Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: 1 Raja-raja 13b-14
Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Tuhan itu baik, Ia telah menemani kita melalui malam dan kita menikmati istirahat dengan selamat. Puji Tuhan.
Firman Tuhan hari ini, “Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (14) Jawabnya: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku.”
1 Raja-raja 13b-14
Saudaraku, Elia tengah berada di gunung Horeb. Puncak gunung selalu dimaknai tempat yang sakral, atau keramat. Di sanalah perjumpaan Allah dan nabi-nabinya berlangsung. Anda ingat, gunung Sinai. Di puncaknyalah Allah memberi 10 hukum Allah. Kini, Elia pun ditemui Allah di gunung, gunung Horeb.
Dalam perjanjian Baru, kita tentu ingat bagaimana Tuhan Yesus berubah wujud. Kejadiannya berlangsung di puncak gunung Tibo. Di sanalah, dua orang murid-Nya melihat Gurunya bertemu dengan Musa dan Elia.
Sakralitas gunung dapat kita lihat juga orang Indonesia memaknainya. Raja-raja Jawa semuanya dimakamkan di Imogiri, Kota Gede-Jogjakarta. Demikian juga halnya dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Saudaraku, gunung bukan semata-mata lokasi indah untuk menikmati pemandangan. Tapi, di sanalah perjumpaan dengan Allah. Khususnya menyangkut misi yang harus diemban. Jadi, gunung bukan lokasi melepaskan kesuntukan. Untuk bermalas-malas. Memang, udara yang segar dan pemandangan menarik menggoda untuk menghabiskan waktu buat melepaskan kepenatan.
Itulah, sebabnya di gunung Horeb, Allah menanyakan apa aktivitas nabi Elia. Ia tidak mau gunung menjadi tempat melarikan diri dari tanggung jawab. Atau lokasi menyembunyikan diri dari tugas yang harus dipikul. Gunung ditempatkan bukan buat itu. Gunung itu lokasi pengutusan. Sekaligus tempat mereka melihat karya Allah dialami.
Saudaraku, tepatlah Elia menjawab pertanyaan Allah. Bahwa, ia bukan berleha-leha. Tidak juga untuk menghabiskan waktu belaka. Elia menjawab, “bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan”.
Apa artinya bagi kita? Jangan sampai kita dijumpai Tuhan tengah malas-malasan. Apalagi malas yang kebablasan. Menghabiskan waktu tanpa berkarya apa-apa. Waktu hanya dibiarkan lewat tanpa makna. Sebaiknya, kita menghargai waktu dan kehidupan yang berharga ini dengan aktivitas yang berharga pula. Kita tahu, waktu yang datang tidak berulang. Sekali lewat terus hilang. Jangan sampai kita membiarkan waktu yang merupakan karunia Tuhan itu lewat tanpa karya apa-apa. Sungguh indah Tuhan bertanya “apa kerjamu?” Kita menjawabnya seperti nabi Elia, “ bekerja segiat-giatnya buat sesama dan untuk Tuhan. Semoga.
Mampukan kami mengelola waktu dengan bekerja segiat-giatnya. Bentuklah kami sebagai pribadi yang ingin berkarya di tengah-tengah waktu yang diberikan Tuhan.
Doa ini seluruhnya kami minta dalam nama Yesus, Juru Selamat kami. Selamat beraktivitas.