Tuhan Mau Menjadi Kawan Bicara
Malam telah berlalu, hari baru telah tiba. Selamat pagi, opa-oma, bapak-ibu dan Saudaraku yang baik. Di pagi baru ini, kita mengawali dengan mengucap syukur. Bahan refleksi harian: Mazmur 17:6
Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku.
Mazmur 17:6
Saudaraku yang kami kasihi. Salah satu yang kita lakukan sebagai manusia adalah berkomunikasi. Bercakap-cakap. Seorang ibu bercakap-cakap dengan putra atau putrinya. Seorang karyawan melakukan percakapan dengan kolega maupun atasannya.
Tidak ada satu pun manusia yang lepas dari hakikat dan kebiasaan ini. Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa disertai percakapan dengan sesamanya.
Ketika kita melakukan percakapan dengan orang lain, ada saatnya suara kita didengar. Tapi pernah juga seolah-olah kawan bicara kita tidak mengacuhkannya. Kesannya tidak mau mendengar. Yang paling fatal, dia benar-benar tidak mau mendengar suara kita secara sengaja. Bukan turup mulut, namun tutup telinga.
Ketika seseorang tidak mau mendengar secara sengaja. Berarti ada kualitas relasi yang buruk. Hubungan yang tidak harmonis. Sebaliknya, saat kita bercakap-cakap kawan bicara mendengar. Merespon dengan hangat dan ramah. Itu petunjuk kawan bicara menghargai kita.
Pemazmur tengah melakukan percakapan, tapi tidak bersifat antar manusia. Melainkan percakapan yang menyangkut dirinya dengan Tuhan. Bahkan dia menyatakan, “ aku berseru kepada-Mu”. Dia berseru kepada Tuhan. Ia melakukan itu karena Tuhan bersedia menjawabnya.
Itu tanda dan bukti bahwa Tuhan menghargai dan mengapresiasi keberadaan pemazmur. Jadi, Tuhan sungguh-sungguh mengindahkan kehadiran pemazmur.
Dengan kata lain, Tuhan itu menggubris. Memberi atensi terhadap suara orang yang beriman.
Bila kita bercakap-cakap dengan orang lain, sementara itu orang lain tidak menangkap pesan-pesan kita dan enggan memenuhi harapan kita. Tentu saja, sedikit-banyak kita kecewa. Perasaan demikian tidak ada pada diri pemazmur. Sebab apa? Sebab, seperti dinyatakan tadi, bahwa Tuhan menjawabnya.
Dan Tuhan menyendengkan telinga-Nya. Seseorang menyendengkan telinganya saat melakukan percakapan dengan kita. Orang itu sungguh menyimak ucapan kita. Bilamana saya menyendengkan telinga mendengar suara Saudara. Tandanya saya ingin sekali mendengar suara Saudara. Sekaligus, saya sangat menghargai suara Saudara.
Jadi, Saudara, saya, kita atau siapapun orang beriman bercakap-cakap dengan Tuhan. Pengalaman menggembirakan jika Tuhan mau menjadi kawan bicara kita. Dia mau mendengar. Tuhan tidak hanya mau memperdengarkan suara-Nya. Ternyata suara kita pun berkenan didengar-Nya.
Selama saudara dan saya hidup di dunia ini, tentu suara kita diutarakan kepada Tuhan. Sekaligus kita yakin Tuhan mau mendengar suara kita. Tuhan mengabulkan curahan hati kita. Lebih dari itu, Tuhan menyendengkan telinga-Nya. Artinya suara kita teramat berharga sehingga perlu didengar.
Saudaraku, karena suara kita Tuhan mau dengar. Maka, jangan jemu-jemu mendengar suara Tuhan dan menghargai sebagai perintah utama dalam hidup kita.
Kita berdoa, “Tuhan, betapa Engkau menghargai suara dan diri kami. Untuk itu, sepanjang hari ini, kami ingin mendengar dan mematuhi suara-Mu.
Kami juga berdoa, kiranya Engkau melindungi para tenaga kesehatan yang terus berjuang untuk padien covid 19. Pertolongan-Mu menyertai mereka agar mereka terhindar dari paparan virus. Saat mereka didera kelelahan berat berilah tenaga baru yang mendukung tugas dan panggilan mereka.
Doa kami ini, kami bawa kepada-Mu. Kabulkanlah. Dalam nama Yesus. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno