Motivasi Pelayanan Hanya untuk Tuhan

Oleh Pdt. Supriatno

Selamat pagi, Saudaraku yang baik. Puji syukur, Tuhan mendengar doa kita dan menerima permohonan kita. Dia mengabulkan keinginan kita untuk dapat beristirahat semalam.

Firman Tuhan yang kita jadikan renungan pagi ini adalah, “Lalu Elisa meninggalkan lembu itu dan berlari mengikuti Elia, katanya: “Biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku dahulu, lalu aku akan mengikuti engkau.” Jawabnya kepadanya: “Baiklah, pulang dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu.” 1 Raja-raja 19:20

Saudaraku, jika kita mempunyai kekayaan tentu kita ingin anak-anak kita mewarisinya. Kita berharap mereka bisa mengelola dengan benar sehingga harta warisan itu bertambah-tambah. Safat adalah seorang hartawan. Ternaknya banyak, tanahnya luas. Melihat perangai anaknya, bernama Elisa, tentu ia berbesar hati. Kelak hartanya yang berlimpah akan berada di tangan pewaris yang tepat. Mengapa? Elisa seorang pekerja keras dan penuh ketaatan pada orang tua.

Elisa bukan tipe pemuda kaya yang merongrong dan menghabiskan harta orang tuanya. Bukankah tidak sedikit anak muda yang berleha-leha dan kerjanya cuma ke sana kemari mengisi waktu. Malas bekerja dan tidak produktif. Anak muda yang berprinsip, ”buat apa kerja keras. Kekayaan orang tua tidak akan habis sampai beberapa generasi.” Safat sebagai orang tua tentu sangat beruntung punya anak dengan watak rajin dan tidak suka foya-foya.

Ternyata rencana Tuhan selain indah, juga melihat kepentingan orang banyak mendapat perhatian-Nya. Elisa, pemuda rajin dan berani berpeluh meski anak orang kaya, bertemu Elia. Dan perjumpaan itu memutar 180 derajat seluruh perjalanan hidupnya. Elia menawar Elisa bekerja bagi Tuhan sebagai seorang nabi menggantikannya kelak.

Saudara tawaran nabi Elia bukan ajakan ringan. Menjadi seorang nabi berarti seluruh konsentrasi hidupnya buat Tuhan. Berani menegur umat yang salah. Bersedia membimbing umat yang bandel. Dan ada satu lagi yang tidak ringan, yaitu hidup dalam kesederhanaan. Dunia mataerialistik harus ditinggalkan. Ini susah. Karena Elisa punya orang tua yang kaya yang warisannya bisa jatuh kepadanya. Ternyata, Elisa bukan “cowok matre”, istilah sekarang. Ia rela hidup tanpa gelimang harta yang ada di depan matanya.

Saudaraku, itulah sebabnya, Elisa pamit ke orang tuanya. Ia mohon restu menjalani hidup di jalan Tuhan. Semua konsentrasi hidupnya buat Tuhan dan siap hidup dengan segala kekurangannya. Di sini, kita melihat, Elia merekrut sosok tepat yang kelak menggantikannya selaku seorang nabi. Dia memilih seorang yang sudah selesai dengan hal duniawi. Hal ini, sungguh berbeda dengan gejala pemimpin agama sekarang. Justru banyak yang berlomba mencari dan menimbun harta duniawi. Elisa sudah selesai dengan urusan harta duniawi. Dia fokus pada pekerjaan buat Tuhan.

Manakala seorang hamba Tuhan belum selesai dengan orientasi duniawinya kasihan umatnya. Karena yang dilihat hamba itu atas umatnya bukan hatinya tapi melihat kantongnya. Akhirnya, yang kaya didekati dan yang miskin dijauhi. Firman ini merupakan kritik kepada mereka termasuk saya. Bahwa memenuhi panggilan Allah berarti konsentrasi melihat pelayanannya bukan harta milik umatnya. Hamba Allah hendaknya berkaca pada Elisa.Jangan sampai di kepalanya dan di benaknya roh pengabdian digantikan roh mata duitan. Roh ketulusan melayani tetap harus kita miliki.

Saya sangat mengapresiasi justru banyak pelayan non pendeta di gereja-gereja, bekerja berani berpeluh dan tanpa pamrih. Mereka yang dalam kesibukannya menyisihkan waktu, tenaga, pikiran dan komitmen melayani Tuhan. Bahkan harus ‘nombokin’, dengan dana pribadi. Menurut saya justru merekalah Elisa-Elisa jaman kini. Bersedia melayani tanpa tuntutan mendapatkan hal yang material. Mereka melayani tanpa tuntutan dan ketersediaan fasilitas. Sehingga benarlah pesan lagu, “kerja buat Tuhan selalu manise. Walau tanpa gaji selalu manise..”