Memilih untuk Belajar

Oleh Pdt. Supriatno

Pagi baru telah tiba. Kasih Tuhan yang baru telah menanti kita. Seiring dengan itu, selamat pagi Saudara-saudaraku yang baik. Puji Tuhan tubuh yang segar dikaruniakan atas kita.

Renungan kita bertolak dari, “Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, (42) tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Lukas 10:41-42

Saudaraku, sebuah dugaan yang tidak tepat akan melahirkan tindakan tidak tepat pula. Kekeliruan demikian kerap terjadi. Itu artinya berulang-ulang kita bisa lihat atau berlangsung di pengalaman sendiri. Mudah ditemukan di kalangan orang tua atas anaknya. Taruhlah contoh, orang tua yang menduga anaknya senang sekali mainan. Dia borong. Namun, begitu pulang, anaknya membiarkannya teronggok. Sebentar disentuh, setelah itu tidak menarik lagi di matanya.

Marta dan Maria merupakan duet kakak beradik. Hari itu, mereka mendapat kejutan besar. Tuhan Yesus mampir ke rumah mereka. Sungguh kesempatan langka. Respon atas Tuhan Yesus yang singgah di rumahnya, meski mereka bersaudara namun satu sama lain berbeda. Dalam dorongan semangat yang meluap-luap yang satu menyiapkan kuliner. Dan yang lain, dengan antusias pula mendengarkan suara pengajaran Tuhan Yesus.

Saudaraku, jika kita dalam pengalaman mirip, menerima tamu agung, dan kedatangannya tak terduga. Kita segera menyiapkan hal paling baik, untuk menyenangkan sang tamu. Pikiran pertama yang melintas, makanan lezat dan minuman segar pasti itu yang dibutuhkan tamu kita. Kita ingin tamu bisa beristirahat sejenak. Dan kemudian bisa melanjutkan perjalanan lebih segar. Tak heran semua konsentrasi dan tenaga difokuskan pada makanan.

Itulah, langkah yang diambil Marta. Tuhan Yesus harus dijamu sebaik mungkin. Kesopanan dan rasa hormat diungkapkan melalui penyediaan makan dan minum. Konsekwensinya, ia sangat sibuk. Berkutat dengan kuliner terbaik yang harus tersaji. Tampaknya, Marta kewalahan. Dengan nada mengeluh, ia memohon agar Tuhan Yesus melihat situasinya, dan mendorong Maria agar membantunya. Memang, Maria lebih berkonsentrasi mendengar daripada turun ke dapur. Maria lebih berkonsentrasi menyimak suara Tuhan Yesus ketimbang terjun membantu saudaranya, Marta.

Saudaraku, di sinilah Anda dan saya melihat, bahwa ternyata Tuhan Yesus menegaskan justru Maria telah merespon kehadiran-Nya dengan tepat. Duduk, mendengar dan belajar pengajaran Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tentu butuh kuliner. Tapi, kedatangan ke rumah Marta dan Maria bukan ‘cari makan’. Melainkan mencari orang yang mau membuka pintu rumahnya, membuka pikirannya dan hatinya untuk menyambut sosok Yesus dan pengajarannya. Karena itu, sikap Maria paling pas dan tepat menyambut Tuhan Yesus. Maria menjadi pembelajar. Ia tidak ingin di waktu yang terbatas itu jadi juru masak.

Saudara-saudara, saat kita membaca firman Tuhan dan atau disertai renungannya, kita tengah memilih jejak Maria. Bukan tidak boleh kita bersibuk ria di dapur. Menyiapkan kuliner terbaik merupakan wujud cinta kasih dan hormat kita kepada orang yang kita jamu. Marta asyik dengan pekerjaan yang disangkanya itulah yang terbaik buat Tuhan Yesus. Ternyata bukan.

Oleh karena itu, kita yang mau duduk mendengar dan belajar justru kita tidak boleh mengabaikannya. Semakin mendengar dan belajar, semakin terbuka pikiran serta hati kita. Niscaya, menuntun semakin kaya keimanan kita.