Cukupkanlah Dirimu
Selamat pagi, ibu-bapak, mbak-mas, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Pagi baru kita masuki, puji Tuhan, kita menikmati kasih perlindungan-Nya. Bahan refleksi harian: Ulangan 27:17
Terkutuklah orang yang menggeser batas tanah sesamanya manusia. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata: Amin!
Ulangan 27:17
Saudaraku, dalam diri manusia terdapat hasrat mempunyai lebih. Hal ini didorong oleh kesadaran dan pengalaman bahwa kekurangan itu membawa
kesusahan. Kurang uang. Kurang sehat. Kurang perhatian. Kurang makan. Kurang iman.
Kekurangan berdampak buruk bagi kehidupan manusia, baik fisik, kejiwaan, maupun spiritualitas. Tidak heran, kerinduan manusia adalah menginginkan hidup dalam kelebihan. Apalagi kelebihan yang bersifat materi. Ada perasaan puas dan bangga bisa hidup dalam kelebihan.
Saudaraku, hanya, naluri ingin mempunyai lebih yang tanpa batas harus dikontrol. Sebab, jika dibiarkan, naluri itu bisa berubah menjadi sifat serakah. Tidak pernah merasa puas. Selalu merasa kurang. Ingin lagi, ingin lagi. Bagaikan orang haus meminum air laut, justru makin bertambah rasa hausnya.
Ekses lain adalah ingin mengambil dan menguasai milik orang lain. Firman Tuhan di atas bentuk peringatan keras agar tidak menggeser batas tanah milik orang lain. Dan itu merupakan fungsi kontrol keserakahan.
Di jaman kita yang modern, legalitas kepemilikan tanah ditandai dengan sertifikat. Di sertifikat dicantumkan batas-batas tanah yang dimiliki. Di jaman itu, belum dikenal sertifikat tanah. Kepemilikan tanah hanya ditandai secara tradisional. Batu atau pohon jadi penanda batas kepemilikan tanah.
Konsekuensinya, betapa mudahnya seorang yang berniat buruk mengambil tanah bukan miliknya. Yakni dengan menggeser batas tanah. Firman Tuhan meminta Orang Israel tidak boleh melakukan itu. Sebagai bentuk persetujuan seluruh unsur bangsa musti mendukungnya dengan menyatakan “amin”. Sebuah ungkapan persetujuan dan dukungan moral. Dengan pernyataan “amin”, berarti orang Israel secara moral bahkan spiritual terikat untuk mematuhinya.
Saudaraku, salah satu kisah lama adalah tentang raja Midas. Seorang raja yang tidak pernah puas. Sudah kaya, tapi masih ingin makin berlimpah. Konon, Raja Midas diberi kemampuan, setiap tangannya menyentuh benda tertentu. Benda tersebut berubah menjadi emas.
Tentu dia senang dan bangga. Dengan kemampuan itu, emas ada di mana-mana. Pintu terbuat dari emas. Kursi singgasana dari emas. Segala benda di istananya berwarna kuning kemilau sebab terbuat dari emas.
Sampai suatu hari, anaknya kangen ingin dipeluk ayahnya. Sang raja pun punya kerinduan sama, memeluk anaknya. Anaknya berlari ke arah raja. Segera raja membentangkan tangannya. Lupa bahwa setiap dia pegang sesuatu akan menjadi emas. Jatuhlah anak itu dalam pelukan ayahnya. Seketika itu juga, anak raja Midas berubah jadi emas. Betapa sedih dan menyesallah sang raja.
Demikian, gambaran orang yang selalu berlebih tapi tidak bisa mengontrolnya. Akibat dari ketidak mampuan mengontrol keserakahan menciptakan kesusahan dan penderitaan yang datang, bukan suka cita dan kebahagiaan. Keserakahan adalah racun kehidupan bersama. Bukan madu yang memberi manisnya kehidupan.
Keserakahan atau kerakusan bukan hal sepele. Melainkan penyakit moral dan spiritual. Namanya penyakit maka membahayakan kehidupan manusia kini dan nanti. Sedangkan bagi pelanggarnya sendiri mengalami hidup yang berat dan berimbas ke lingkungan lebih luas. Publik pun dirugikan.
Saudaraku, mengisi Minggu Pra Paskah, betapa penting mengontrol diri. Kita mengurangi hidup berlebihan dengan berbagi. Sekaligus, kita mensyukuri yang Tuhan telah beri.
Koran Kompas kemarin memberitakan, KPK menangkap seorang yang punya jabatan baik. Saya percaya, dia sudah kaya tapi masih ingin lebih kaya. Mari, Saudaraku, kita menolak virus keserakahan dan kerakusan. Kita hidup dengan rasa syukur atas apa yang diberikan Tuhan, dan jangan merugikan kehidupan bersama.
Kita berdoa, “Tuhan, tumbuhkankah sikap bukan serakah dan rakus yang menyebabkan kesusahan orang lain dan diri sendiri.
Kami berdoa buat anak-anak, cucu-cucu kami yang hidup di tengah masa pandemi yang belum berakhir. Tuhan jagalah sosok-sosok yang kami cintai ini, agar mereka aman dari persebaran virus. Dan orang tua bisa membimbing mereka agar tidak mengalami kejenuhan berkepanjangan. Kiranya mereka tetap bisa bersuka cita. Kabulkanlah permohonan kami. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno