Menjadi Pelaku Firman
Selamat pagi, seluruh Saudaraku yang baik. Kita bersyukur dan berterima kasih pada Allah, jantung kita masih berdetak, kita masih bernafas, indra kita masih bekerja dan organ tubuh yang lain tetap berfungsi. Itu tanda nyata, kita masih dipercaya Allah melanjutkan kehidupan. Bahan refleksi harian: Yakobus 1:22
Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri
Yakobus 1:22
Saudaraku, mendengar merupakan aktivitas yang bermanfaat. Dalam konseling pastoral, seorang pendeta dituntut mau mendengar dari kliennya. Dari sana kemudian dia bisa mengerti permasalahan, dan selanjutnya mencari jalan keluarnya. Demikian pula jika seseorang sedang mengikuti penjelasan dari pimipinannya, maka salah satu sikap yang terbaik adalah mendengar.
Berbeda dengan hal di atas, yakni berkaitan firman Tuhan. Tidak cukup hanya berhenti mendengar. Ketika Anda dan saya mendengar firman Tuhan, tentu bagus kita mendengarnya. Apalagi dengan sikap serius. Sungguh-sungguh. Konsentrasi. Tapi, jika berhenti pada aktivitas mendengar itu tidak cukup.
Firman Tuhan memang mengandung pengetahuan dan pemahaman yang patut kita ketahui. Dan caranya adalah kita mendengarnya. Selanjutnya otak dan hati kita menyerap dan mencamkannya. Meski demikian, langkahnya tidak sampai di situ. Firman Tuhan punya panggilan untuk menjadi bentuk perbuatan konkrit. Bisa dilihat. Bisa didengar. Bisa menginspirasi. Dan firman itu menjadi rangkaian tindakan.
Oleh karena itu, kata “pendengar saja”. Dalam kalimat (frasa) mengandung nada menyesalkan. Tindakan demikian belum ideal. Masih ada yang kurang, yakni para pendengar menjadi “pelaku”. Jadi, ketika kita mendengar firman Tuhan memang itu baik. Bagus. Kita menjadi kaya dengan pemahaman dan pengetahuan. Namun, musti melangkah lagi. Melangkah menghadirkan firman Tuhan.
Saudaraku. Para murid Tuhan Yesus selama 3 tahun begitu dekat dengan Dia. Mendengar sabda-Nya langsung. Tapi, kemudian kita tahu. Ada yang mendengar dan menjadi pelaku. Sehingga terus berkarya. Dan ada juga yang berkhianat karena pendengar saja.
Di Gereja Basiliki Gereja Koptik di Kairo, Mesir. Di sana mimbar gerejanya ditopang 12 tiang marmer. Marmernya sebesar kepalan tangan. Yang menarik adalah dari 12 pilar marmer terdiri 3 warna. 10 berwarna putih, 1 berwarna abu-abu dan 1 lagi berwarna hitam.
Saya sempat bertanya apa gerangan artinya. Pilar itu menjadi simbol 12 orang murid dengan wataknya masing-masing. 10 berwarna putih menyimbolkan murid yang setia. 1 abu-abu adalah murid yang ragu-ragu, dalam hal ini Thomas. Sedangkan yang hitam menunjuk Yudas Iskariot.
Saudaraku. Dalam kesadaran yang bernafaskan kerendahan hati. Maka kita ingin bagaikan pilar berwarna putih. Dan itu dimungkinkan, tatkala kita setia sampai akhir. Dan kesetiaan tidak didefinisikan cuma mendengar. Cuma tahu. Kita tidak berhenti pada pemahaman dan pengetahuan. Lebih jauh lagi. Firman itu menjadi wujud yang hidup dan konkrit. Dan untuk itulah kita dipanggil sebagai “pelaku” firman Tuhan.
Mari kita berdoa, “Tuhan, karuniakan gairah dan semangat dalam hidup kami. Supaya hidup di dalam Engkau kami dimampukan menjadi pelaku firman-Mu.”
Tuhan, mampukan kami beserta orang-orang yang kami cintai, menjalani hari baru bersama kasih-Mu. Lindungilah seisi rumah kami dan berkati aktivitas kami. Kiranya langkah kami senantiasa dalam lindungan-Mu. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.