk berbalik kembali kepada Allah yang benar. Yang terjadi adalah sebaliknya, Ahab tersinggung berat. Dia anti dinasihati. Dan dia berbalik mengancam nyawa nabi Elia. Kita tahu, sampai-sampai Allah menyembunyikan Elia di tepi sungai Kerit. Tujuannya agar terhindar dari niat busuk raja Ahab yang mau mencelakainya.
Teks kita menggambarkan, risiko yang harus dipikul karena menjalankan meluruskan yang bengkok. Yakni nabi Elia bersembunyi di tempat aman (safe place). Meskipun demikian, Allah tetap mengindahkan kebutuhannya. Burung gagak dengan setia datang. Burung itu membawa roti dan daging. Jelas, Allah memelihara kehidupan orang yang telah menjalankan tugasnya. Sang nabi tidak terlantar dan kelaparan. Allah mencukupi kebutuhan hidupnya.
Saudaraku, kita bukan nabi. Meski demikian tugas kenabian kini ada di pundak kita. Yakni, mengingatkan bahkan kita harus berani menasihati dan menegur saudara kita yang sedang tergelincir hidupnya dalam kesalahan. Mengapa harus berani? Karena memang, tidak semua orang siap diingatkan, dinasihati apalagi ditegur, walau sudah jelas-jelas berbuat keliru. Yang salah suka lebih galak daripada yang benar. Mereka salah persepsi atau keliru menduga. Bahwa pihak yang menasihati dan menegur itu dilihatnya berniat menelanjangi dirinya. Seakan-akan membeberkan noda kesalahannya. Padahal bukan.
Tugas kenabian itu justru bersifat menolong. Dosa itu membutakan mata nurani. Teguran dan nasihat ditujukan supaya mata nuraninya terbuka kembali. Walau tentu menegur dan menasihati ada etikanya. Misalnya, menegur dan mengingatkannya secara empat mata. Bukan sengaja dilakukan di hadapan orang banyak. Penyampaiannya dengan lemah lembut bukan dengan sikap kurang bersahabat. Perlu dihindari bermaksud mempermalukan secara pribadi di depan publik.
Saudaraku, bukan cuma kita dipanggil untuk mau menegur, menasihati dan mengingatkan orang lain yang salah. Sebenarnya, kita pun harus punya jiwa besar dan keterbukaan untuk diingatkan, dinasihati dan ditegur. Mengapa? Sebab, sebagai manusia kita pun rawan. Kita bisa khilaf. Kita pun punya potensi berbuat salah. Salah duga. Salah ucap. Salah mengambil keputusan dan salah bertindak. Secara sengaja atau tidak.
Kita bukan malaikat yang sempurna. Emosi kita masih suka meledak. Ucapan kita masih bisa melukai orang lain. Perbuatan kita masih bersifat egois. Semua itu, pertanda ada yang bengkok dan harus diluruskan dari diri kita. Semoga Roh Kudus memampukan kita, menjalankan tugas seperti Elia. Berat tapi mulia. Dan semoga jangan seperti Ahab, sudah salah tapi menolak keras saat diarahkan kembali ke jalan yang benar. Dan yakinlah, Tuhan perduli bagi Anda, saya, kita, yang menunaikan amanatnya.
Kita berdoa, Tuhan berilah kami hati dan kata-kata yang mencerminkan keperdulian kami. Terutama buat saudara kami yang terjatuh ke dalam kekeliruan hidup. Mereka bisa keluarga, teman, sesama kami sendiri. Berikan kami juga semangat keterbukaan untuk mendengar nasihat dan teguran dari Tuhan melalui sesama kami yang mempunyai perhatian.
Kami pun berdoa, Tuhan, ajar dan kuatkan tekad kami untuk membahagiakan sesama kami, entah orang tua, saudara, keluarga, istri/suami, anak atau siapapun. Kami ingin berjalan terus di jalan Tuhan walau ada rintangan yang mencoba menghalangi.
Hari ini, perkenankan kami berlindung di bawah kasih-Mu yang menguatkan dan melegakan hati kami. Jauhkan kami dari mara bahaya dan kecelakaan. Dalam nama Yesus, Tuhan kami, kabulkanlah doa kami. Amin.