Tanpa Pamrih
Selamat pagi, oma- oma, ibu- bapak dan Saudaraku yang baik. Puji syukur, Tuhan mendengar doa kita dan menerima permohonan kita. Dia mengabulkan keinginan kita untuk dapat beristirahat semalam. Bahan Refleksi Harian: 1 Raja-Raja 19:20.
Lalu Elisa meninggalkan lembu itu dan berlari mengikuti Elia, katanya: “Biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku dahulu, lalu aku akan mengikuti engkau.” Jawabnya kepadanya: “Baiklah, pulang dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu
1 Raja-Raja 19:20
Saudaraku, jika kita mempunyai kekayaan tentu kita ingin anak-anak kita mewarisinya. Kita berharap mereka bisa mengelola dengan benar sehingga harta warisan itu bertambah-tambah. Safat adalah seorang hartawan. Ternaknya banyak, tanahnya luas. Melihat perangai anaknya, bernama Elisa, tentu ia berbesar hati. Kelak hartanya yang berlimpah akan berada di tangan pewaris yang tepat. Mengapa? Elisa seorang pekerja keras dan penuh ketaatan pada orang tua.
Elisa bukan tipe pemuda kaya yang merongrong dan menghabiskan harta orang tuanya. Godaan terbesar punya orang tua kaya adalah bersikap puas diri, lalu menghambur-hamburkan harta tersebut. Berleha-leha dan kerjanya cuma ke bermalas-malasan. Enggan bekerja dan tidak produktif. Terutama muda yang berprinsip, ”buat apa kerja keras. Kekayaan orang tua tidak akan habis sampai beberapa generasi.” Safat sebagai orang tua tentu sangat beruntung punya anak dengan watak rajin dan tidak suka poya-poya.
Ternyata rencana Tuhan selain indah, juga melihat kepentingan orang banyak mendapat perhatian-Nya. Elisa, pemuda rajin dan berani berpeluh meski anak orang kaya, suatu saat bertemu Elia. Dan perjumpaan itu memutar 180 derajat seluruh perjalanan hidupnya (moment of truth). Elia menawari Elisa bekerja bagi Tuhan sebagai seorang nabi menggantikannya kelak.
Saudara tawaran nabi Elia bukan ajakan ringan. Menjadi seorang nabi berarti seluruh konsentrasi hidupnya buat Tuhan. Berani menegur umat yang salah. Bersedia membimbing umat yang bandel. Bahkan nyawanya bisa terancam. Dan ada satu lagi yang tidak ringan, yaitu hidup dalam kesederhanaan. Dunia materialistik harus ditinggalkan. Ini susah. Karena Elisa punya orang tua yang kaya yang warisannya bisa jatuh kepadanya. Ternyata, Elisa bukan menomor satukan kekayaan sebagai tujuan atau orientasi kehidupan. Ia rela hidup tanpa gelimang harta yang ada di keluarganya.
Saudaraku, Elisa pamit ke orang tuanya. Ia mohon restu menjalani hidup di jalan Tuhan. Semua konsentrasi hidupnya buat Tuhan dan siap hidup dengan segala kekurangannya. Di sini, kita melihat, Elia merekrut sosok tepat yang kelak menggantikannya selaku seorang nabi. Dia memilih seorang yang sudah selesai dengan hal duniawi. Hal ini, sungguh berbeda dengan gejala pemimpin agama sekarang. Justru banyak yang berlomba mencari dan menimbun harta duniawi. Elisa sudah selesai dengan urusan harta duniawi. Dia fokus pada pekerjaan buat Tuhan.
Manakala seorang hamba Tuhan belum selesai dengan orientasi duniawinya kasihan umatnya. Karena yang dilihat hamba itu atas umatnya bukan hatinya tapi melihat kantongnya. Akhirnya, yang kaya didekati dan yang miskin dijauhi. Firman ini merupakan kritik kepada mereka termasuk saya. Bahwa memenuhi panggilan Allah berarti konsentrasi melihat jiwa-jiwa yang perlu dilayani. Bukan lebih tergoda harta milik umatnya. Hamba Allah hendaknya berkaca pada Elisa. Sehingga di kepalanya dan di benaknya roh pengabdian bukan roh mata duitan.
Saudaraku, kita bersyukur betapa banyaknya pelayan non pendeta di gereja-gereja, bekerja berani berpeluh dan tanpa pamrih. Mereka yang dalam kesibukannya menyisihkan waktu, tenaga, pikiran dan komitmen melayani Tuhan. Bahkan harus ‘nombokin’, dengan dana pribadi. Menurut saya mereka adalah Elisa-Elisa jaman kini. Bersedia melayani tanpa tuntutan mendapatkan hal yang material. Mereka berani berpeluh. Bekerja tanpa pamrih. Ya, tanpa pamrih material.
Kami berdoa, kiranya Tuhan memberkati hidup kami hari ini. Anak-anak yang sekolah maupun kuliah online, bapak-ibu yang pergi ke kantor, opa-oma yang menikmati masa pensiun di rumah, dan pelayanan kami hari ini. Semoga kehadiran dan perlindungan-Mu bersama kami. Dalam nama Yesus, doa kami panjatkan. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno