Curahan Perhatian

Oleh Pdt. Supriatno

Bahan: Filemon 1:16

Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang dikasihi dan diberkati Tuhan. Malam telah berganti pagi, dan kasih Tuhan tetap mendampingi kita.

Firman Tuhan, “bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan.”

Filemon 1:16

Saudaraku, salah satu kebutuhan hidup manusia adalah mendapat perhatian. Sebab, dengan menerima itulah manusia merasa berharga di mata sesamanya yang lain. Jika kita seorang istri, kita butuh perhatian suami. Dengan perhatian itulah kita tahu betapa sebagai seorang istri mempunyai arti di mata suaminya. Seorang suami yang hapal benar makanan kesukaan istrinya, dan suatu ketika sang suami membelikannya diam-diam makanan favorit istrinya. Tentu dapat dibayangkan betapa happy hati sang istri bahwa sang suami telah melakukan hal demikian.

Seorang suamipun rindu mendapat perhatian istrinya. Anak pun butuh perhatian orang tua. Manakala di tengah keluarga kebutuhan perhatian tak terpenuhi, maka bisa saja anak itu akan lari mencari perhatian ke komunitas atau teman bergaulnya.

Rasul Paulus usianya sudah tua, sakit-sakitan dan tengah mendekam dalam penjara. Kondisi seperti itu, siapapun memakluminya sebagai keadaan yang membutuhkan perhatian. Rasul Paulus secara fisik lemah dan tidak punya ruang gerak. Betapa saat-saat demikian ia sangat memerlukan topangan dan bantuan orang lain. Lazimnya manusia ia pun harus mendapat prioritas perhatian.

Di Jakarta, siapa yang suka naik bus transjakarta atau kereta komuter? Di kedua moda transportasi publik itu ada tertulis, “mohon kesadaran memberikan kursi kepada yang lebih membutuhkan”. Disertai gambar selain perempuan hamil, orang difable juga orang tua. Mereka digolongkan yang paling membutuhkan.

Sebuah contoh baik, bentuk perhatian atas orang -orang golongan tertentu, yang ingin dijadikan budaya publik. Artinya kebiasaan baik yang mau dijadikan perilaku bersama.

Rasul Paulus yang berada dalam kondisi usia lanjut, sakit-sakitan, berada di balik jeruji besi, tidak menuntut apalagi merengek-rengek menuntut perhatian dari orang yang dilayaninya. Padahal kita tahu, dia dipenjara karena Injil bukan tindakan kriminal yang dilakukannya. Ia berjerih lelah untuk melayani Tuhan, memberitakan Injil dan membangun Jemaat. Sungguh, masa tua hidupnya sulit sekali. Tanpa teman. Tanpa perawatan kesehatan yang memadai. Tanpa bisa menikmati udara bebas. Betapa berat situasi yang ditanggungnya.

Sebagai seorang pendeta, saya pagi ini terharu sekali dengan masa tua yang dijalani rasul Paulus dengan ketabahannya. Saya merasa melihat keagungan seorang hamba yang setia hingga di masa tua, meski ia tidak mendapat perhatian yang memadai tapi ia tidak menuntut atau mengeluhkannya.

Idealnya, rasul Paulus mendapat perhatian setimpal dengan jerih lelah perjuangannya. Ini tidak. Dan ia tidak mau menyusahkan orang2 beriman yang dilayaninya. Malah yang dilakukannya adalah ia meminta Jemaat mau menerima Onesimus, seorang hamba yang setia mendampinginya.

Artinya, rasul Paulus justru berkonsentrasi menaruh perhatian untuk orang lain. Ia mengabaikan kebutuhannya sendiri. Dalam hal ini, ia berusaha agar Onesimus bisa punya kehidupan yang lebih baik. Onesimus adalah seorang hamba. Artinya seorang manusia kelas dua jaman itu. Manusia yang punya kewajiban tapi tidak punya hak. Rasul Paulus berjuang agar Jemaat menerima Onesimus sebagai saudara bukan sebagai hamba. Sehingga Onesimus mengalami perubahan status, yang otomatis nantinya berubah pula nasib hidupnya menjadi lebih baik.

Saudara, keagungan seorang manusia terpancar dari sikap dan perbuatannya yang mulia. Demikianlah Rasul Paulus, seorang hamba Allah yang setia sampai akhir dalam pelayanan. Sakit tidak menghentikan semangat pelayanannya. Jeruji penjara tidak dapat membatasi ruang gerak pancaran wibawa keteladanannya. Kesendiriannya tidak jadi alasan ia ogah-ohahan atau hambatan mengabdi bagi Allah.

Ia justru tetap berjuang agar Injil diberitakan. Dan ia mencurahkan perhatian buat orang lain, yakni buat Onesimus. Rasul Paulus terus memikirkan orang lain, bukan tuntutan buat kebutuhannya sendiri.

Saudara, inilah pelajaran rohani kita pagi ini. Saudara dan saya butuh perhatian, tapi kita harus membebaskan dari tuntutan egoistik. Artinya, kita jangan hanya berjuang terpenuhinya kebutuhan untuk kita sendiri saja. Kita pun berusaha keras agar pasangan hidup kita, anak-cucu kita, teman sekantor, bahkan orang tidak kita kenal sekalipun untuk mendapat perhatian pula dari kita.

Dengan demikian, kita membuat orang happy. Dan percayalah orang yang happy akan melahirkan aura dan tindakan membahagiakan juga. Alangkah indahnya hidup jika tercipta demikian. Semoga.

Kita berdoa, Tuhan, kami punya kebutuhan hidup penuhilah. Tuhan, tumbuhkan pada kami, hati yang mengalirkan perhatian buat sesama kami. Anak atas orang tua, orang tua buat anak. Kehidupan perkawinan yang saling berbagi perhatian. Persahabatan yang saling menguatkan. Dalam nama Yesus kami memohon. Amin.