Mengapresiasi Itu Memberdayakan
Selamat pagi, ibu-bapak, oma-opa dan Saudara-saudara yang baik. Pagi baru telah hadir. Kita masih menghirup nafas kehidupan. Terima kasih kepada Tuhan yang memungkinkan ini kita kecap. Bahan refleksi harian: Matius 7:1
Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi
Matius 7:1
Saudaraku, betapa mudahnya orang suka menghakimi orang lain. Menghakimi menyatakan seseorang punya kekurangan tertentu. Seseorang menghakimi pihak lain karena kekurangan pada tindakannya dan juga lantaran penampilannya.
Dulu, orang yang badannya bertato kerap jadi obyek penghakiman. Orang itu dinilai tidak baik. Meski masih ada praktik penghakiman berdasarkan penampilan itu, tapi sekarang sudah berubah. Tato dilihat sebagai bentuk seni.
Saudaraku, kekurangan, itulah yang menjadi sasaran sorotan. Dengan demikian, orang yang suka menghakimi adalah orang sebenarnya suka melihat dan mencari-cari kekurangan atau kelemahan seseorang.
Di mata Tuhan Yesus, tindakan demikian sebaiknya dihindari. Sebab, barangsiapa suka menghakimi orang lain, bagaimana jika orang lain pun melakukan hal sama buat pelakunya.
Saudaraku, dihakimi itu berdampak pada kejiwaan dan mental. Anak yang terus-menerus dihakimi sebagai bodoh. Maka, ia akan mencitrakan dirinya memang benar bodoh. Akhirnya, kurang percaya diri. Dan tidak mampu mengaktualisasikan dirinya secara total.
Seorang pianis terkenal dari Korea Selatan bernama Hee Ah Lee merasakan pahitnya penghakiman. Ia punya jari tidak lengkap. Tangan kanan berjari dua, demikian juga tangan kiri. Kakinya tidak lengkap, harus dilengkapi kaki palsu.
Sejak lahir, ayahnya tidak punya suka cita dan kebanggaan melihat kondisi tubuhnya seperti itu. Kelahirannya bagaikan aib keluarga. Bersyukur, sikapnya berbeda. Ibunya menyatakan bahwa, sejak He Ah Lee dalam kandungannya, ia sudah sangat mencintai.
Sampai sebagai anak yang tumbuh dengan kekurang lengkapan, cinta ibunya tak tergoyahkan. Ibunya pula yang gigih agar Putrinya itu belajar piano secara privat. Sewaktu mencari guru bermain piano, ibunda Hee Al Lee dinilai gila. Kurang waras. Bagaimana mungkin dengan kondisi organ tubuh seperti itu bisa bermain piano. Akhirnya, ada juga guru yang bersedia mengajarnya. Dan bisa, bahkan berprestasi.
Ilustrasi itu gambaran ada orang yang menghakimi karena penampilan pihak lain. Ada juga orang yang justru tidak melihat kekurangan melainkan kelebihan. Rupanya, yang mengapresiasi itu orang yang mampu membuat orang lain berkembang.
Saudaraku, jika kita tidak mau dihakimi pihak lain, maka kita pun tidak boleh menghakimi pihak lain. Menghakimi merupakan tindakan yang bertolak belakang dengan mengasihi. Mengasihi itu memberdayakan. Melihat kelebihan orang lain. Dan itu, yang diajarkan Tuhan Yesus.
Sedangkan menghakimi akan berdampak melemahkan seseorang yang dihakimi. Kejiwaan dan kehidupan orang yang dihakimi tidak tumbuh dengan sehat. Dengan demikian jelas, perbuatan menghakimi tidak senafas etika kristiani. Mari, daripada menghakimi lebih baik mengapresiasi. Melihat kelebihan seseorang lebih bermanfaat daripada mencari-cari kekurangan dan kelemahan sesama kita.
Kita berdoa: Tuhan ajarkan dan mampukan kami bersikap apresiatif, menghormati orang lain daripada menghakimi. Setiap orang punya kelebihan yang Tuhan anugerahkan.
Kami mendoakan saudara kami yang berulang tahun. Kiranya hari ini membawa suka cita dan kebahagiaan. Tuhan limpahkan berkat yang indah dalam hidupnya. Dan keluarga ijut bersuka cita.
Seluruh doa ini kami minta dalam nama, Yesus, amin.