Kesiapan Pelayan

Oleh Pdt. Supriatno

Selamat pagi. Selamat memasuki akhir pekan, Saudara-saudaraku yang baik. Kita bersyukur kepada Allah, sepanjang pekan ini kita merasakan pertolongan-Nya. Kita ini sebagai manusia rentan, rapuh, namun perlindungan-Nya yang menjadikan kita kuat dan selamat.

Akhir pekan ini, dasar renungan kita diambil dari 1 Raja-raja 19:20b-21, “Biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku dahulu, lalu aku akan mengikuti engkau.” Jawabnya kepadanya: “Baiklah, pulang dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu.” (21) Lalu berbaliklah ia dari pada Elia, ia mengambil pasangan lembu itu, menyembelihnya dan memasak dagingnya dengan bajak lembu itu sebagai kayu api; ia memberikan daging itu kepada orang-orangnya, kemudian makanlah mereka. Sesudah itu bersiaplah ia, lalu mengikuti Elia dan menjadi pelayannya.

Saudaraku. Elia sebagai nabi perlu pengganti. Atau biasa kita sebut regenerasi. Suatu saat tugasnya sebagai nabi selesai. Maka perlu sosok yang meneruskan. Jabatan kenabian itu tidak boleh kosong atau vakuum. Sosok nabi sangat diperlukan. Sebagai penyambung lidah Tuhan, nabi jelas terus dibutuhkan guna menyampaikan kehendak Allah. Kekosongan nabi akan berdampak pada kehidupan iman dan keagamaan umat Israel.

Mencari calon nabi itu tidak gampang. Tidak boleh dianggap enteng. Perlu orang yang tepat. Harus orang pilihan. Seorang nabi musti memenuhi persyaratan yang ketat. Orangnya baik. Semangat. Rajin. Berjiwa pengabdian. Dan seluruh jiwanya siap dikonsentrasikan memikul tugas yang tidak ringan.

Kita kenal karakter nabi Elia. Tak lelah-lelahnya menyuarakan Allah yang hidup. Umat bukan hanya digiring mengakui itu secara teoritis, melainkan berdasarkan pengalaman nyata. Bahkan pengalamannya sendiri. Hidup pribadinya penuh pembuktian akan hal itu. kisah pengalamannya dengan janda miskin di Sarfat. Yang memberi sepotong roti dan cuma itu milik berharganya. Ternyata, janda itu dan anaknya tetap hidup meski roti itu telah diberikan kepada sang nabi. Juga, ketika nabi Elia berada di tempat persembunyian karena nyawanya diancam. Setiap hari umurnya tetap bertambah, karena burung gagak yang setiap hari membawa daging untuk makanannya.

Elia sudah saatnya menyiapkan tongkat estafet kenabian. Perjalanan hidup keagamaan umat Israel tidak boleh mandeg. Apalagi berpaling ke illah lain. Di sinilah, Nabi Elia menemukan orang yang cocok, yaitu ada pada diri Elisa. Ia menemukan Elisa sedang membajak. Elia terkesan dan ia menyatakan pilihannya dengan melemparkan jubahnya kepada Elisa. Tanda, Elisa adalah kelak yang menggantikannya. Ia meminta Elisa menggantikan posisi sebagai nabi. Berkaitan dengan itulah, Elisa menyatakan kesiapannya. Sebelum tugas itu dipikulnya, Elisa pamit pada orang tuanya. Dan melakukan acara perpisahan dengan orang-orangnya. Latar belakang Elisa, dia berasal dari keluarga kaya. Hidupnya tidak kekurangan. Pembantunya banyak.

Dengan menjadi nabi. Elia harus meninggalkan hidup yang berkecukupan. Ia harus terbiasa hidup sederhana. Termasuk ia tidak lagi dilayani para pembantunya. Ia pamit dari orang yang dikasihinya, yaitu orang tua. Ia merelakan juga meninggalkan hidup yang serba mudah.

Saudaraku. Jadi, menjadi nabi harus siap dengan pengorbanan. Bekerja bagi umat adalah memberi hati dan segenap konsentrasi bagi kepentingan Allah dan juga umat. Dengan menjadi nabi, Elisa lebih banyak memberi daripada menerima. Hidup nyaman dan berlimpah harus rela ditinggalkan. Onak dan duri juga menjadi bagian yang harus dihadapinya. Termasuk mengalami sakit keras, tergeletak di pembaringan tidak berdaya.

Sekarang beda, banyak orang ingin menjadi pelayan untuk kemudahan. Ingin hartanya segunung. Ingin serba dilayani. Lihat, banyak orang yang menyebut diri pelayan Tuhan, malah lebih kaya dari yang dilayaninya. Saya membaca sebuah tulisan bahwa di Indonesia ada 7 orang pendeta atau pelayan Tuhan, yang kekayaannya lebih dari 1 trilyun. Luar biasa. Apakah benar atau tidak, yang jelas amat mudah ditemui pendeta yang kendaraannya mobil mewah. Arlojinya ratusan juta. Harga tas istrinya bisa membuat mulut menganga. Dan jangan lupa, mengenakan jas yang harganya melebihi kesejahteraan pendeta pada umumnya. Belum lagi parfum yang dipakainya. Wow..

Saudaraku. Dengan bacaan ini, kita diingatkan arti pelayan yang sejati buat pekerjaan Tuhan. Pelayan sejati pada dirinya melekat kesediaan dan kesiapan suatu saat tugasnya selesai. Dan penggantinya siap menghadapi tuntutan buat berkorban. Hidupnya lebih mengutamakan Tuhan bukan dirinya. Tuhan Yesus berkata, “ terlebih berbahagia memberi daripada menerima.” Seharusnya, sikap itulah yang dimiliki pelayan Tuhan. Bukan tiap berkotbah cuma fasih berbicara perpuluhan. Sampai ayat Alkitab pun disiasati dengan penafsiran yang mendukung orientasi yang haus dunia material. Dengan hadirnya pelayan sejati, umat pun dimampukan hidup dalam iman. Dan sikap keagamaan yang berkenan kepada Tuhan.