Kreatif Di Tengah Pembatasan

Oleh Pdt. Supriatno

Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Mentari telah terbit di timur. Pertanda hari baru telah datang. Kita berterima kasih pada Tuhan. Kita masih mengecap kehidupan di hari baru.

Firman Tuhan diambil dari Lukas 24:49, ”Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi.”

Orang modern paling suka suasana ramai. Pergi ke tempat wisata, berkunjung ke mall, mencari makan-minum yang dipenuhi pelanggan. Di sana, tempat itu menjadi tempat favoritnya. Bisa juga habitat sehari-harinya. Bagaikan ikan butuh air, demikian orang modern tidak bisa terpisah dengan keramaian.

Saking sukanya dunia ramai, tidak heran begitu tiba di rumah dari kegiatan di luar, masih menghidupkan televisi. Seakan kunjungan keluar rumah masih kurang cukup. Tidak sedikit, akhirnya jatuh tertidur di depan televisi yang menyala. Sampai- sampai ada ungkapan jenaka, “ bukan orang nonton televisi, tapi televisi yang menonton orang.”

Selain suka yang ramai, kemodernan ditandai dengan serba melakukan pergerakan. Orang modern itu sangat senang bepergian kesana-kemari. Lihatlah, bandara sudah seperti terminal bus. Saking banyaknya orang hendak melakukan perjalanan.

Orang modern, termasuk kita tidak betah diam. Jarang orang modern menghabiskan waktu di rumah. Bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Dari rumah ke gereja. Setelah selesai, lanjut ngopi bareng teman. Setelah ngopi bersambung cari makan sambil memanfaatkan internet. Setelah tubuh terasa penat, barulah pulang ke rumah atau apartemen.

Saudaraku, paska Tuhan Yesus bangkit tiga kali Ia menemui murid-murid-Nya. Pertemuan yang ketiga, Ia meminta agar mereka tidak kemana-mana. Tinggal di kota. Tidak bepergian kemanapun. Karena, mereka akan disiapkan menerima kuasa. Yakni kuasa yang memampukan mereka melanjutkan kehidupan. Dalam hal ini, bukan kehidupan biasa. Melainkan, hidup dengan tugas baru yang lebih besar.

Saudaraku, meski mungkin tidak tepat, mereka bisa dikatakan menjalani karantina. Tinggal di kota. Dibatasi ruang gerak. Mereka memusatkan pikiran dan emosi pada hal yang akan mereka miliki untuk tugas ke depan. Dalam hal ini, mereka menanti turunnya Roh Kudus. Roh yang melengkapi dan memampukan mereka mengerjakan pemberitaan injil keselamatan.

Saudaraku. Hidup dalam pembatasan. Tinggal di rumah. Diam dalam keheningan bisa menyiksa emosi orang modern. Diasumsikan itu momen memboroskan waktu belaka. Karena terbiasa dengan keramaian. Sekaligus banyak berada di luar rumah. Berdiam dalam keheningan bisa merupakan suasana menyiksa orang modern. Seperti tadi, tidurpun masih perlu ditemani televisi yang masih menyala, atau earphone yang masih di telinga.

Saudaraku, kini bagaikan para murid, kita dibatasi ruang gerak. Konteks kita untuk memutus mata rantai virus korona. Social dan physical distancing adalah pembatasan ruang gerak. Bagaimanapun sangat kurang nyaman buat orang yang biasa bergerak kesana-kemari. Biasa bersosialisasi. Bergaul dan mengobrol langsung.

Meskipun demikian, kita tidak boleh menarik kesimpulan bahwa kita kehilangan segala-galanya. Tentu tidak. Sekaligus, ketika menjalani masa hening dan diam di rumah, itu pun kita tidak bisa katakan sebagai pemborosan waktu. Kita tidak kehilangan waktu berharga dengan sia-sia.

Betul, kita tidak bisa mendambakan saat-saat sekarang untuk produktif. Produktif ukuran suasana waktu normal. Tapi, ternyata ada sisi lain yang mencuat. Apa itu? Kreativitas. Ada pergeseran dari produktivitas ke kreativitas. Gereja tidak bisa beribadah seperti corak biasanya, bersifat konvensional. Bersekutu secara fisik. Namun, lihatlah gereja-gereja tidak lumpuh. Muncul bentuk-bentuk kreatif pelayanan memakai media daring atau online.

Seorang ayah atau ibu yang selama ini tersita waktunya dikejar-kejar target produktivas. Sedangkan waktu buat anak cuma sisa-sisa. Itupun dengan tubuh yang sudah lelah fisik dan emosinya. Kini, dengan dibatasi ruang gerak, mereka satu sama lain makin dekat. Dan melahirkan banyak permainan buatan sendiri. Permainan yang mempertautkan emosi dan fisik antara ayah-ibu dengan anak atau antar anggota keluarga.

Saudaraku, para murid Tuhan tidak boleh kemana-mana. Bukan sama dengan pasif. Mereka
menanti untuk hal besar, yang kelak menuntun pada tugas lebih besar dan misi yang mulia. Diam tapi tengah dalam penyiapan. Mari, kita pun memanfaatkan kehidupan yang dibatasi ruang gerak saat ini. Diam dan menikmati kehidupan. Niscaya, ada banyak hal bermanfaat dan melahirkan hidup lebih bijaksana buat orang lain dan kita juga.

Kita berdoa, “Tuhan. Di masa sulit ini, kiranya kami menikmati suasana hening dan banyak diam di rumah. Mampukan kami agar ketika sulit produktif, kami mampu bersikap kreatif.

Inilah doa kami. Kabulkanlah permohonan kami. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.