Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: Matius 6:3-4
Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, yang kasih setia-Nya kepada kita tidak berubah. Pagi ini pun, kita merasakannya. Kita masih membuka mata dan melihat betapa baiknya Tuhan atas kita.
Firman Tuhan hari, “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. (4) Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Matius 6:3-4
Saudaraku, salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan exist. Kebutuhan agar diri kita diakui, dihormati dan diperhitungkan. Ini, lho saya. Kebutuhan ini tidak punya sangkut paut dengan makanan, busana atau tempat tinggal. Ini berkaitan dengan kebutuhan psikologis. Hal wajar. Namun keluar dari kewajaran saat berubah menjadi kecenderungan memamerkan dirinya, “Ini, lho saya”.
Kecenderungan ini merambah kemana-mana untuk menunjukkan eksistensinya. Apa yang yang mau dimakan oleh saya, difoto lebih lalu. Kemudian disebarkan ke dunia maya. Sedang berada di tempat tertentu, difoto lalu disebarkan dalam dunia maya. Apa saja, sejauh itu untuk mendukung eksistensi dirinya supaya dirinya diakui, dihormati dan diperhitungkan, maka itu dilakukan.
Kebutuhan bahwa dirinya eksis sekali lagi sebenarnya lumrah. Siapapun pasti ingin diakui, dihormati dan diperhitungkan. Sebaliknya kita tidak ingin disepelekan. Kita butuh penerimaan orang lain, bukan dicuekin, kata anak muda. Itu wajar, tapi harus dalam porsi yang wajar. Jika sudah berlebihan itu yang harus kita evaluasi dan koreksi lagi.
Saya dan teman-teman pernah menjamu seorang tamu dari Swiss, untuk makan siang di sebuah restoran Sunda di Bandung. Lalu, spontan salah teman kami memotret momen itu. Kita tahu hal demikian rasanya lazim sekali di kalangan kita. Namun, tiba-tiba tamu dari Swiss ini memohon dengan santun. “Bolehkah foto yang diambil itu tidak dishare atau dibagikan ke mana-mana, ke facebook, WA, dsb? Dia kurang lebih menyatakan, “Bahwa dia tidak biasa, mengingat makan bersama ini hal yang bersifat pribadi. Tidak perlu semua orang harus tahu bahwa kita sedang makan di restoran ini.”
Kami langsung diam. Betul juga. Masak, sih, semua orang harus tahu semua hal yang kita sedang lakukan, termasuk makan di sebuah rumah makan. Jika itu dilakukan bukankah hal itu seolah-olah mau pamer dalam dunia maya, “ ini, lho, kami sedang makan enak dengan bule di restoran”.
Saudara, Tuhan Yesus, pada zamannya menemui orang-orang yang punya kebutuhan untuk menunjukkan bahwa dia eksis, ada. Sayangnya, itu dilakukan secara berlebihan. Termasuk untuk menunjukkan bahwa dia orang baik, perhatian sama orang, ia bersedekah. Ia memberi sesuatu buat orang kecil. Sehingga perbuatan mulia itu tergantikan dengan pameran kebaikan hati. Artinya, dia memberi agar semua orang tahu bahwa dia sudah melakukannya. Cerita ke sana, cerita ke sini.
Barangkali, jika zaman Tuhan Yesus sudah ada HP dengan fasilitas canggih seperti yang kita miliki. Orang yang disinggung Tuhan Yesus itu akan memfoto momen dia memberi sedekah. Memfoto sebanyak-banyaknya dan membagi-bagikannya ke dunia maya seluas-luasnya. Memfoto lalu dikirim ke facebook. Memfoto lalu dikirim ke whats app. Memfoto lalu mengirim ke instagram. Akhirnya, memberi itu lebih sebagai ajang mempertontonkan dirinya, “ini, lho, aku.”
Saudaraku, Tuhan Yesus mengajak jika kita berbuat baik, mari lakukanlah. Itu hal yang mulia. Allah akan mengapresiasi perbuatan baik. Hanya jangan memberi hanya untuk memamerkan dirinya dan kesalehannya. Tatkala kita menunaikan bantuan kepada seseorang, maka tidak perlu orang sekampung tahu, apalagi orang sedunia tahu. Apalagi bantuannya tidak seberapa beritanya yang heboh betul.
Tuhan Yesus mengungkapkan dengan bahasa “tangan kiri tidak perlu tahu apa yang dilakukan tangan kanan.” Tuhan Yesus mengakui memberi bantuan itu terpuji. Memberi sedekah itu baik, hanya akan menjadi sangat baik dilakukan secara tepat. Yakni tidak gembar-gembor. Diam-diam saja. Karena Allah pun tahu apa yang kita lakukan dengan perbuatan mulia itu.
Kiranya hari ini, kita bisa berbuat baik. Memberi sedekah buat orang yang tengah membutuhkan. Tengoklah di sebelah kanan-kiri kita, jika ada yang sedang sulit sekali, bantulah dia. Dan tak perlu kemudian kita cerita ke sana-sini, ke mana-mana, apalagi sampai diphoto segala untuk dishare.
Kita lakukan dengan tulus. Murni. Bukan supaya orang sejagad maya perlu tahu, tapi memberi bantuan adalah panggilan kristiani yang patut kita lakukan. Dan bukan tidak mungkin, siapa tahu, suatu saat kita pun berubah posisi. Justru kita sendiri yang butuh bantuan.
Kita berdoa, “ Tuhan karuniakan kami hati yang pemurah. Supaya kami menjawab panggilan dan ajakan-Mu memberi dengan hati yang tulus dan murni.
Kami berdoa untuk saudara-saudara kami yang telah memasuki masa lansia dan sakit. Tuhan, kiranya hidup menjadi kesempatan buat mereka terus berjumpa dengan kasih dan kebaikan-Mu. Kiranya itu juga berlaku hari ini.
Kami membawa dengan doa anak-anak, cucu-cucu, dan keponakan kami. Semoga di dalam Tuhan mereka dilindungi oleh-Mu. Mereka menjadi anak-anak yang maju secara ilmu dan berkembang di masa depan.
Doa ini, kami serahkan kepada-Mu. Kiranya Tuhan berkenan memenuhinya. Amin.