Oleh Pdt. Supriatno
Bacaan: 2 Samuel 12:9a
Selamat pagi, Ibu- bapak, opa-oma dan Saudara-saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, karena kasih setia-Nya kepada kita dan keluarga kita tidak berubah. Pagi ini pun, kita merasakannya. Kita masih membuka mata dan melihat betapa baiknya Tuhan atas kita.
Firman Tuhan hari ini, “Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mata-Nya?”
2 Samuel 12:9a
Saudaraku, menyampaikan sesuatu dengan lembut lembut bukan berarti lemah, dan menyampaikan sesuatu dengan nada tegas bukan berarti kasar. Kombinasi lemah lembut dengan ketegasan merupakan paduan serasi untuk mengingatkan orang lain yang jatuh dalam dosa. Jika hanya disampaikan dengan lembut, seolah-olah tidak perduli digubris. Sedangkan jika cuma tegas, orang yang diingatkan bisa marah dan tersinggung.
Orang yang bisa meramu dua pendekatan tersebut sungguh pribadi yang hebat, matang dan taktis. Dalam hal ini ada pada diri Natan, seorang nabi di jaman Daud berkuasa sebagai raja. Natan hebat, karena tidak semua orang berani mengutarakan kesalahan, menegur dan menjatuhkan sangsi kepada orang besar.
Dalam hal ini seorang raja, ya raja Daud. Seorang raja yang punya reputasi gemilang dalam menghadapi musuh dan berhasil membangun negerinya. Tapi, berbarengan dengan itu, Daud menggunakan jabatannya untuk melakukan tindakan merugikan orang-orang dekatnya. Dalam hal ini merebut Batsyeba dari Uria, suaminya yang sah.
Betul, sebagai seorang nabi Natan mempunyai tugas menegur dan mengajak semua orang yang bersalah untuk bertobat. Tanpa pandang bulu. Tapi, siapapun tahu, pada prakteknya betapa sulit melakukan tugas kenabian ditujukan kepada orang besar, orang kaya dan orang berkuasa. Sebab, jika orang sekaliber demikian tidak mau terima, menimbulkan konsekwensi yang jauh. Orang tipe itu jika tersinggung maka menimbulkan kekalapan yang membahayakan. Pejabat yang tersinggung pasti berbeda dengan rakyat jelata yang tersinggung.
Di sinilah, kematangan Natan. Ia membeberkan lembaran kelam kehidupan Daud tidak dengan cara tembak langsung. Ia memakai perumpamaan. Perumpamaan tentang kesewenang-wenangan orang kaya yang memperdayai orang kecil dan lemah. Lewat penggunaan perumpamaan ini, menggugah Daud. Ia sadar orang kaya itu salah, dan ia memiliki panggilan untuk mengkoreksi tindakan orang kaya itu, dan membela yang miskin.
Dengan cara memakai perumpaan itulah Natan menyatakan, bahwa orang kaya yang dimaksud adalah Daud, “Engkaulah orang itu.” Tentu saja Daud tidak berkutik. Sadarlah dia. Ternyata ia telah melakukan hal yang jahat kepada Tuhan. Namun, karena cara Natan menyingkapkan dengan pola lemah lembut, meski pahit Daud mau mengakuinya. Sekaligus ia menerima sangsi atau hukuman dari Tuhan.
Saudaraku, penolakan untuk diberitahu ada hal yang keliru pada dirinya, bisa terjadi pada setiap orang. Bisa dengan dalih, “ni, kan urusan pribadi saya. Buat apa, kamu ikut campur.” Orang seperti itu takut bahwa niat baik seseorang akan merusak nama baiknya. Egonya berontak. Apalagi kemudian menolak dengan kata, “memangnya kamu siapa?” Daud, meski seorang raja saat ia tersingkapkan telah melakukan kesalahan. Mata batinnya menuntun jiwanya terbuka menerima dengan penyesalan.
Ada dua hal yang membuat Daud bersikap demikian. Pertama, karena cara pendekatan Natan yang tepat. Tidak membuat ia tersinggung, walau pasti dia berat menerima kenyataan itu. Kedua, ia menghormati wibawa ilahi yang ada pada Natan. Ia sadar, Natan melakukan fungsi menasihati dan menegur bukan untuk menjatuhkannya. Daud sadar justru nasihat nabi Natan membuat dirinya tidak makin jatuh lebih dalam lagi, lebih dalam lagi. Di matanya, nasihat dan teguran Natal memang pahit dan menyakitkan tapi menghindarkannya dari situasi lebih buruk lagi, lebih buruk lagi.
Saudaraku, kita sadar bahwa kita ini manusia. Dan hal yang tidak bisa hindari adalah berbuat salah. Kesombongan tidak berdasar jika kita tertutup dinasihati dan ditegur. Jika kita malaikat, bisa jadi kita tidak butuh nasihat dan teguran.
Patut kita camkan bahwa, justru dengan teguran itulah kita bisa mengevaluasi hidup kita. Benar atau salahkah yang sudah kita perbuat? Kita meneladani Natan yang tetap menegur dan menasihati orang sekelas raja Daud. Kita pun salut kepada Daud, seperti apapun perasaannya, ia mengakui kesalahannya dan menerima teguran Natan dan Allah. Semoga kita belajar dari kedua tokoh itu.
Kita berdoa, “ Tuhan, karuniakan kami untuk selalu melakukan fungsi menasihati dan menegur kepada anggota keluarga kami. Dan kami pun terbuka ditegur mereka.
Kami serahkan hidup kami hari ini di dalam tangan-Mu yang penuh pengasihan. Dan doa ini kami panjatkan dalam nama Tuhan Yesus. Amin.