Bertolong-tolonganlah
Hari baru telah tiba. Udara segar, cuitan burung dan tubuh yang segar sebagian berkat yang kita rasakan sebagai karunia Tuhan Allah. Selamat pagi seluruh Saudaraku yang baik. Bahan refleksi harian: Galatia 6:2
Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus
Galatia 6:2
Saudara, sebuah pepatah bijak warisan leluhur kita mengatakan, “berat sama dipikul ringan sama dijinjing” dengan pepatah ini mengandung makna kesediaan dan keterbukaan saling membantu. Pepatah bukanlah sekedar deretan kata-kata indah, melainkan pantulan atas apa yang dilakukan. Atau dorongan kita mempraktikkannya.
Saya masih melihat di sebuah acara di televisi. Di sebuah daerah di Sulawesi Selatan, penduduknya beramai-ramai menggotong sebuah rumah. Pindah dari satu lokasi ke lokasi lain.
Itu sebuah ilustrasi tentang sebuah beban yang dihadapi bersama. Sebuah contoh nyata tiap orang berperan meringankan beban yang tengah ditanggung warga kampungnya lainnya.
Pertolongan banyak ragamnya. Seseorang yang mau mendengar keluhan dengan sepenuh hati, menuntun seorang sepuh menyebrang jalan yang padat kendaraan, menelepon orang sakit dan menghiburnya, sampai menjadi orang tua asuh bagi anak yang kesulitan membiayai pendidikan. Itu sederet bentuk tindakan tergolong menolong. Dan masih banyak yang bisa disebutkan sekaligus bisa dilakukan. Dari bentuk pertolongan sederhana hingga bentuk pertolongan yang luar biasa.
Di akhir pekan ini, Anda dan saya bisa saja pada posisi bisa menolong orang lain. Namun, siapa yang tahu pada kesempatan lain kitalah yang berada pada posisi butuh ditolong. Mengapa? Karena dalam hidup tidak semua hal dapat kita kerjakan sendiri. Oleh sebab itu siapapun gerangan ada momen-momen memerlukan orang lain.
Ajakan firman Tuhan karena itu sangat tepat, bahwa kita musti hidup saling tolong menolong. Saling give and take, memberi dan menerima. Ajakan firman Tuhan ini supaya, pertama, kita peka atas orang lain yang sedang menanggung beban. Kita sadar kemampuan manusia, siapapun dia, ada batasnya. Di situlah kita bisa hadir dan saling meringankan.
Kedua, kita jangan sombong. Sombong bahwa seolah-olah kita tidak perlu orang lain. Dalam refleksi terdahulu, ada bankir terkenal dan kaya raya di Eropa terkena Covid-19. Terasa amat pentingnya orang lain. Kekayaan dan keterkenalannya tidak bisa berbuat apa-apa. Tenaga kesehatan itulah satu-satunya yang dibutuhkan tatkala ia tidak berdaya.
Sama, sebelum masa pandemi, saya dan Anda pasti pernah menjenguk orang sakit. Kita bisa melihat, sekaya apapun dia, sepintar apapun dia, sekuasa apapun dia, kalau tergeletak di ranjang rumah sakit, orang itu tidak bisa apa-apa. Dia perlu orang lain. Dengan demikian, kita tidak boleh tinggi hati.
Ketiga, praktik bertolong-tolongan adalah memenuhi hukum Kristus. Itu norma orang beriman dan merupakan suatu panggilan bagi kita untuk memenuhinya. Hukum yang saat dipenuhi melegakan hati yang menerimanya dan suka cita di dalam dirinya.
Semoga ketiga hal di atas menafasi kegiatan kita dalam berinteraksi dan hidup bersama orang lain. Jangan hidup seperti ungkapan orang Betawi, “elu-elu, gue-gue”. Hidup yang amat individualistik. Sepatutnya, kita saling memperhatikan dan saling meringankan di saat kita menanggung beban.
Semoga hati kita terbuka dan tangan yang siap terulur. Kita menjadi subyek yang meringankan mereka yang membutuhkan pertolongan. Demikian juga, jika hari ini atau hari lain, justru kitalah yang membutuhkan pertolongan. Kiranya Tuhan mengetuk sahabat, keluarga, saudara agar kita diringankan mereka. Terlebih dari itu, hidup kita sangat membutuhkan pertolongan sejati dari Tuhan Yesus.
Kita berdoa, “Tuhan, kini kami memasuki akhir pekan. Semoga kami saling meringankan jika menghadapi kesulitan. Kiranya kami memiliki spirit dan komitmen saling membantu.
Kami berdoa khusus untuk para oma-opa, lansia dan yang sakit. Jamahlah mereka Tuhan. Taruhlah suka cita pada hati mereka. Dan bibir mereka senantiasa membesarkan nama-Mu.
Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.