Menanti Bersama Tuhan
Selamat pagi, bapak-ibu, mas-mbak, eyang kung-eyang putri dan Saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, pagi yang baru kita masuki. Semoga tidur dan istirahat malam menyegarkan kita. Bahan refleksi harian: Lukas 8:43
Adalah seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan dan yang tidak berhasil disembuhkan oleh siapapun
Lukas 8:43
Saudaraku, ada pepatah yang mengatakan “menanti adalah pekerjaan yang membosankan”. Betulkah? Dalam realita memang bisa begitu. Orang bilang menanti itu “pegel”. Artinya capek. Melelahkan secara fisik maupun emosional. Apalagi, menunggu seseorang yang punya kebiasaan terlambat. Atau menanti sebuah perubahan yang tak kunjung tiba. Membosankan karena waktu seolah-olah berjalan pelan sekali. Dan yang dinanti belum ada tanda-tanda kedatangannya.
Meskipun demikian, sebuah penantian yang dijalani dengan setia dan tabah akan berujung pada kebahagiaan. Terlebih penantian di dalam Tuhan. Mengapa? Dengan iman kita meyakini bahwa Tuhan tidak membiarkan penantian kita berakhir dengan sia-sia. Tuhan tidak membiarkan penantian berakhir dengan kekecewaan. Keyakinan ini tentu saja bukan asal yakin, melainkan karena kita telah mengalaminya.
Saudaraku. Menanti kesembuhan dari sebuah penyakit selama 12 tahun, tentu tidak gampang menjalaninya. Rasa sakit, tubuh yang lemah, keterbatasan gerak seakan sebuah penjara. Karena hal- hal itu si sakit tidak bisa kemana-mana dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Ada perempuan yang telah menderita sakit selama dua belas tahun. Selama itu, ia menderita sakit pendarahan. Tentu pergumulan berat menjadi makin berat karena dikatakan “yang tidak berhasil disembuhkan siapapun”. Suatu kondisi yang parah.
Pintu pengharapan yang hampir tutup itu, terbuka kembali. Tatkala Yesus tengah menuju ke rumah Yairus. Seorang kepala Bait Allah yang putrinya juga sedang kritis. Saat menuju ke rumah itulah, perempuan itu menyentuh jubah Yesus. Seketika Yesus merasa ada kuasa yang keluar dari-Nya dan seiring dengan itu, sembuhlan perempuan yang sakit itu. Penantian panjang berakhir dengan suka cita.
Saudaraku. Menanti bersama Tuhan, tetap membutuhkan proses. Begitu juga diperlukan kesabaran. Terutama menanti itu harus ditopang stamina iman. Jika tidak “angkat tangan”. Putus harapan.
Saudaraku, meski hidup tidak lepas dari menanti. Sayangnya, banyak orang tidak tahan menanti, apalagi di bawah bayang-bayang ketidak pastian. Belajar dari potret perempuan yang sakit pendarahan, menanti datangnya pertolongan Tuhan, kelak akan berujung pada suka cita. Pengharapan disertai kesabaran akan diganjar Tuhan dengan keindahan luar biasa. Di sinilah, kesabaran sangat diperlukan dalam diri kita.
Hidup itu proses. Perlu waktu. Tidak instan. Sekarang orang sering tergoda ingin serba cepat terpenuhi keinginannya. Akhirnya apa yang terjadi? Ingin cepat kaya, korupsi. Ingin cepat selesai urusan, menyogok. Dsb. Dsb.
Sesungguhnya, mengejar karier, kesuksesan, kepintaran harus melewati tahapan. Bagaikan naik anak tangga. Bertahap. Selangkah demi selangkah. Perlu waktu dan perlu kesabaran. Saya yakin, Anda dan saya serta sesama yang lain, tengah mendambakan sesuatu. Mungkin tengah sakit, mendambakan kesembuhan. Menanti datangnya calon pasangan hidup. Atau menanti hingga kapan wabah virus corona akan berakhir.
Bagaimanapun, selama kita masih hidup, kita punya kerinduan. Dan itu harus bersedia menanti. Kiranya kita bersabar, berusaha keras dan terbuka didampingi Tuhan. Kelak penantian tidak berujung sia-sia. Semoga, itu kita miliki.
Kita berdoa, “Tuhan, kiranya kami tetap bersyukur dari ke hari. Setia kepada Tuhan dalam segala perubahan suasana kehidupan. Dan menghayati berkat yang datang, sekecil apapun. Karena Engkau memakainya bisa menjadi suka cita besar.
Tuhan, kiranya Engkau tetap memberi nafas kehidupan buat kami semua. Semoga kami berbahagia hari ini. Tetapi juga kami membahagiakan orang-orang yang kami cintai. Sekecil dan sesederhana apapun yang dapat kami lakukan. Anugerahkan kesehatan, kesejahteraan dan suka cita dalam kehidupan kami.
Tuhan, semoga di hari ini, kami bisa menikmati hari baru dengan tetap mencintai Saudara, ayah-ibu, keluarga dan sesama. Kami dapat menjalankan aktivitas yang bermanfaat.
Semua doa ini kami mohon dalam Kristus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno