Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: Kejadian 18:32
Mentari telah terbit di Timur. Pertanda pagi baru telah tiba. Selamat pagi, seluruh Saudaraku yang baik. Puji syukur kepada Tuhan, kita telah melewati malam dan beristirahat dalam lindungan Tuhan.
Renungan pagi ini, ”Katanya: “Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu.”
Kejadian 18:32
Saudaraku, miris juga jika di sebuah kota jumlah orang benar tidak mencapai sebanyak jumlah jari tangan kita. Sepuluh orang saja tidak ada, yang bisa menjadi dasar Allah membatalkan hukuman atas kota itu. Itu berarti cuma hanya ada dua keluarga di mata Allah yang benar. Keluarga Abraham dan keluarga Lot. Itu saja.
Kejahatan kota itu, yakni yang dimaksud adalah Sodom dan Gomora, sudah sangat memprihatinkan Allah. Bahkan utusan Allah yang menjadi tamu Abraham diperlakukan tidak senonoh. Tindakan mereka brengsek dan pikiran mereka kotor.
Meski kota itu sudah begitu jahat dan orang benar itu langka. Abraham sempat mengajukan permohonan belas kasihan Allah. Syaratnya ada sejumlah orang yang benar. Awalnya, ditawarkan angka 50 orang. Allah setuju, dan bersedia mengabulkan ‘penawaran’ Abraham. Ternyata setelah dihitung-hitung, tidak tersedia juga orang sebanyak itu. Bahkan meski angka-angka yang ditawarkan semakin turun, sampai akhirnya berhenti di angka 10 orang. Di angka itu, Allah masih bersedia mengurungkan niatnya menjatuhkan hukum. Sayangnya, di angka itu pun tidak ada orang benar di kota Sodom dan Gomora. Kita bisa terkejut dan melontarkan ucapan ,” masya Allah”. Atau, “Ya, Tuhan.”
Begitulah. kita tahu kisah selanjutnya. Sodom dan Gomora dihancurkan. Kota itu tidak terselamatkan dari kemurkaan Tuhan. Menyedihkan sepuluh orang saja tidak ada orang benar di kota itu. Tragis nian nasib kedua kota itu.
Menarik, mengenai proses ‘tawar-menawar’ antara Abraham dan Allah. Allah begitu terbuka dengan tawaran angka yang disodorkan Abraham. Dari mulai 50 orang hingga 10 orang. Sayangnya, angka terakhir pun tidak bisa dipenuhi.
Sungguh, Allah Maha Tinggi berkenan melakukan proses ‘tawar-menawar’. Status Allah sebagai Pencipta lebih tinggi daripada Abraham selaku ciptaan-Nya. Allah itu mulia sedangkan Abraham itu debu. Posisi Allah dan Abraham sungguh tidak setara dan sebanding.
Apa maknanya? Ada dua hal menonjol dari sikap Allah: keluwesan dan ketegasan. Dengan keluwesan Allah tetap memberi peluang keselamatan. Ia juga mau mendengar suara manusia. Suara Abraham. Sedangkan dengan ketegasan Allah tidak bisa dipermainkan.Saudaraku, demi ciptaan-Nya Allah tidak bersifat serta merta langsung menghukum. Namun juga, syarat minimal tidak terpenuhi Allah tidak menunda murka dan hukuman-Nya.
Allah tetap berusaha memberi peluang agar manusia bisa diselamatkan. Allah sebagai sumber kebenaran tidak bersifat kaku. Tertutup. Demikian juga, dengan setiap kali bersedia menerima angka tawaran baru, bukan berarti Allah tidak punya pendirian. Allah tetap bersikap luwes. Artinya, aturan atau hukum Allah tetap harus ditegakkan. Tapi, Allah tetap membuka tangan jika ada keinginan manusia untuk memperbaiki diri.
Setelah syarat paling minimal itu tetap tidak dapat dipenuhi kota Sodom dan Gomora, barulah Allah bertindak tegas. Tidak ada yang luput dari murka Allah. Termasuk istri Lot, menjadi tiang garam.
Kita sepatutnya ikut pola Allah yang luwes. Jika Allah kaku pada aturan dan kesepakatan, maka angka 50 jadi pegangan awal sampai akhir. Allah tidak mau bersedia menerima tawaran angka yang turun terus sampai sampai angka 10. Allah sungguh punya ketegasan tapi ketegasan itu tidak boleh menutup ruang seseorang atau sekelompok orang memperoleh keselamatan.
Saudaraku. Sebagai orang beriman dalam menyikapi realitas tertentu, kita luwes tapi tetap tegas. Bukan berarti kita tidak punya pendirian. Kita harus punya. Jika tidak kita diombang-ambingkan dunia. Lihatlah, jalur transjakarta. Dalam situasi normal kendaraan lain selain bus trans jakarta atau ambulance tidak boleh lewat. Tapi, perhatikan. Jika kemacetannya parah sekali dan berupaya mengurai kemacetan, petugas mengijinkan mobil biasa boleh lewat di jalur jalan transjakarta. Baru setelah situasi sudah normal kembali, ketentuan diberlakukan lagi. Sungguh, itu contoh keluwesan lahir dari pola pikir “out of the box”. Allah itu luwes, tapi tegas.
Mari kita berdoa, Tuhan terima kasih Engkau selalu terbuka untuk memberi pintu keselamatan. Sehingga untuk itu, Engkau berkenan mau mendengar harapan dan aspirasi manusia secara luwes.
Kami serahkan hidup kami, yang muda dan tua. Semoga kami dengan umur yang diberikan Tuhan bersyukur dan berterima kasih saat menemui kemudahan hidup. Sejalan dengan itu, diberi kesabaran dan ketahanan saat berhadapan dengan kesakitan.
Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.