MENGHIDUP HIDUPI PDT EMERITUS : SEBUAH CATATAN ALIT

1. Catatan Pembuka
Berada pada posisi sebagai pendeta emeritus adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi seorang pendeta. Sebuah kebanggaan yang tak mampu lagi diuraikan dalam bentuk uraian naratif. Posisi itu adalah kulminasi, titik puncak dari pelayanan seorang pendeta yang selama kurun waktu lebih kurang 30 tahun diembannya dengan setia.

Sejatinya, sebagai manusia fana, seorang pdt tatkala memasuki emeritus ada juga kegalauan yang menerpa. Beragam pertanyaan retorik hadir : bagaimana rumah tinggal, bagaimana kebutuhan hidup rutin, bagaimana ini, bagaimana itu. Hanya karena kependetaan yang tangguhlah yang membuat pertanyaan-pertanyaan seperti itu mampu diredam.

2. Pdt Emeritus Dalam Tata Gereja.
Sejauh kajian literatur yang sempat dilakukan pokok tentang pdt emeritus sudah masuk di TG GKP 1972. Pasal V butir J TG GKP 1972 berjudul Hal Emeritat menyatakan: “Seorang Pendeta yang sudah mencapai usia 65 tahun dibebaskan dari tugasnya sebagai Pendeta oleh BP Synode setelah mengadakan percakapan dengan Jemaat setempat….”

Dalam TGPPTG GKP 2007 narasi tentang Pdt Emeritus amat baik dan prospektif per tekstual. Dalam TG Pasal 11 ayat (2) huruf f dimuat secara eksplisit rumusan sbb. “Pendeta Emeritus adalah Pendeta yang telah menyelesaikan masa pelayanannya sesuai dengan ketentuan tentang emeritus”

Jadi TGPPTG GKP 2007 adalah dokumen legal GKP yang secara formal memuat definisi tentang Pdt Emeritus. Dalam Pasal 11 itu ditegaskan bahwa GKP mengenal Pendeta Jemaat, Pendeta Pelayanan Umum, Pendeta Tugas Khusus, Pendeta Konsulen, Pendeta Pembimbing dan Pendeta Emeritus.

Di sini dalam TG 2007 Pdt Emeritus mendapat ruang, mendapat tempat yang layak dalam rumah besar GKP. Dalam PPTG GKP Pasal 44 yang berjudul Ketentuan tentang Pendeta Emeritus dijelaskan apa siapa Pdt Emeritus itu dalam 5 ayat. Terlepas dari implementasinya bunyi Pasal 44 ayat (5) amat sangat memberi harapan hidup bagi para Pdt Emeritus dan keluarganya.

Pasal 44 ayat (5) bunyinya : “Majelis Sinode bertanggungjawab atas kesejahteraan Pendeta Emeritus dan keluarganya, yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Sinode, yang ditetapkan oleh Majelis Sinode”. Narasi apresiatif tentang Pdt Emeritus yang ada dalam TGPPTG GKP 2007 tidak lagi ditemukan dalam TGPPTG 2020. Entah apa faktor penyebabnya. Saya pernah mengusulkan dalam proses pembahasan draf TGPPTG 2020 agar rumusan tentang Pdt Emeritus diambil saja dari TGPPTG 2007 namun usulan itu hanya ditampung.

Dalam TGPPTG GKP 2020 ada pereduksian hahikat Pdt Emeritus dibanding teks TGPPTG 2007. Pasal 24 TG GKP 2020 Pasal 25 ayat 1-3, hanya berbicara tentang Pendeta Jemaat, Pendeta Pelayanan Khusus dan Pendeta Pelayanan Umum. Artinya per definisi dan formal GKP hanya mengenal 3 pendeta tersebut. Urusan kesejahteraan Pdt Emeritus tidak dimuat secara spesifik seperti pada TGPPTG GKP 2007.
Pasal 24 ayat ( 4) mengatur secara umum sebagai berikut :
“GKP bertanggungjawab atas kesejahteraan Pendeta dan keluarganya”

Dalam runtutan pemikiran yang menafikan eksistensi Pdt Emeritus maka dalam PPTG 2020 tidak ditemukan Pasal yang khusus membahas tentang Pdt Emeritus. Pasal 59, 60, 61 dalam PPTG GKP 2020 hanya berbicara tentang Pendeta Jemaat, Pendeta Pelayanan Khusus, Pendeta Pelayanan Umum.

Bagaimanakah kita GKP bisa menghidupi Pdt Emeritus tatkala dokumen legal/ payung hukum GKP up TGPPTG GKP 2020 tidak memberi ruang dan tempat yang layak bagi sosok seorang Pdt Emeritus. Apakah para Pdt GKP yang kini energik dan powerfull itu tidak dalam posisi berkesadaran tinggi bahwa mereka juga akan memasuki masa emeritus pada saatnya nanti?

