Menghadirkan Kelegaan
Selamat pagi, bapak-ibu, opa-oma dan Saudara-saudaraku yang baik. Saat bangun di pagi ini, semoga tubuh kita lebih bugar dan perasaan kita lebih segar. Kita menyongsong hari baru dengan kehadiran Allah yang memimpin hidup kita. Mari mengawalinya dengan terima kasih dan rasa syukur. Bahan refleksi harian: Yohanes 9:1-3
1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” (3) Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia
Yohanes 9:1-3
Saudaraku, ternyata beragam cara pandang melihat sebuah realitas penderitaan. Kita menengok bacaan firman Tuhan yang berkaitan dengan penderitaan. Para murid Tuhan Yesus bertanya relasi penderitaan dan dosa. Khususnya, ketika mereka melihat ada orang buta sejak lahir. Kebutaan merupakan penderitaan. Tak mampu menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Dunia serba gelap. Makin menderita tatkala kegelapan itu dijalani sepanjang usia hidup.
Lazim orang mengaitkan penderitaan dengan kesalahan yang dilakukan. Malah, ada yang menghayati itu sebagai teologi. Menjadikannya sebagai ajaran yang dihayati. Jika seseorang sakit atau celaka, dengan cepat disimpulkan bahwa ada tindakan salah yang diperbuat. Tidak heran ada orang sakit yang bertanya dalam hatinya, ”dosa apa, ya, saya. Koq, saya harus sakit seperti ini?”
Tuhan Yesus menepis anggapan bahwa penderitaan lantaran kesalahan seseorang. Ia berkata tegas, “bukan dia dan bukan juga orang tuanya”. Artinya, dengan penderitaan orang itu jangan serta-merta mengarahkan telunjuk untuk mendakwa, orang itu atau orang tuanya, sebagai penyebab penderitaan. Sekaligus, juga jangan jadi hakim yang cepat dan gegabah memutuskan orang itu sendiri atau orang tuanya terbukti melakukan kesalahan yang menimbulkan kebutaan.
Lalu, bagaimana memandang yang benar? Menurut Tuhan Yesus, penderitaan harus dipandang agar, “pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia”. Maksudnya, lewat penderitaan Allah menunjukkan kebesaran-Nya. Orang menderita adalah orang yang mengalami kesakitan, kesepian, ketidak berdayaan, kekecewaan, putus asa. Dari situasi demikian Allah akan menunjukkan kebaikan-Nya. Sehingga mereka yang menderita menjadi tegar dan melihat keindahan kasih Allah. Dari balik penderitaan, si sakit melihat kehadiran keagungan kasih Tuhan.
Dengan kalimat lain, daripada kita menyatakan “di mana ada penderitaan, di situ ada dosa”, lebih baik kita lebih melakukan kebaikan. Sehingga dalam situasi menderita, si penderita menemukan cahaya kebaikan yang menuntunnya untuk tetap bertahan.
Saudaraku, cara pandang Tuhan Yesus ini penting di saat negeri kita dan juga negara lain tengah berjibaku menghadapi penyebaran virus korona dan korbannya. Jangan kita mengumbar kata dan komentar tuduhan atas realitas ini, termasuk mengaitkan dengan dosa. Lebih baik menyingsingkan lengan baju, bersama Allah menghadirkan kebaikan dan kebajikan. Sehingga penderitaan terlewati dan manusia melihat kebaikan Tuhan bekerja dan kita jadi mitra-Nya.
Saudaraku, beberapa waktu lalu seorang pria dewasa dipukuli. Babak belur. Seluruh tubuhnya sakit. Usut punya usut, pria itu hendak menculik anak kecil. Massa yang marah tak mampu mengendalikan emosi, menghakiminya langsung. Menderita karena tindakan salah. Tapi, gegabah bila setiap penderitaan dimaknai tunggal seperti tadi.
Mari, di hari-hari Minggu pra Paskah, Tuhan Yesus menjalani penderitaan. Ia tidak berdosa. Ia sama sekali tak bermasalah. Maka, jangan kita menambah orang yang menderita dengan memberi cap (stigma) atau tuduhan. Bahwa ada dosa di balik penderitaannya. Itu bukan sikap arif. Malah, menambah penderitaan yang sudah ada. Lebih baik, kita menjadi mitra Allah, menghadirkan tindakan yang melegakan pihak yang tengah menderita. Semoga.
Kita berdoa, “ya, Tuhan, kiranya ucapan, pikiran dan perbuatan kami selalu sesuai dengan iman kami kepada-Mu.
Kami ingin membawa doa kepada-Mu agar gereja-Mu hidup dalam kebaikan di tengah tantangan kehidupan. Sehingga kehadiran gereja menjadi garam tengah dunia, bukan sama dengan dunia.
Kiranya Engkau berkenan bersama kegiatan kami sepanjang hari ini. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno