Ibadah Sosial

Oleh Pdt. Supriatno

Bahan: Yesaya 1:16-17

Selamat pagi, opa-oma, bapak-ibu, mbak-mas dan segenap Saudara yang baik. Seiring dengan terbitnya mentari di ufuk timur, kembali kita memasuki hari baru. Sekaligus bertambah usia kita satu hari. Puji syukur kepada Tuhan, Pencipta kita.

Firman Tuhan pagi ini, “Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, (17) belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!”

Yesaya 1:16-17

Saudaraku, kita selalu berusaha beribadah kepada Allah. Seiring dengan itu, kita pun sering mengajak dan mendorong orang lain pun beribadah. Hal itu, dimotivasi kesadaran bahwa ibadah merupakan ungkapan iman kepada Allah. Dalam ibadahlah kita berjumpa dengan-Nya. Kita memuja dan memuji keagungan-Nya. Dalam ibadahlah kita merasakan momen kedekatan dengan Allah. Seperti syair sebuah lagu menyatakan, “Tuhan itu sejauh doa”.

Dengan demikian, dalam ibadah kita yakin Allah berkenan ditemui. Hati kita bergetar merasakan kehadiran-Nya. Firman-Nya menerangi emosi dan pikiran kita sebagai orang beriman. Lagu pujian menyegarkan batin kita. Pendeknya, ibadah kepada Allah momen terbaik kita merayakan relasi antara kita dan Allah.

Saudaraku, saat kita menelusuri firman Tuhan pagi ini, maka kita akan menemukan hal yang janggal. Aneh. Bertolak belakang dengan dugaan atau asumsi kita. Apakah gerangan? Allah malah menolak ibadah umat-Nya. Allah tidak berkenan dengan doa dan segala bentuk persembahan ibadah orang Israel. Kita pasti mengalami penasaran. Mengapa Allah bersikap demikian? Bukankah dalam ibadahlah momen terbaik dan terhangat manusia bisa berjumpa dengan-Nya.

Saudaraku, Allah tetap terbuka untuk menerima ibadah orang beriman. Masalahnya adalah corak ibadah itu sendiri. Betul ibadah umat Israel penuh semarak dan segala benda terbaik dipersembahkan umat itu. Sayang sekali, ibadah mereka tidak selaras dengan sikap hidup mereka. Yang ada yaitu Ibadah jalan, kemunafikan pun berjalan. Ibadah jalan, perbuatan jahat mereka tidak berhenti. Mereka tidak punya kesadaran dosa.

Bayangkan, betapa berbahayanya sikap hidup yang tanpa kesadaran adanya dosa. Itu berarti berbuat “semau gue”, tanpa merasa bersalah apa-apa walaupun tindakannya tidak pantas. Masa bodoh bahwa perbuatannya tidak baik secara etika. Menyimpang secara moral. Dan tidak perduli bahwa tindakannya merugikan sesamanya.

Rupanya, ibadah atau kegiatan keagamaan mereka hanya untuk memuaskan diri sendiri. Ya, mereka beribadah, tapi bukan memuji Allah melainkan supaya mereka sendiri dipuji. Tujuan utama ibadah mereka cuma kepuasan pribadi. Sama seperti sekarang terjadi di mana-mana. Orang beribadah supaya dipuaskan. Tidak heran ada ungkapan “saya dipuaskan beribadah di gereja anu…” kata “puas” jadi ukuran ibadah..

Saudaraku, umat Israel beribadah dengan corak luar biasa. Tangan ditadahkan ke atas. Korban persembahan banyak sekali. Meriah biasanya. Sayangnya, itu tadi. Semua itu sebenarnya bukan buat Tuhan. Ibadah yang sebenarnya untuk mereka sendiri. Pusat tujuan ibadah bukan Allah, melainkan diri mereka. Doa hanya untuk cari muka. Demi popularitas semata. Itulah bentuk kemunafikan.

Berdasarkan kekeliruan itu, Allah masih tetap membimbing mereka. Allah menganjurkan hal yang lebih baik daripada ibadah penuh kepalsuan. Yaitu, lebih baik mereka memberi perhatian sosial. Allah meminta mereka bertindak adil buat orang-orang yang rentan. Anak-anak dan janda merupakan sosok rentan. Belalah mereka. Dan berhentilah berbuat jahat. Mulailah mengawali hidup baik. Merintis meninggalkan perbuatan yang munafik.

Saudaraku, besok hari Minggu. Kita diajak untuk beribadah agar makin dekat Allah. Kita intens beribadah. Namun, bukan ibadah yang hanya untuk kepuasan diri sendiri. Ibadah demikian merendahkan Allah, meninggikan diri sendiri. Dan bentuk ibadah yang ditawarkan Allah adalah ibadah sosial. Cintai dan beri perhatian kasih atas anak-anak yang susah. Janda-janda yang miskin. Mereka yang bisa jadi ada di depan mata kita setiap hari. Yang justru menunggu praktik ibadah sosial kita.

Kita berdoa, Tuhan ajarlah kami merendahkan hati untuk berintrospeksi dan memperbaiki diri. Sehingga ibadah kami tidak hanya di gedung gereja tapi menyentuh orang-orang yang susah dengan cinta kasih yang tulus.

Doa ini kiranya berkenan kepada-Mu, dengan tidak ada dosa yang kami simpan dan sembunyikan di hadapan-Mu. Dalam nama Yesus, Tuhan dengarkanlah doa kami dan kabulkanlah. Amin.