Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: Efesus 2:13-14
Selamat pagi, ibu-bapak, opa-oma, Saudara-saudara yang baik. Semoga pagi ini, kita menghirup udara hari baru seraya mengucap syukur kepada Allah. Sebab, karena Dia-lah, kita dan keluarga kita dituntun dari hari Senin lalu hingga memasuki hari Tengah pekan ini.
Firman Tuhan yang menyertai kita di hari ini, “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. (14) Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan”.
Efesus 2:13-14
Saudaraku, “jauh” dan “dekat” biasanya menyangkut jarak dari satu tempat ke tempat lainnya. Warga Jemaat yang tinggal di wilayah Tangerang, tentu kita katakan jauh dari lokasi gedung gereja kita. Sedangkan, mereka yang tinggal di daerah Jatinegara dan sekitarnya, kita katakan dekat.
Berkaitan dengan firman Tuhan pagi ini, terungkap ada kata “jauh” dan “dekat” berkaitan dengan Tuhan. Tentu bukan seperti jauh dan dekat yang dihitung memakai hitungan di atas. Bukan, bahwa jarak antara Tuhan dengan manusia jauhnya 1000 km atau dekat karena berjarak 10 meter. Tidak. Bukan dalam pengertian demikian.
Kandungan “jauh” dan “dekat” ini lebih pada relasi. Kata “jauh”, menunjuk hubungan yang diwarnai permusuhan. Relasi yang dingin. Relasi Allah dan manusia begitu hambar. Manusia merasa hampa. Penyebabnya dosa. Dosa yang diperbuat manusia yang membuat Allah murka atas manusia. Sejak itu, relasi Allah dengan manusia tidak mesra.
Sama, jika antar sahabat atau suami-istri terjadi konflik, bukankah secara psikologis muncul perasaan jauh. Permusuhan membuat suasana
dingin. Tegur sapa berhenti. Bisa jadi, jarak secara fisik tidak jauh. Bagi suami-istri, misalnya, meski mereka tidur satu ranjang tapi kalau sedang konflik dan hatinya penuh kemarahan satu sama lain. Bukankah perasaan yang ada adalah perasaan “jauh”? Sampai2 berkata-kata pun bernada teriakan, padahal jarak satu sama lain cuma 2-3 meter saja.
Saudaraku, darah Kristus yang mengubah tatanan relasi. Mengubah pula suasana hati Allah atas manusia. Allah kini dekat dan memberi selamat. Dulu, dosa menciptakan tembok. Tak tertembusi. Allah di balik sana dan manusia di balik yang satunya lagi. Ibarat jurang, antara Allah dan manusia ada jurang menganga tak terjembatani.
Kemudian segalanya berubah, tadinya “jauh” dari Tuhan, kini “dekat”. Kata “dekat” di sini yaitu relasi yang buruk berlalu, yang baru dan indah telah tiba. Tercipta kualitas hubungan baru yang istimewa antara Allah dan manusia. Ada suasana relasi yang hangat, indah dan menyenangkan. Pencipta suasana baru itu adalah Kristus. Tidak ada nama lain. Darah Kristus yang mengubahnya. Sungguh darah Kristuslah yang merobohkan tembok itu. Darah Kristus menjadi jembatan yang mempertemukan Allah dengan kita. Permusuhan berakhir. Allah menjadi dekat.
Pertanyaannya, lalu hal apa yang paling baik kita lakukan merespon karya darah Kristus? Tugas kita kini adalah, kita merawat relasi indah yang telah diciptakan Allah ini. Kita terus dekat dengan-Nya. Dan Doa merupakan bentuk yang mempertautkan relasi kita dengan Allah tetap dekat. Kita membangun keharmonisan bukan permusuhan. Jangan kita membuat tembok baru yang menjauhkan kita dari Allah. Lebih baik kita merawat cinta, daripada berbuat dosa. Jagalah sikap dan kelolalah perilaku dan kata2 sebaik mungkin. Kiranya itu, yang kita kerjakan di hari Rabu ini.
Kita berdoa, Tuhan, terima kasih atas karya-Mu yang agung. Kami bersuka cita sebab Engkau dekat dengan kami.
Tuhan, kiranya di tengah pekan ini, kami tetap melangkah bersama-Mu. Berkati ayah-ibu kami, anak-anak kami, cucu-cucu kami, pasangan hidup kami dan segenap keluarga kami dan semua orang beriman kepada-Mu. Agar Tengah pekan ini kami menjalani hidup yang bersuka cita. Dan selalu punya alasan untuk mengucap syukur kepada-Mu. Ya, Allah. Dalam Kristus Yesus, kabulkanlah doa kami. Amin.