Refleksi Harian: Matius 5:13-14

Garam Dan Terang

Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Seiring kasih Tuhan menemani kita senantiasa, maka kita pun bersyukur kepada-Nya senantiasa pula. Bahan refleksi harian: Matius 5:13-14

Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. (14) Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi

Matius 5:13-14

Saudaraku, sering terdengar komentar seseorang atas makanan yang disantapnya, “aduh, hambar. Kurang garamnya”. Atau, sebaliknya, “bu, kok asin banget masakannya.” Terlepas karena takaran yang kurang atau kelebihan. Jelas, kita membutuhkan benda bernama garam.

Itu satu hal. Hal kedua adalah kita tentu masih ingat ketika beberapa waktu lalu, kita mengalami gelap gulita karena problem listrik sejawa-bali. Yang bisnis es krim, teriak. Esnya meleleh semua. Yang punya akuarium ikan menangis, ikan peliharaannya mati mengambang. Kamar rasanya bagaikan neraka, panasnya luar biasa.

Dan pada malam hari persoalan juga. Semua serba gelap gulita. Di dalam rumah gelap. Di luar sama saja. Mengisi waktu cuma serba diam dalam kegelapan. Menonton TV tidak bisa. Membaca buku tidak bisa. HP habis baterai. Apa yang Anda lakukan ketika saat itu mengalami “masa kegelapan”?

Yang jelas, Saudaraku, kita diingatkan bahwa kita butuh terang. Dalam kegelapan kita merasa tidak nyaman dan tidak aman. Itu baru mengalami beberapa hari, semua orang menjerit. Apalagi jika berlangsung berbulan-bulan.

Sungguh menyiksa hidup dalam gelap. Saya keluar rumah, ke halaman. Saya tidak bisa melihat gedung gereja, sama sekali tidak tampak. Demikian pun gedung-gedung sekitarnya.

Betapa vitalnya dan betapa pentingnya kehadiran garam dan terang dalam kehidupan.

Tuhan Yesus menyatakan kita semua adalah garam dan terang dunia. Berarti pada dasarnya dunia membutuhkan Anda dan saya. Betapa penting dan betapa dibutuhkannya kehadiran kita di tengah dunia. Dunia menjadi nyaman dihuni dan menyenangkan dimasuki lantaran kehadiran kita di sana sebagai garam dan terang.

Sebaliknya, jika dunia, masyarakat, lingkungan justru tidak membutuhkan Anda dan saya. Berarti ada yang keliru dari eksistensi atau keberadaan kita. Ada yang salah dalam kita menempatkan diri.

Seorang ahli teologi, William Barclay, memberi definisi sederhana tapi bermakna. Definisinya tentang garam dan terang dunia. Menurutnya, kita adalah garam dunia berarti kita mengandung dan memiliki kebaikan. Sedangkan kita adalah terang dunia, berarti kita bisa dlihat menjadi contoh.

Maka, kalau ternyata dunia tidak membutuhkan orang kristen. Dan mereka tidak suka pada kita. Kita dapat menarik kesimpulan vahwa kebaikan kita tidak dirasakan mereka. Sekaligus kita gagal menjadi contoh. Kita gagal menjadi teladan.

Kita berdoa, “Tuhan, berikan kekuatan kami agar kami berfungsi sebagai garam dan terang di tengah masyarakat kami”.

Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Matius 5:13-14