3. Problema mendesak yang dihadapi Pdt Emeritus dan Keluarganya.
Dari pengalaman empirik ada 3 hal pokok yang dihadapi Pdt Emeritus yaitu perumahan, kesehatan, kesejahteraan
a. Perumahan
Para Emeritus GKP yang tidak mendapat “warisan” dari orangtua/keluarga amat sulit memiliki rumah tinggal (pribadi) pada saat memasuki masa Emeritus. Ini konstatasi saya yang bisa saja tidak terlalu tepat karena hal itu berdasarkan pengalaman pribadi. Saya tidak mendapat bantuan perumahan dari MS karena saya tidak ikut program Asuransi Kolektif utk para pendeta yang saya gagas waktu saya menjadi Sekum Sinode GKP. Saat itu sepulang dari LN berkunjung ke mitra, mereka sedia membantu dana hari tua Pdt GKP. Maka th 80 an itu GKP bekerjasama dengan Asuransi Bumi Asih Jaya/KM Sinaga ikut dalam program Asuransi Kolektif Pdt GKP sd usia pensiun mereka dengan plafon dana 12.500 per orang. MJ GKP saat itu memberikan sejumlah dana ke Sinode sebagai partisipasi dlm program itu.

Pada bulan Januari tahun 1990 kami pindah ke Jakarta karena saya dipilih sebagai Wasekum PGI bulan Oktober 1989 di Surabaya. Tahun 1990 itu kami mengambil kredit rumah BTN di Jatibening Bekasi. Saya mengajukan pinjaman kepada BP Sinode untuk membayar DP rumah dari dana beasiswa S3 yang telah disiapkan untuk saya dari NHK Belanda. Oleh karena permohonan saya ditolak, maka saya mengambil dana dari Asuransi Kolektif Bumi Asih Jaya untuk membayar DP rumah kami. Akibatnya pada saat peresmian emeritus saya di GKP Bekasi 12 Sep 2011 saya tidak menerima Dana Perumahan dari MS sebagaimana yang biasa diberikan MS kepada para Pdt Emeritus saat seorang pendeta memasuki emeritus. Puji Tuhan! dengan kemurahan Allah dan oleh karena pemberian orang tua, tabungan dari royalti buku, maka kami bisa memiliki rumah yang kami tempati sekarang
untuk berteduh di hari tua. Pada saat Pendeta memasuki masa emeritus, MS memberikan dana perumahan kepada Pendeta Emeritus yang nominalnya berjumlah sekitar Rp 50 juta.

Dibandingkan dengan harga rumah yang memadai harganya minimal berkisar antara Rp 350 -Rp 400 juta maka jumlah Rp 50 juta yg diterima saat emeritus itu amat jauh dari memadai..
Sebaiknya MS membentuk lembaga khusus yang secara profesional, akuntabel dan transparan menanangani pengadaan rumah untuk pendeta.

b.Kesehatan
Sebagai Pdt GKP kita bersyukur dan bangga bahwa Pendeta GKP dan Keluarganya yang sakit bisa dilayani sepenuhnya dirawat di RS GKP atas tanggungan biaya Yayasan BRS GKP. Tidak semua Gereja/Sinode punya fasilitas seperti ini.
Persoalan yang dihadapi adalah para Pendeta Emeritus yang domisilinya jauh dari RS GKP. Mereka dan isteri menbutuhkan penanganan cepat, takada kendaraan pribadi, dsb dsb. Sebaiknya MS membuat MOU dengan BRS GKP yang isinya memberi jaminan agar Pendeta Emeritus dan Isteri yang domisilinya jauh dari RS GKP bisa menggunakan fasilitas kesehatan/dokter terdekat atas tanggungan biaya BRS GKP.

c.Kesejahteraan
Sesudah memasuki masa eemeritus, Pendeta Emeritus GKP menerima uang pensiun berkisar Rp 1 juta dan bantuan MS Rp 1 juta per bulan yang belum lama ini ditambah Rp 250 rb/ bulan.
Jumlah seperti itu tanpa bantuan dari anak yang sudah bekerja atau Saudara tentu sangat sulit karena biaya hidup Pendeta Emeritus itu minimal Rp 5 juta per bulan. Belum lagi Pendeta Emeritus yang tidak punya pensiun,atau yamg masih punya anak yang masih sekolah, atau anak Pendeta Emeritus yang sudah yatim piatu tentu persoalan yang dihadapi lebih besar dan rumit.

Sebaiknya MS membentuk lembaga permanen yang tugasnya mengalang dana untuk memberi dukungan bagi kesejahteraan Pendeta Emeritus.
4.Catatan Penutup
Para Pendeta Emeritus adalah sosok yang telah melewati masa-masa pengabdiannya sebagai pendeta aktif, yang tidak memungkinkan saat itu ia merangkap pekerjaan lain, dan tidak memungkinkan untuk menabung untuk hari tua.
Sementara itu para Pendeta Emeritus memiliki kerinduan untuk tetap melayani hingga akhir hayat. Adalah sesuatu yang amat cerdas dan membahagiakan andaikata GKP dibawah prakarsa proaktif dari Majelis Sinode GKP berupaya lebih serius untuk menyejahterakan
para Pendeta Emeritus GKP dihari-hari akhir kehidupannya.
Kita sungguh berdoa agar Tuhan Yesus Kristus,Raja dan Kepala Gereja yang bertindak dalam kasihNya menganugerahkan kesejahteraan bagi para Pdt Emeritus, ibu Janda pdt dan anak pdt di lingkup Gereja Kristen Pasundan.
Semoga!
Nas : Ibrani 13:7.

Jakarta, Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2021.
Pdt Em. Weinata Sairin,MTh(72)
Anggota Jemaat GKP Cawang Jakarta Timur.
***