Merdeka Adalah Modal Hidup

Oleh Pdt. Supriatno

Bahan: Bilangan 14:3

Selamat pagi, bapak-ibu, oma-opa dan Saudaraku yang baik. Di awal hari ini, kita bersyukur kepada Tuhan saat bangun dari tidur. Pada tanggal inilah, bangsa kita merdeka dari penjajahan. Dan kita sejauh ini, kita menghirup kemerdekaan karunia Tuhan ini.

Firman yang menjadi pijakan refleksi: ”Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?”

Bilangan 14:3

Saudaraku, orang bisa mengambil penilaian dan kesimpulan berbeda, walaupun sama-sama berangkat dari melihat kenyataan yang sama. Ambillah contoh, hal ulang tahun. Ada yang mengatakan, aduh, sayang sekali. Umur saya di dunia ini berkurang satu tahun”. Tentu ungkapan itu bernada menyesalkan. Wajah bisa murung tatkala ungkapan ini dinyatakan. Sebaliknya ada banyak yang mengatakan Puji Tuhan. Dia menambahkan usia saya”. Tentu, nada ungkapannya bersifat gembira.

Pengalaman demikian, mirip yang dialami 12 orang yang diutus Musa. Mereka mendapat tugas melihat, mempelajari, mengumpulkan informasi dan memberi gambaran tanah perjanjian. Musa memerlukan informasi selengkap mungkin. Sebab, dengan memiliki informasi mengenai keadaan tanah perjanjian akan membantu Musa. Musa akan terbantu untuk mengambil keputusan yang tepat.

Rupanya berkaitan dengan informasi dan gambaran mengenai tanah perjanjian itu, 12 orang terbelah dua. Ada dua versi yang muncul. Kubu atau kelompok pertama, menyatakan tanah itu benar berlimpah susu dan madu. Dan dihuni orang-orang yang secara fisik kuat. Kelompok ini hanya berjumlah 2 orang. Memberi gambaran utuh. Laporannya ada aspek yang menggembirakan. Sekaligus membeberkan tantangan tidak ringan yang musti dihadapi.

Sedangkan kelompok kedua, menggambarkan serba buruknya tanah perjanjian itu. Menurut mereka penghuni tanah itu adalah manusia raksasa. Secara fisik mereka lebih kuat. Tinggi-tinggi. Demikian juga, suka makan manusia penduduknya. Artinya kanibal. Sedangkan menggambarkan dirinya seperti belalang. Mangsa yang empuk buat mereka. Yang menyatakan informasi seperti itu ada 10 orang.

Lihat. Realitas yang dilihat sama. Namun penggambaran dan penilaian berbeda. Yang satu optimis dengan laporannya. Sedangkan yang 10 orang laporannya menakut-nakuti bernada pesimis. Mereka sudah putus asa lebih dulu.

Ternyata informasi yang kedua, yang bernada pesimis telah menggiring suasana emosi umat Israel. Opini terbentuk bahwa mereka akan mati di negeri itu. Segera umat panik dan protes. Mereka menuntut kembali ke Mesir, tidak apa- apa jadi budak lagi. Suasana gaduh dan tidak puas meletup dari bibir umat Israel. Malah ada yang membandingkan hidup di Mesir jauh lebih baik. Walau waktu di sana status mereka sebagai budak. Di mata mereka kebebasan dari Mesir keliru. Sebab, di Mesir hidup mereka jauh lebih baik. Kepemimpinan Musa dan Harun digugat. Kedua tokoh besar yang membawa kemerdekaan itu disalahkan.

Saudaraku. Umat Israel salah memahami. Seolah-olah jika masuk ke negeri perjanjian dan terlepas dari belenggu penguasa Mesir, hidup langsung mulus. Tidak ada persoalan lagi. Tidak heran laporan 10 pengintai bagaikan siraman bensin atas semak-semak yang mudah terbakar. Langsung laporan 10 orang yang bernada pesimis itu yang mereka jadikan pegangan. Mereka tidak menggubris laporan yang bernada optimis.

Jelas, sudah. Baik yang 2 orang maupun kelompok yang 10 orang sama melihat dan memperoleh informasi yang sama-sama mereka lihat. Tapi penilaian dan penyikapannya berbeda. Dan umat Tuhan lebih percaya dan terpengaruh oleh laporan versi 10 pengintai.

Saudaraku. Kita sudah merdeka. Namun, bukan berarti tidak ada lagi pekerjaan rumah. Masih ada, bahkan banyak. 75 tahun merdeka, orang miskin masih tinggi jumlahnya. 75 tahun merdeka, masih ada kelompok yang tidak menghargai umat lain, yang sama-sama warga negara yang sah. Sehingga masih ada kejadian kelompok yang menghalangi kebebasan beragama. Bangsa kita dikenal sangat agamis, tapi 75 tahun merdeka tingkat korupsi masih tinggi. Dan banyak lagi pekerjaan rumah.

Belajar dari Kaleb, yang punya sikap optimis. Bahwa merdeka itu menjadi modal hidup lebih baik ke depan. Tantangan bukan berarti tidak ada lagi. Ada. Tetap banyak. Hanya jika tidak merdeka suasananya lebih buruk lagi. Dan kita pun telah mengecap banyak hal baik dan kemajuan dari hasil kemerdekaan. Bahkan bersama Tuhan yang mengaruniakan kita kemerdekaan, kita yakin kesulitan dan tantangan bangsa kelak teratasi.

Kita berdoa: Tuhan dengan rasa terima kasih dan syukur, kami bergembira menikmati kemerdekaan. Ajarkah kami agar kemderkaan ini, membantu kami tidak berkecil hati, melainkan tetap optimis.

Doa-doa kami ini, kami naikkan dalam nama Tuhan Yesus. Amin.

DIRGAHAYU KE-75 RI. MERDEKA!