Gigih Karena Iman

Oleh Pdt. Supriatno

Bacaan: Markus 2:4-5

Selamat pagi, opa-oma, bapak-ibu, mas-mbak dan seluruh Saudaraku yang baik. Puji Tuhan, Allah tetap memberi kita nafas kehidupan. Demikian pula seluruh anggota keluarga kita. Terima kasih atas kebaikan dan kesetiaan Allah, yang tiada terkira.

Firman Tuhan di hari Senin ini, “Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!”

Markus 2:4-5

Saudaraku, kita mengenal berbagai tipe atau watak manusia. Salah satunya, tipe orang yang tidak kenal menyerah. Orang seperti ini tidak cepat patah semangat saat menginginkan sesuatu meski dihadang kesulitan. Kesulitan tidak menjadi alasan menghentikan usahanya. Tidak jarang, orang seperti ini tidak menempatkan kegagalan untuk menghentikan langkahnya. Dalam diri orang yang pantang menyerah terdapat sifat gigih. Gagal, coba lagi. Jatuh, bangun lagi. Dalam kamus hidupnya kesulitan dan kegagalan itu bukan akhir sebuah ikhtiar.

Sosok pendaki gunung termasuk orang yang memiliki karakter seperti di atas. Gunung tertinggi di dunia adalah Mount Everest. Berlokasi di Nepal, tingginya 8.850. Di sana terdapat salju abadi. Artinya salju tetap ada apapun musimnya. Medannya berat. Curam. Rute ke puncaknya berbahaya sekali. Oksigennya makin tinggi makin tipis, sehingga para pendaki gunung akan lebih cepat lelah. Sudah tidak terhitung yang mengalami kecelakaan, baik jatuh maupun mati kedinginan. Tapi, bagi para pendaki sejati mereka mencoba terus, sampai bisa menancapkan bendera kebangsaan negerinya di puncak gunung itu.

Pada tahun 1997, tiga orang anggota pasukan elit Kopassus kita, bisa mencapai mount Everest. Mereka orang Indonesia pertama yang menjejakkan kakinya di gunung yang legendaris tersebut. Dapat dipastikan, mereka punya fisik tangguh dan jiwa serta mental tidak cepat menyerah.

Dalam kehidupan iman perlu hadir pula sikap gigih. Dibutuhkan mental tidak cepat menyerah berhadapan situasi sulit. Meskipun dalam kehidupan nyata tidak banyak di antara kita yang pernah mendaki gunung, tapi kehidupan memperhadapkan kita dengan situasi yang menuntut kita tidak boleh cepat menyerah. Kisah Injil Markus di atas memberi contoh.

Seorang lumpuh punya kerinduan berjumpa dengan Tuhan Yesus. Ternyata tidak mudah. Kondisi tubuhnya membatasi ruang geraknya. Si lumpuh ini sangat mengandalkan topangan keempat temannya. Sementara itu, orang banyak juga berlomba untuk bisa dekat, melihat atau menyentuh tubuh Tuhan Yesus. Semua berdesakan. Bukan tidak mungkin, mereka tidak mau berbagi posisi yang nyaman dengan orang lain.

Tentu situasi ini tidak mudah buat si orang lumpuh dan kawan-kawan. diperhadapkan dengan demikian, bukan berarti mereka angkat tangan dan balik kanan, kembali pulang. Lewat jalur normal tidak bisa, mereka menempuh yang jalur tidak biasa. Lewat pintu, akses sudah tertutup. Maka, mereka lewat jalur lain, yakni empat orang itu menurunkan lewat atap agar si lumpuh itu menjumpai Tuhan Yesus.

Saudaraku. Dalam penilaian Tuhan Yesus, tindakan mereka mencerminkan adanya iman. Tindakan mereka bukan dikategorikan perbuatan yang melanggar kesopanan. Mereka masih dalam koridor tata krama. Bagi Tuhan Yesus tindakan itu didorong keyakinan dan iman. Kendala dan kesulitan mampu dilampaui karena kelima orang itu punya kegigihan. Mereka maju terus, sampai keinginannya terkabulkan. Itulah sebabnya, Injil menyebutnya “ ketika Yesus melihat iman mereka”. Ya, Tuhan Yesus melihat di balik jerih lelah dan perjuangan mereka yang tanpa kenal menyerah dan lelah, sesungguhnya ada iman. Akhirnya, Tuhan Yesus mengapresiasi mereka dan si lumpuh pun disembuhkan dan mampu berjalan.

Saudaraku, selalu ada aral melintang dalam kehidupan. Kita bisa jatuh. Menyerah dan kapok. Atau kita bersifat cengeng. Menangis dan takut mencoba lagi. Trauma. Takut tidak bisa mengatasi lagi. Kesulitan membuat kita tidak berdaya. Kesulitan dianggap lebih besar dari kekuatan kita. Di saat demikian, Allah kita yang lebih berkuasa dari kesulitan tidak dilibatkan. Akhirnya, kita tidak berbuat apa-apa. Jera.

Sedangkan pilihan lain terbentang di depan kita. Kita sadar hidup memang diwarnai kendala dan hambatan. Kita menyikapi sebagai bagian tantangan, yang justru mendewasakan dan mematangkan iman kita. Kendala dan kesulitan malah menempa iman kita makin kuat. Sehingga bila kita jatuh kita bagun lagi. Jika kita gagal tetap mencoba lagi. Terlebih, kita berjalan bukan sendirian melainkan bersama Tuhan. Tuhan yang siap menopang kita untuk tetap berdiri teguh, tidak goyah. Dan jangan lupa, pengalaman si lumpuh. Ada sahabat yang empatik dan setia mendampingi dalam perjuangan.

Mari kita berdoa, Allah yang baik, Kiranya kami memiliki kegigihan dan ketegaran manakala kami menginginkan sesuatu yang tidak mudah diraih.

Kami berdoa buat saudara kami yang Tuhan tambahkan usianya hari ini. Kiranya berkat kesehatan, suka cita dan kebersamaan dalam keluarga dilimpahkan atasnya.

Kami tetap berdoa bagi negeri kami. Kiranya tetap damai dan aman serta stabilitas politik terjaga. Karuniakan aparat kesehatan dan keselamatan dalam menjalankan tugasnya. Dan presiden kami beserta kabinetnya tetap diberi ketegaran dan kesabaran namun juga ketegasan menegakkan hukum maupun undang-undang yang berlaku.

Kami berdoa buat yang terbaring sakit. Tubuh yang lemah, gerak terbatas dan rasa kesakitan yang harus ditanggung. Tuhan, Engkau adalah Tabib yang baik dan berkuasa. Kepada-Mu kami berharap dan meminta agar beban mereka diringankan, dan sakit mereka disembuhkan.

Berkati tugas, pekerjaan dan aktivitas kami masing-masing sepanjang hari ini. Dalam nama Yesus, doa ini kami panjatkan. Amin.