Oleh Weinata Sairin
“Aku, akulah Tuhan dan tidak ada juruselamat selain daripada-Ku. Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.”
Yesaya 43: 11;25
Gaya bahasa dengan menggunakan kata ganti orang pertama memiliki makna yang amat kuat, signifikan, dan defenitif, untuk menyatakan secara pasti dan adekuat, bahwa “Akulah” yang melakukan tindakan itu. “Aku”, “Akulah” yang melakukan action, bukan orang lain, pihak lain, atau institusi lain.
Gaya bahasa seperti ini bisa kita temukan baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru Yesus acapkali menggunkana gaya bahasa “Aku” untuk menegaskan kesiapan diri-Nya dan menyatakan dengan lebih kuat apa visi dan misi-Nya di tengah dunia. Materi dan konteks itu dirasakan lebih kukuh dan mendalam apabila disampaikan dalam bentuk “Aku”.
Dari aspek “rasa bahasa”, ada saja orang yang menafsirkan bentuk “Aku” seperti ini sebagai wujud dari rasa superior, bahkan sikap arogan seseorang. Namun, jika membaca teks dan konteks, dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tafsir semacam itu menjadi kehilangan relevansinya. Yesus tidak dalam kapasitas arogan atau menunjukkan superioritas-Nya, tetapi Ia mengatakan hal itu lebih pada pengertian untuk menunjukkan kasih-Nya yang menyelamatkan umat manusia.
Dirinyalah penyelamat umat manusia, bukan orang lain. Dialah satu-satunya Juruselamat umat manusia; tidak ada pihak lain yang dapat melakukan tindakan sebesar itu. Tindakan penyelamatan itu tidak ada bandingnya dengan peristiwa apapun. Itu terjadi sekali, satu-satunya, dan sempurna.
Kitab Nabi Yesaya yang dikutip di awal tulisan ini memberikan penegasan bahwa Allah yang berfirman melalui Nabi Yesaya adalah Juruselamat, bahkan Juruselamat satu-satunya. Hal yang menarik adalah bahwa istilah “Juruselamat” sudah dipakai pada saat itu, sekitar abad ke-8 SM.
Itu berarti, bahwa rencana Allah untuk menyelamatkan umat manusia dengan konsep Juruselamat bukan hal baru, melainkan sudah lama sekali “diprogramkan”. Oleh dan melalui diri Yesus Kristus-lah konsep itu mewujud nyata secara sempurna.
Cukup menarik bahwa istilah yang digunakan adalah “Juruselamat” dan bukan “Guruselamat”.
Menurut KBBI makna kata “juru” adalah “orang yang pandai dalam suatu pekerjaan yang memerlukan latihan, kecakapan, kecermatan, keterampilan”.
Kita mengenal beberapa profesi antara lain : jurumudi, jurubahasa, jurubayar, jurukunci jurumasak, juru runding. Kita bersyukur bahwa kita percaya kepada Juruselamat Yesus Kristus, Ia yang menyelamatkan umat manusia dari belenggu dosa.
Realitas itu yang seharusnya memotivasi kita dan Gereja-gereja untuk memberi kontribusi terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Selamat Menyambut dan Merayakan Hari Minggu. God Bless!