Keluarga Tempat Bina Iman
Selamat pagi, ibu-bapak, mbak-mas, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Semoga pagi ini, kita menyongsong akhir pekan dengan mengucap syukur kepada Allah. Kita dan keluarga kita masih diberi degup kehidupan. Bahan refleksi harian: 2 Timotius 1:5
Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu
2 Timotius 1:5
Saudaraku, ada pepatah yang mengatakan, “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Atau “like father, like son”. Artinya, sikap dan perilaku seseorang merupakan cerminan orang terdekatnya. Sikap dan perilaku seseorang bagus lantaran orang dekatnya berperilaku bagus juga. Biasanya orang dekat itu, bisa orang tua, opa-omanya atau wali pengasuhnya. Tempaan lingkungan keluarga sangat berpengaruh pada pembentukan watak seseorang.
Bukti nyata ini dapat dilihat pada sosok Timotius. Sahabat dan mitra pelayanan rasul Paulus yang setia. Hubungan keduanya teramat dekat dan spesial. Sampai,sampai rasul Paulus menyatakan bahwa dia mengingat Timotius dalam doa-doanya, baik siang dan malam. Rasul Paulus merasakan dedikasi luar biasa Timotius dalam pelayanan. Banyak onak dan duri yang dihadapi mereka dalam pelayanan, tidak menghentikan semangat juang pelayanan Timotius.
Saudara, seumpama pepatah tadi, Timotius adalah buah yang baik. Maka, perhatian kita mengarah pada siapa “pohon” yang menghasilkannya. Rasul Paulus menyebut dua nama perempuan. Mereka adalah Lois dan Eunike, nenek dan ibunda Timotius. Keduanya bukan perempuan biasa. Lois adalah seorang nenek dengan iman yang semangat. Cinta dan pengetahuan kitab sucinya, dia tularkan kepada keluarganya. Lois membesarkan cucunya dengan kasih sayang dan sekaligus memperkenalkan cinta firman Tuhan.
Sedangkan Eunike adalah perempuan yang keluar dari kebiasaan orang Yahudi dan harapan orang tuanya. Ia menikah dengan pria Yunani. Tentu tidak mudah perkawinan antar dua sosok yang punya budaya, agama dan kebiasaan berbeda. Jangan jauh-jauh, seorang Manado kawin dengan orang Aceh, atau orang Sunda dengan orang Papua, tidak mudah. Adatnya beda, apalagi jika juga agamanya berbeda.
Namun, Eunike tidak akan dipuji Rasul Paulus jika tidak punya kelebihan. Apa kelebihannya? Eunike menikah dengan orang non Yahudi, namun tetap tidak melepaskan imannya. Dalam perkawinan demikian, mempertahankan iman dan percaya bukan perkara gampang. Terlebih posisi perempuan selalu dituntut harus ikut apapun yang dianut suaminya. Dengan ketegaran iman seperti itulah, rasul Paulus meyakini Timotius dibesarkan nenek dan ibundanya.
Saudaraku, jadi jelaslah bagi kita. Keluargalah wilayah atau lingkungan paling efektif menananmkan nilai-nilai kesetiaan, ketegaran iman dan sikap penuh pengabdian. Orang dekat, dalam hal ini orang tua, apakah itu ayah, ibu, opa-oma, menjadi media ampuh melahirkan manusia berkarakter. Seperti Timotius yang ditempa nenek dan ibunda tercintanya. Mari, Saudaraku, kita bangun terus keluarga kita. Kita jaga dan rawat sebaik mungkin. Sebab, dari sanalah kebaikan mengalir. Dari sanalah pendidikan buat manusia unggul dilahirkan. Tuhan memberkati keluarga kita. Sebaliknya, keluarga yang masa bodoh atas pengembangan karakter anggotanya. Suatu saat akan memetik buah busuk atau asam. Dan janganlah itu terjadi atas kita dan keluarga kita.
Kita berdoa, “Tuhan, kiranya saat kami melangkah menjalani hidup ini, selama bersama-Mu dan keluarga, kami tetap setia menjadi murid-Mu. Kami tidak perlu cemas. Kami percaya Engkau melengkapi kebutuhan hidup kami. Engkau mendatangkan sejahtera dan hidup tenang serta damai.
“Kami membawa dalam doa, buat keluarga kami masing-masing. Kiranya kami menafasinya dengan cinta, seperti Tuhan yang selalu mengasihi keluarga kami. Lindungi dan lengkapi keberadaan orang-orang yang kami kasihi.
Inilah, doa kami Tuhan. Dengarlah dan kabulkanlah. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno