Bergantung Pada Allah
Mentari telah terbit lagi di Timur. Tanda datangnya pagi dan berlalunya malam. Selamat pagi ibu-bapak, oma-opa dan saudararaku yang baik. Puji syukur, Tuhan mengijinkan kita masih menikmati hari yang baru. Bahan refleksi harian: Matius 19:21
Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku
Matius 19:21
Saudaraku, suatu hari Tuhan Yesus didatangi seorang muda. Dalam penilaian umum bisa jadi anak muda itu model ideal sosok anak muda. Masih muda sudah sangat kaya. Dalam bahasa populer “tajir”. Selain itu, dia telah melaksanakan isi perintah Tuhan yang Yesus sebutkan.
Mungkin saja orang tua yang punya anak gadis, berebut agar orang muda itu bersedia jadi mantunya. Karena itu tadi, masih muda sudah kaya, hormat pada orang tua, baik hati, setia pada pasangan, tidak suka merugikan orang lain dan tidak suka berbohong. Apalagi yang kurang?
Sayangnya, anak muda dengan sekian kelebihan yang dimiliki. Sekaligus dengan sekian sikap terpuji yang dimiliki. Di mata Tuhan Yesus, dia tidak lolos uji yang bisa memperoleh hidup yang kekal. Ia gagal.
Mengapa? Tidak cukupkah segala sikap bajik yang diterimanya? Di mata Tuhan Yesus, orang muda kaya dan segala sikap terpujinya gagal karena satu hal. Dan hal ini merupakan penentu seseorang memperoleh hidup yang kekal. Yaitu, menyerahkan ketergantungan hidupnya sepenuhnya pada Allah. Caranya, ia menjual seluruh hartanya dan ikut Tuhan Yesus.
Sang anak muda yang tajir dan kepribadian baik itu tidak siap. Ia lebih tergantung pada hartanya daripada tergantung pada Allah. Dia lebih percaya pada tindakan baiknya, ketimbang hidup kekal yang ada pada Tuhan Yesus. Akhir kisah, ia pergi meninggalkan Tuhan Yesus dengan hati pedih.
Saudaraku, ternyata pemuda itu tidak sempurna. Dan dalam ketidak sempurnaan justru ia lebih tergantung pada harta. Sekaligus, ia menolak mengikut Tuhan Yesus yang punya kunci hidup kekal.
Dalam kisah Yunani dikenal istilah “ tumit arkhiles”. Arkhiles adalah prajurit muda yang sakti mandraguna dalam perang Troya. Jago perang. Belum pernah musuh berhasil melukai tubuhnya. Sebab, seluruh tubuhnya kebal. Namun, satu ketika sebuah anak panah berhasil menewaskannya. Anak panah itu mengenai tumit Arkhiless. Akh, ternyata di situlah letak kelemahannya. Semua bagian tubuhnya tak mempan senjata tajam, kecuali tumitnya. Di situ titik lemahnya Arkhiless.
Artinya, siapapun dia, jika dia manusia maka pada dirinya ada ketidak sempurnaan. Ada titik kelemahannya. Seorang manusia bisa punya banyak kelebihan, tapi tetap dia dilekati kelemahan tertentu. Anak muda yang menemui Tuhan Yesus juga sama. Ia kaya, hormat orang tua, mengasihi sesama. Tapi, ia lebih bergantung pada hartanya dalam menggapai hidup kekal.
Hari ini, kita selalu tergantung pada Allah. Tentu dengan tidak mengurangi upaya bertindak baik. Dan kita sadar hidup kekal itu anugerah dari Tuhan Yesus bukan karena amal oerbuatan.
Kita berdoa: Tuhan, kiranya dalam ketidak sempurnaan diri kami, kami menggantungkan segala harapan kami kepada-Mu. Ajarlah kami tidak memegahkan diri pada usaha kami dalam keselamatan, melainkan bertumpu pada rahmat karunia-Mu semata.
Kami juga berdoa buat para balita dan anak-anak. Kami percaya mereka semua hidup dalam kasih-Mu. Jadikan rasa syukur dan kegembiraan hati beserta mereka di hari ini.
Tuhan, Kami serahkan mereka yang mengalami pergumulan hidup. Hiburkan dan kuatkan mereka.
Kami serahkan mereka yang sakit, baik dirawat di rumah maupun di rumah sakit. Tolonglah mereka satu persatu. Dan hati mereka menjadi lega karena pertolongan-Mu.
Seluruh doa ini, kami minta mohonkan dalam nama Yesus. Amin.