Total Mencari Pertolongan Allah
Selamat pagi, bapak-ibu, opa-oma, mas-mbak dan Saudara-saudaraku yang baik. Saat bangun pagi ini, syukur dan doa kepada Allah mengawali kita menjalani hari ini. Bahan refleksi harian: Matius 5:3
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga
Matius 5:3
Saudaraku, kemiskinan itu situasi yang pahit dan getir. Serba terbatas kemampuan kita untuk mewujudkan apa yang menjadi kebutuhan. Karena kemiskinan seseorang sulit punya kesempatan menyantap makanan terbaik. Ingat tahun 60-70-an, ada banyak orang tua hanya bisa menyediakakan makanan sangat sederhana. Makan ikan atau daging jarang sekali. Paling-paling, pada momen istimewa, seperti: natal dan ulang tahun. Yang diprioritaskan bisa makan kenyang bukan makan enak.
Ada lagi pengalaman pedih karena kemiskinan. Uang yang sulit dan tidak punya barang berharga. Banyak anak-anak atau orang dewasa yang sakit meninggal tanpa bisa mengkonsumsi obat. Apalagi jika melihat penduduk Di Afrika, dulu hingga kini. Fenomena kemiskinan seolah-olah tidak berubah.
Sedemikian pahit dan getirnya kemiskinan, mengapa Tuhan Yesus mengatakan, “Berbahagialah”. Apanya yang bahagia? Ketika anak kita sakit, dan harus segera dibawa ke dokter, sedangkan uang yang ada di dompet terbatas sekali. Bukankah justru kepanikan yang ada bukan kebahagiaan? Kita bingung, mau bayar obat dan dokter pakai apa? Sementara itu, tidak punya uang cadangan dan deposito. Pasti mereka bingung dan merasa sedih daripada bahagia menghadapi situasi demikian.
Saudaraku, dalam bahasa aslinya, Yunani (ptolos), orang miskin yang dimaksud di sini adalah kemiskinan yang mutlak. Miskin banget dan tidak punya apa-apa sama sekali, mengharukan. Bukan miskin rohani, melainkan orang yang betul-betul tidak berharta. Bahkan tidak punya pengaruh, merana, papa dan ditindas orang lain.
Mengapa orang yang semiskin dan semerana demikian Tuhan Yesus mengatakannya “berbahagia”? Hal ini dikarenakan, orang demikian sangat berharap pada pertolongan Tuhan. Ia tahu tidak ada yang bisa diharapkan dari dirinya. Sehingga ia mencurahkan dan mengandalkan diri hanya kepada Allah. Dalam situasi demikianlah, ia sungguh-sungguh tergantung dan mengandalkan Allah.
Sama, ketika kita sangat bergumul. Kita tengah berhadapan dengan masalah hidup yang berat sekali. Bukankah, kita sangat sungguh-sungguh berdoa. Kita betul-betul pasrah total. Kita sangat terpaut pada Allah. Doa kita tidak berlangsung seperti mesin dan rutin yang kurang penghayatan. Bahkan, saking sungguh-sungguh bisa berlinang air mata.
Dengan sepenuh hati, total mengandalkan Allah, sampai kelegaan datang. Kita merasa ketentraman. Kita merasakan bahwa Allah saja sumber kekuatan dan pengharapan. Dan kepada orang yang demikian karya Allah dalam Yesus akan hadir.
Namun, ucapan Tuhan Yesus jangan diartikan bahwa Dia menganjurkan untuk miskin. Kemiskinan tetap situasi buruk, pahit dan getir. Tuhan Yesus tidak menginginkan dan meminta Anda dan saya menjadi miskin.
Pembelajarannya adalah orang yang sedang mengalami kemiskinan, akan melahirkan sikap iman yang sungguh-sungguh mengandalkan Allah. Itu yang membahagiakan. Jadi, orang yang miskin di hadapan Allah adalah pribadi yang totalitas mencari dan menemukan pertolongan Allah. Ia rindu sekali Allah mengulurkan bantuan-Nya. Berbahagia, sebab Tuhan tidak akan mengecewakannya.
Kita berdoa, “ya, Allah. Engkaulah sumber pertolongan dan kekuatan kami. Dengan harta dan keuangan yang kami miliki, janganlah kiranya kami mengabaikan bahwa Engkaulah sumber pengharapan hidup kami.
Ya, Allah, kiranya hari yang kami jalani, kami berjalan dengan kasih dan pertolongan-Mu. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno