Tetap Rendah Hati
Mentari telah terbit lagi di Timur. Tanda datangnya pagi dan berlalunya malam. Selamat pagi ibu-bapak, oma-opa dan saudararaku yang baik. Puji syukur, Tuhan mengijinkan kita masih menikmati hari yang baru. Bahan refleksi harian: Matius 7:1-2
Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. (2) Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu
Matius 7:1-2
Saudaraku, hidup manusia itu bergaul. Dari sanalah, melakukan kontak dan mengenal orang lain. Kita bisa tahu kepribadian dan watak orang lain. Lewat proses pergaulan kita tahu si A, rajin dan jujur. Sedangkan si B, responsif dan baik hati.
Di samping kita mengenal tentang watak dan kepribadian orang lain. Lahir pula keinginan membandingkannya dengan diri sendiri. Kita bisa terkagum- kagum, manakala melihat ada kelebihan- kelebihan seseorang. Sementara itu, kita sadar kita sendiri tidak memilikinya.
Tapi, bisa juga seseorang bangga bahwa dirinya sendirilah yang punya kelebihan. Proses melihat dan menilai ini wajar. Normal. Bahkan bisa menjadi media pembelajaran.
Sayangnya, ketika dalam menjalani pergaulan, pengenalan dan penilain. Muncul sikap yang hanya melihat orang lain pada sisi kekurangannya saja. Yang di-zoom sisi kelemahannya. Lalu, dilanjutkan dengan merasa dirinya saja yang baik. Yang buruk ada pada orang lain, yang baik ada pada dirinya.
Inilah yang perlu diwaspadai. Sebab, bisa terjatuh pada mengecilkan arti kelebihan yang dimiliki orang lain. Dirinya kemudian ditempatkan selalu pada posisi lebih baik, lebih hebat, lebih unggul.
Ketika terperangkap pada model penilaian atas orang lain seperti itu. Maka sadar atau tidak sadar, itulah praktik menghakimi orang lain. Orang lain senantiasa dicap buruk. Jelek. Istilah populer stigmatisasi.
Saudaraku, orang yang suka menghakimi bisa asyik melihat orang lain melulu pada sisi negatifnya. Seiring dengan itu lupa bahwa dirinya sendiri mempunyai kekurangan juga.
Tuhan Yesus tidak merestui sikap suka menghakimi orang lain. Karena jika sikap demikian diterapkan pada diri sendiri, akan tersingkaplah kelemahan diri sendiri. Dan itu merusak relasi daripada menyehatkan relasi dengan orang lain. Bisa terjadi konflik daripada harmoni. Bahkan Tuhan Yesus mencela tindakan demikian sebagai munafik.
Saudaraku, bagaimanapun orang lain adalah ciptaan Tuhan. Bahkan kita manusia merupakan gambar dan rupa Allah. Tidak ada manusia pada dirinya seluruh buruk. Memang lantaran salah memilih jalan hidup, ada yang tersesat, ada yang jahat, ada yang nakal, ada yang tidak setia. Tapi, hati nurani yang Tuhan ciptakan pada setiap manusia, menjadikan manusia mengenal dan mempunyai kebaikan.
Kita berdoa: Tuhan, semoga sikap rendah hati dan mau belajar dari orang lain tertanam terus dalam duri kami. Bukannya merendahkan dan menghakiminya.
Kami juga berdoa buat saudara kami yang bertambah usia satu tahun. Kami percaya dia hidup dalam kasih-Mu. Jadikan rasa syukur dan kegembiraan hati beserta dia dan keluarga di hari ini.
Tuhan, Kami serahkan mereka yang mengalami pergumulan hidup. Hiburkan dan kuatkan mereka.
Kami serahkan mereka yang sakit, baik dirawat di rumah maupun di rumah sakit. Tolonglah mereka satu persatu. Dan kiranya hati mereka menjadi lega karena pertolongan-Mu.
Seluruh doa ini, kami mohonkan dalam nama Yesus. Amin.