Bangkit Dari Kepahitan
Selamat pagi, bapak-ibu dan Saudaraku yang baik. Pengalaman bersama Tuhan senantiasa memberi kekuatan kepada kita. Pagi ini pun, kita merasa pengalaman indah dengan Tuhan, setelah istirahat malam, Tuhan memberi hari yang baru. Bahan refleksi harian: Yesaya 40:1-2.
Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, (2) tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan TUHAN dua kali lipat karena segala dosanya.
Yesaya 40:1-2
Saudaraku, kita bisa membedakan berbagai rasa yang kita kenal. Ada rasa getir, manis, asin, tanpa rasa atau tawar. Atau ada rasa lain jarang disukai orang, yakni rasa pahit.
Apa saja yang pahit identik dengan tidak enak. Tidak heran makanan atau minuman pahit tidak disukai. Termasuk, pengalaman-pengalaman yang diberi label pahit. Langka orang yang merindukannya.
Jika yang pahit itu berkaitan berupa minuman. Tentu solusinya mudah. Tambahkan gula, selesai. Rasa pahitnya akan berkurang. Di masa pandemi Covid-19, ada banyak pengalaman hidup, yang diberi label: kepahitan.
Orang yang kena pemutusan hubungan kerja. Keluarga yang kehilangan sosok yang dicintai, direnggut virus itu. Orang yang usahanya bangkrut. Dan masih banyak contoh lain. Semua itu, digolongkan sebagai pengalaman pahit.
Saudaraku, soal kepahitan hidup, Umat Tuhan punya pengalaman panjang. Saat di Mesir, juga saat mereka dibuang ke negeri Asyria dan Babel. Israel mengalami apa arti sesungguhnya realita kepahitan. Ketika mereka dalam status orang buangan di negeri Babel. Hidup mereka bukan di tanah air sendiri. Secara ekonomi tidak sejahtera. Kebebasan merupakan hal mewah. Hidup dalam penguasaan bangsa lain. Pendeknya, hari-hari yang mereka jalani tidak ideal.
Firman Tuhan tadi menyatakan kabar baru bagi Umat Tuhan. Kabar baik. Ada perubahan nasib diberitakan nabi Yesaya. Bahwa umat itu tidak lagi sedih oleh kepahitan yang selama ini membelit mereka. Mengapa? Karena Tuhan mengakhiri masa pembuangan. Mereka akan kembali ke kampung halaman.
Saudaraku. Kita tahu mereka menjalani pembuangan ini ada sebabnya. Dan itu berangkat dari perilaku buruk mereka. Maka Allah menjatuhkan bentuk hukuman atas mereka. Dibuang jauh-jauh dari negerinya.
Kepahitan hidup mereka tidak bisa dipisahkan dari kekeliruan yang mereka perbuat. Kepahitan merupakan buah kegagalan sebagai orang beriman.
Allah menyatakan melalui Yesaya, sanksi telah dicabut. Pengampunan sudah diberlakukan. Dengan demikian kepahitan akan berakhir. Oleh sebab itu, hati umat Allah hendaknya terhibur. “Hiburkanlah- hiburkanlah umat-Ku”. Sekaligus jiwa mereka tenang.
Saudaraku, setiap orang secara pribadi, setiap manusia secara kolektif pasti pernah mengalami kepahitan, disebabkan kegagalan dalam hidupnya.
Saudaraku, siapa yang tidak tahu sosok Mickey Mouse dan Mini Mouse. Dua sosok animasi yang tetap digemari hingga kini. Ternyata, penciptanya Walt Disney, pernah dipecat dengan alasan kurang kreatif. Sebelum berhasil mendirikan Disney World, 303 kali Walt Disney mengalami penolakan. Pengalam pahit, bahkan sanksi pahit.
Ternyata, Walt Disney selain memetik arti manisnya kesuksesan dana dan nama, ternyata ia menyimpan pula pengalaman dan realita kepahitan.
Yang perlu diapresiasi, kepahitan itu tidak membuatnya terpuruk selamanya. Kepahitan itu tidak menghalanginya untuk kemudian mampu berbuat karya lainnya.
Saudaraku, jika pengalaman pahit diumpamakan badai. Suatu saat badai kelak akan berlalu. Masalah akan berakhir dan kepahitan akan berujung. Tidak ada badai yang tidak berhenti. Demikian juga badai kehidupan. Apalagi, kita melangkah bersama Tuhan. Kelak saatnya tiba, kita terhibur. Kita bersuka cita. Oleh sebab masalah berlalu, maka kehidupan baru yang lebih baik akan dihadirkan Tuhan. Karena itu, kepahitan jangan buru-buru dinilai akhir kehidupan seseorang. Bukan ujung masih berlanjut dan bukan mustahil kita ditunggu realitas yang indah yang disiapkan Tuhan.
Kita berdoa, “Tuhan, kami yakin berjalan bersama-Mu kelak wabah pandemi ini akan berlalu. Kesulitan suatu saat berhenti”.
Seluruh doa ini, kami naikkan dalam nama Tuhan Yesus. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno