Identitas Iman
Selamat pagi, bapak-ibu, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Malam telah berlalu, kini hari baru telah tiba. Puji Tuhan. Bahan refleksi harian: Lukas 22:56-57
Seorang hamba perempuan melihat dia duduk dekat api; ia mengamat-amatinya lalu berkata: “Juga orang ini bersama-sama dengan Dia.” (57) Tetapi Petrus menyangkal, katanya: “Bukan, aku tidak kenal Dia!
Lukas 22: 56-57
Saudaraku, Petrus merupakan murid Yesus yang setia. Dialah yang mengikuti momem-momen penting perjalanan Yesus. Di masa sebelum memasuki penderitaan dan perjalanan penderitaan.
Di taman Getsemani dia hadir. Dia dengan amarahnya menetakkan pedang ke telinga Malkus, hamba imam besar. Kemarahan dipadukan keberanian. Memperlihatkan bahwa ia tidak rela Guru Agungnya ditangkap.
Sayangnya, bagian ini mencoreng seluruh wujud kesetiaannya. Saat Petrus berada di halaman rumah imam besar. Di sana ia tetap hadir mengikuti Yesus diinterogasi. Ini terbilang tindakan berani, sedangkan murid lain tidak kelihatan sosoknya.
Pernyataan seorang perempuan, “juga orang ini bersama-sama dia..” telah menggugurkan keberanian Petrus. Nyalinya langsung luruh. Bukan pengakuan pembenaran merespon ujaran perempuan itu. Justru penyangkalan yang muncul. Dan itu tidak satu kali, melainkan tiga kali.
Saudaraku, dalam momen yang membahayakan, naluri manusia adalah segera menyelamatkan diri. Bila perlu berbohong. Penyangkalan tiga kali merupakan kebohongan untuk penyelamatan. Yesus tidak berkata apa-apa, melainkan melihat dengan kepedihan. Tapi, tatapan kepedihan ini bagi Petrus bagaikan pedang tajam yang menusuk hatinya. Ia menangis. Ia merasa telah gagal.
Saudaraku, ada sejenis hewan bernama trenggiling. Bila suasana lingkungan aman, mukanya dijulurkan. Namun, begitu melihat manusia dan merasa berbahaya, segera ia menyembunyikan wajahnya. Bila kita ingin mengetahui wajahnya dengan berbagai cara susah sekali, termasuk memukuli kulitnya yang bersisik tebal. Semakin membahayakan, semakin menyembunyikan wajahnya. Ada tip mudah agar kita melihat wajahnya. Taburi saja gula, niscaya tidak lama wajahnya keluar, nongol.
Bukan tidak ada orang menyembunyikan identitas imannya, saat merasa identitas itu membahayakannya. Dan hanya memperkenalkan identitas di lingkungan yang nyaman dan aman. Petrus dalam salah satu penggal bagian hidupnya, ia menyangkali Yesus sebagai Guru dan Tuhannya. Ia sembunyikan identitas sesungguhnya sebab berada dalam tekanan dan ancaman.
Kita berharap, kita belajar dari kegagalan Petrus di saat kita mengenang penderitaan Kristus. Di momen yang sulit, semoga kita tidak menyangkali iman kita kepada-Nya. Meski berhadapan dengan ancaman. Jangan cuma masa mudah dan aman kita menyatakan identitas. Jika tidak, kita ingat sifat trenggiling.
Kita berdoa: “Tuhan mampukan kami setia sampai akhir kehidupan dan hindarkan kami pada penyangkalan bahwa Engkau Juru Selamat kami.
Kami berdoa buat anak-anak dan cucu kami yang tengah menjalani ujian sekolah. Semoga mereka belajar dengan tekun dan diberi kesehatan, supaya hasilnya baik dan bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.
Sertai kami dan keluarga di hari baru dengan pernaungan-Mu yang ajaib.
Inilah doa kami yang kami mohon dalam nama Yesus. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno